Oleh. Fitriani SKM (Teta)
Pegiat Literasi


Memahami feminisme adalah gerakan yang menyatakan dirinya berjuang untuk mewujudkan  emansipasi dan  kesejahteraan kaum perempuan pada masa ini. Mengenal sedikit tentang sejarah feminisme, bahwa ia muncul di Barat terutama disebabkan adanya standar hukum ganda yang lebih menguntungkan kaum laki-laki. Konsep ini berasal dari ajaran agama Nasrani. Para penyokong awal feminisme masih menganggap bahwa upaya menjaga kehormatan (kaum perempuan) bukanlah suatu penindasan, akan tetapi merupakan suatu hal yang alamiah dan diperlukan. 

Perkembangan sistem industri mendorong kaum perempuan untuk keluar rumah. Penindasan yang dilakukan oleh para pemilik insdutri yang menganggap bahwa perempuan sebagai buruh murah, memicu munculnya gerakan perempuan yang menuntut kesetaraan upah dan perlakuan yang adil.

Tema besar yang  dieksplor oleh teori-teori feminis ialah masalah diskriminasi, objektifikasi dan penindasan. Apa yang menjadi pokok masalah dalam   feminisme antara lain:   kepemilikan, keadilan,   integritas tubuh, otonomi, produksi-reproduksi,  dan hak-hak.

Perjuangan panjang   kalangan feminis telah membuahkan hasil, misalnya hak bersuara   (memilih dan dipilih),   upah yang sama (dalam pekerjaan), netralitas gender, hak reproduktif (aborsi dan kontrasepsi), kontrak dan kepemilikan pribadi. Di samping itu, upaya perlindungan terhadap perempuan dan anak perempuan dari   kekerasan dan lainnya.  

Feminisme berpusat pada “isu-isu perempuan” dan kesetaraan gender. Maka  pembebasan laki-laki  dari seksisme dan penindasan peran juga menjadi masalah feminisme pula. 

Saat ini kaum perempuan merasa bertanggung jawab atas urusannya sendiri. Slogan yang dikembangkan kaum feminis memiliki pengaruh yang kuat di kalangan pemuda, terutama muslimah. Dengan anggapan bahwa tubuh adalah milik pribadinya, maka mereka berpendapat bahwa mereka bebas melakukan apa saja terhadap tubuh mereka, berpakaian apa saja dan menolak campur tangan pihak lain dalam pengaturannya. Maka jika mereka ingin mengenakan rok mini, baju ketat ataupun yang ingin menutup aurat, mereka tetap tak ingin menyembunyikan kecantikan tubuhnya. Maka dikenakanlah gaya jilboobs, memakai kerudung tetapi menampakkan payudaranya dan mereka sama sekali tidak peduli dengan akibat dari terbukanya aurat mereka. Jika ada laki-laki yang melirik dan memandang auratnya, mereka tuduh dengan melakukan tindak pelecehan. Inilah pemahaman yang menyimpang jauh dari agama.

Islam telah menegaskan bahwa semua perbuatan manusia termasuk atas tubuhnya sendiri akan dimintai pertanggungjawabannya kelak di hadapan Allah sebagaimana firman-Nya: 

"Sehingga apabila mereka sampai ke neraka, pendengaran, penglihatan dan kulit mereka menjadi saksi terhadap apa yang telah mereka lakukan. Dan mereka berkata kepada kulit mereka, 'Mengapa kamu menjadi saksi terhadap kami?' (Kulit) mereka menjawab, 'Yang menjadikan kami dapat berbicara adalah Allah, yang (juga) menjadikan segala sesuatu dapat berbicara, dan Dia-lah yang menciptakan kamu yang pertama kali dan hanya kepada-Nya kamu dikembalikan. Dan kamu tidak dapat bersembunyi dari kesaksian pendengaran, penglihatan dan kulitmu (terhadapmu) bahkan kamu mengira Allah tidak mengetahui banyak tentang apa yang kamu lakukan'." (QS. Fusshilat 20-22)

