Oleh. Annisa Fitri 
Aktivis Dakwah


Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh manusia. Tidak hanya manusia tapi semua jenis makhluk hidup sangat ketergantungan dengan air. Keberadaan air menjadi sangat penting karena menjadi kebutuhan yang pokok dan mendasar, tanpanya manusia ataupun makhluk hidup lainnya bisa mengalami kerusakan bahkan kematian. Akan tetapi kondisi saat ini begitu pelik, air yang harusnya menjadi hak untuk setiap makhluk hidup malah menjadi suatu komoditas yang dikomersilkan.

Seperti yang terjadi baru-baru ini tarif layanan Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM mengalami kenaikan. Salah satu wilayah yang dicanangkan untuk menaikkan tarif layanan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) adalah kota Surabaya, yang awalnya Rp600 menjadi Rp2600 per meter kubik. Hal ini disampaikan langsung oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi saat berada di Ruang Kerja Balai Kota Surabaya pada Kamis 24 November 2022 dan akan direalisasikan pada Januari 2023.(Suarasurabaya.net).

Kenaikan tarif PDAM juga terjadi di Indramayu, kenaikan ini mencapai 30%. Berbagai kalangan termasuk para perempuan yang tergabung dalam KPI atau Koalisi Perempuan Indonesia melakukan penolakan terhadap rencana kenaikan tarif air bersih di Perumdam Tirta Darma Ayu Kabupaten Indramayu. Penolakan tersebut disampaikan dalam audensi di gedung DPRD Indramayu kepada wakil rakyat pada Jumat 27 Januari 2023.(Repjabar.republika.co.id)

Berbagai alasan disampaikan oleh pemerintah setempat terkait kenaikan tarif layanan PDAM, mulai dari adanya upaya perbaikan kwalitas air, hingga wacana kenaikan ini hanya untuk beberapa golongan tertentu dan disampaikan juga bahwasanya masyarakat dengan kriteria miskin atau yang tidak menggunakan air melebihi 20 meter per kubik maka tarif akan tetap sama dengan yang sebelumnya. lantas apakah kebijakkan ini dapat menyejahterakan masyarakat? 

Padahal air merupakan kebutuhan pokok sekaligus harta milik umum, akan tetapi negara menswastanisasi air tersebut dan mengkomersilkannya kepada masyarakat. Inilah bentuk kezaliman akibat penerapan sistem kapitalisme oleh pemerintah, sistem ini melegalkan liberalisasi sehingga sumber daya alam termasuk air dapat dimiliki oleh individu dan kekayaan milik umum yang seharusnya bisa dinikmati semua kalangan masyarakat malah dijadikan ladang bisnis. 

Penguasa kapitalisme tunduk kepada para swasta pemilik modal yang sumber daya alam dikelola oleh swasta, walaupun dikelola oleh negara, tetap saja akan ada keterlibatan swasta dalam kerja samanya. Sehingga dalam pengelolaan dan pelayanannya menganut prinsip untung rugi, karena negara juga butuh pemasukan anggaran. Maka tidak heran dimana seharusnya pelayanan air bersih gratis untuk semua kalangan menjadi berbayar. 

Sungguh sangat berbeda dengan aturan didalam Islam, mengingat sebuah hadis Rasulullah SAW bahwa :

 الْمُسْلِمُونَ شُرَكَاءُ فِي ثَلَاثٍ فِي الْمَاءِ وَالْكَلَإِ وَالنَّارِ وَثَمَنُهُ حَرَامٌ قَالَ أَبُو سَعِيدٍ يَعْنِي الْمَاءَ الْجَارِيَ

Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yakni air, padang rumput dan api. Dan harganya adalah haram. Abu Sa'id berkata, Yang dimaksud adalah air yg mengalir. [HR. Ibnumajah No.2463] Didalam hadist ini jelas dikatakan bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki individu termasuk air.

Terkait kepemilikkan umum ini Imam at-Tirmidzi juga meriwayatkan dari Abyadh bin Hammal, Abyadh pernah meminta izin untuk mengelola tambang garam, dan Rasulullah menyetujuinya. Kemudiaan rasulullah diingatkan oleh seorang sahabat, “wahai Rasulullah, tahukah anda, apa yang telah anda berikan kepada dia? Sungguh anda telah memberikan sesuatu yang bagaikan air mengalir (mau al-iddu)” (HR al-Bukhari). Rasulullah kemudian bersabda, “Ambil kembali tambang tersebut dari dia.” (HR at-Tirmidzi), dan melarang tambang tersebut dikelola oleh pribadi atau individu.

Di dalam Islam kepemilikan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu: kepemilikan individu (al-milkiyah al-fardhiyah), kepemilikan umum (al-milkiyah al-ammah), dan kepemilikan Negara (milkiyah ad-daulah). Rasulullah SAW telah menjelaskan salah satu dari jenis-jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan umum (al-milkiyah al-ammah), maksudnya adalah bahwa semua manusia berserikat dalam kepemilikan sesuatu ini sehingga masing-masing dari mereka memiliki hak untuk memanfaatkannya , sebab sesuatu itu tidak dikhususkan untuk memiliki individu tertentu, dan mencegah orang lain untuk memanfaatkannya sendiri.

Oleh karena itu Asy-Syâri’ atau Sang pembuat hukum yakni Allah SWT telah mewakilkan tugas pengelolaan dan pengaturan kepemilikan umum (al-milkiyah al-âmmah) tersebut kepada negara sebagai wakil rakyat, sehingga semua rakyat bisa memanfaatkannya dan mencegah individu-individu tertentu dari mengontrol dan menguasainya. Semua itu untuk melindungi hak-hak rakyat, menjaga stabilitas masyarakat, serta untuk menjamin ketenangan dan kesejahteraan semua individu rakyat.

Dengan demikian kenaikkan tarif PDAM ini merupakan persoalan sistemik, dan harus diselesaikan dengan solusi yang sistemik pula, yaitu dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh. 
Wallahualam bissawâb. []

Post a Comment

أحدث أقدم