Masih ada lagi tren yang merebak di zaman ini, waithood dalam arti bahasa Indonesia penantian. Tren ini merupakan bentuk penundaan terhadap pernikahan. Waithood  pertama kali dicetuskan oleh Diane Singerman, Professor American Univercity, Washington DC, dalam risetnya tentang generasi Timur Tengah yang dipublikasikan pada akhir 2007. Beberapa riset menunjukkan, memasuki abad ke-21, tren Waithood semakin dianggap normal dan akan terus berlanjut. 

Ada beragam faktor yang melatarbelakangi penundaan menikah. Mulai dari alasan ingin melanjutkan pendidikan hingga fokus berkarir. Beberapa di antaranya memang menginginkan hidup sendiri tanpa dibebani tanggung jawab keluarga. Kondisi perekonomian yang sulit, sementara menikah di pandangan masyarakat adalah momen yang sekali seumur hidup dan harus dirayakan dengan mewah. Di satu sisi, perempuan muda saat ini lebih banyak memilih berkarir daripada menikah. Egoisme yang dibangun, ditambah pemahaman feminisme yang telah merasuk dan hal ini menjadikan mereka menganggap pernikahan hanya memenjarakan diri dalam tembok tinggi yaitu urusan rumah tangga.

Konsekuensi dari tren waithood adalah munculnya pergaulan bebas di luar nikah. Sebagai naluri alami, fitrahnya manusia ada naluri seksual hal ini akan menuntut untuk dipenuhi. Jika tidak dipenuhi maka tuntutan ini akan merebak ke arah pornografi. Keputusan dari waithood ini sendiri juga beriringan dengan Childfree. Jika memang menikah maka ada langkah lain lagi yaitu menunda anak dalam perkawinan. Faktor yang melandasi kenapa pasangan memilih childfree tidak lain adalah karir dan ekonomi juga.

Sistem Kapitalisme telah membuat ekonomi hanya dikuasai segelintir orang. Biaya hidup termasuk pendidikan, kesehatan dan keamanan harus ditanggung oleh individu. Biaya yang melambung tinggi inilah menjadi beban yang menghantui pasangan-pasangan muda.

Ide childfree  ini yang telah memalingkan umat dari tujuan pernikahan yang sebenarnya, mengambil sudut pandang bahwa pernikahan hanya sekadar sarana bersenang-senang tanpa mau dibebani tanggung jawab. 

Feminisme, Solusi atau Merusak Calon Generasi?

Feminisme menuntut  hak-hak perempuan agar sama dengan laki-laki, sehingga melupakan struktur biologis yang dimiliki karena terlalu fokus pada persamaan gender. Padahal gender terbentuk oleh keadaan fitrah perempuan itu sendiri. Jika anak laki-laki terbiasa memanjat pohon, itu karena struktur tubuh dan ototnya yang kuat. Jika anak perempuan terbiasa bermain boneka, itu karena fitrahnya. Saat perempuan ingin menolak stereotipe ini, maka perempuan akan menghilangkan fitrahnya, sehingga enggan untuk hamil dan memiliki anak. Jika sudah memiliki anak, ia enggan untuk mengasuh dan lebih berpikir bagaimana menyamakan dirinya dengan laki-laki. Hal ini secara otomatis akan menghapus peran dasar perempuan sebagai al-madrasah ula’.

Jika perempuan telah lupa peran dasarnya, maka masyarakat yang terbentuk darinya akan merasakan imbasnya. Solidaritas masyarakat otomatis akan melemah karena anak yang nantinya menjadi pemuda yang beradab telah menjadi manusia tanpa budi dan tanpa pendidikan akhlak yang baik. Sehingga masyarakat terbentuk dari sifat-sifat personal yang menyimpang. 

Masyarakat juga tak terlepas dari unsur dunia pendidikan. Dua pandangan teoritis mengenai tujuan pendidikan. Pertama, pendidikan adalah sarana utama dalam menciptakan masyarakat yang baik. Kedua, bisa terfokus pada orientasi individu untuk mencetak output nya sebagai makhluk masa depan. Baik pertama maupun yang kedua, sesungguhnya penyumbang yang sama dalam terciptanya sebuah masyarakat ataupun umat yang beradab.

Oleh sebab itu, tidak salah jika dikatakan bahwa perempuan adalah gerbang penentu sebuah peradaban.

Maka apakah gerakan feminime ini adalah solusi? Kita ketahuai bahwa setiap aturan yang dibangun oleh manusia pasti ada kelemahannya. Feminisme hanya mengurusi kepentingan sebagian kecil perempuan. Mengapa gagal? karena ide ini pun dibuat oleh manusia untuk manusia. Manusia yang saat mati pun butuh orang lain untuk mengurusinya. Apalah kita hanya manusia, membuat aturan yang jelas menyimpang dari fitrah-Nya. 

Itulah mengapa sistem aturan yang diadopsi dari kafir Barat tak layak untuk dijadikan pedoman dalam menjalani kehidupan. Allah telah menerangkan dalam firman-Nya:

Al-Qur'an Surah Al-Anfal Ayat 20:

يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْۤا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ وَلَا تَوَلَّوْا عَنْهُ وَاَ نْـتُمْ تَسْمَعُوْنَ

Artinya: "Wahai orang-orang yang beriman! Taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu berpaling dari-Nya, padahal kamu mendengar (perintah-perintah-Nya)."

Al-Qur'an surah Ali Imran ayat 32:

قُلْ اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَا لرَّسُوْلَ  ۚ فَاِ نْ تَوَلَّوْا فَاِ نَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْكٰفِرِيْنَ

Artinya: "Katakanlah (Muhammad), 'Taatilah Allah dan Rasul. Jika kamu berpaling, ketahuilah bahwa Allah tidak menyukai orang-orang kafir'."

Islam adalah agama yang sempurna, mengatur seluruh aspek kehidupan sesuai dengan fitrah-Nya. Setiap aturan yang Allah tetapkan pastinya menjamin keadilan dan kebaikan. Allah telah menggariskan aturan-aturan sempurna dalam kehidupan sosial yang menjamin kehidupan yang suci dan produktif bagi laki-laki dan perempuan.

Sejarah telah membuktikan dan mencantumkan beberapa sosok  perempuan dalam Al-Qur'an. Sebagai contoh, pertama, Maryam 'alaihissalam yang disaksikan oleh malaikat-malaikat yang didekatkan (kepada Allah) (QS. Al-Muthaffifin: 21).

Kedua, Khadijah. Ia merupakan perempuan pertama yang mempercayai ajaran Islam. Ia juga yang selalu menemani Nabi Muhammad saw.

Ketiga, Fatimah Az-Zahra yang memiliki perhatian besar terhadap persoalan umat sampai mengingatkan para pemimpin masyarakat agar memperhatikan tanggung jawab dan menunaikan tugas-tugasnya.

Dan masih banyak lagi sosok perempuan yang patut dicontoh. Mereka semua adalah citra dari peradaban Islam yang terdepan. Maka sistem Islam-lah yang layak dijadikan acuan dalam menjalani ranah kehidupan. 
Wallahualam bissawab.

Sumber  :
Ismail Adam Patel, Perempuan, Feminisme dan Islam,Bogor Pustaka Thgariqul Izzah, 2007
Https://Www.Researchgate.Net/Publication/293821955_Feminisme_Sebagai_Teori_Dan_Gerakan_Sosial_Di_Indonesia
Https://Thisisgender.Com/Feminisme-Dan-Kehancuran-Peradaban-Manusia/

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama