Oleh Arda Sya'roni


Manusia, itulah kita. Manusia adalah salah satu dari sekian banyak makhluk ciptaan Allah. Manusia memang diciptakan begitu sempurna dibanding makhluk lain karena adanya akal dan hati nurani. Namun, manusia tetaplah tidak akan pernah sempurna, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah semata. Manusia masih kerap diliputi oleh salah dan khilaf. Manusia pun hanya bisa menerima takdir Allah, meski dengan ikhtiar dan doa yang dilangitkan, takdir itu pun bisa berubah. 

Adapun takdir Allah meliputi qadha dan qadar. Kita sebagai hamba Allah wajib mengimaninya sebagaimana dicantumkan dalam rukun iman keenam, yaitu iman kepada qadha dan qadar Allah. Namun, apa itu qadha dan qadar Allah? Dan apa beda keduanya?

Qadha dan Qadar

Qadha adalah kejadian-kejadian yang berada di luar kuasa manusia untuk memilihnya, baik yang bersifat sunnatullah seperti warna kulit, bentuk tubuh dan semisal itu, maupun yang bukan termasuk sunnatullah seperti musibah yang menimpa kita.

Sedang qadar adalah potensi yang Allah berikan pada benda. Potensi tersebut tidak dapat diubah kecuali Allah mencabut potensi benda tersebut seperti api yang bersifat panas dan Allah mencabut potensi panas tersebut saat api membakar Nabi Ibrahim.

Manusia tidak dimintai pertanggungjawaban atas qadha dan qadar Allah, tetapi dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dilakukan pada qadha dan qadar yang Allah berikan. Misalnya pada siapa kita dilahirkan, tentu kita tidak bisa memilihnya dan kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas hal tersebut. Namun, kita akan dimintai pertanggungjawaban pada apa yang kita lakukan pada orang tua kita, apakah berbakti atau durhaka?


Manusia sebagai Khalifah di Muka Bumi 

Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan Allah yang diciptakan dengan begitu sempurna. Dengan akal dan hati nurani yang dimiliki, manusia diciptakan Allah sebagai khalifah di muka bumi yang diberi amanah untuk menjaga keseimbangan alam semesta, menjaga kelestarian bumi serta kesejahteraan bagi seluruh makhluk. 

Manusia juga memegang peranan penting dalam berinteraksi dengan alam semesta, manusia dan kehidupan. Walau tercipta dari tanah, namun akal yang dikaruniakan Allah kepada manusia inilah yang menjadikan manusia adalah makhluk yang mulia. Bahkan saat penciptaannya, malaikat dan jin pun diperintahkan untuk sujud kepadanya, bukan untuk menyembahnya namun sebagai bentuk kepatuhan atas perintah Allah semata. 

Penciptaan manusia sendiri adalah untuk menjadi khalifah di muka bumi, seperti yang termaktub dalam QS Al Baqarah:30, yaitu :

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَل فِيهَا مَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

 “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang Khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (Khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah : 30)

Naluri-naluri pada Manusia

Allah menciptakan manusia dengan sempurna disertai dengan akal, kebutuhan jasmaniah dan seperangkat naluri yang melekat kepadanya. Bila kebutuhan jasmaniah semisal lapar, haus ataupun mengantuk tidak kita penuhi kebutuhannya, maka lambat laun hal tersebut akan menimbulkan kematian. Berbeda dengan naluri yang melekat pada manusia. Bila naluri-naluri ini tidak terpenuhi dengan sempurna, maka tidak menimbulkan kematian, tetapi akan menyebabkan gundah dan resah di hati.

Adapun naluri-naluri tersebut adalah berupa : 

1. Gharizatun Tadayyun atau naluri untuk mengkultuskan sesuatu. Naluri ini membuktikan bahwa manusia itu lemah dan butuh bergantung dengan yang lebih daripadanya, sehingga menyebabkannya menyembah sesuatu yang diyakini akan membantunya keluar dari masalah yang dihadapinya. 

2. Gharizatun Nau' atau naluri berkasih sayang dan melestarikan keturunan. Naluri ini dapat berupa menyayangi anak, saudara, orang tua serta mempunyai keinginan untuk menjalin hubungan istimewa dengan sang kekasih hati. 

3. Gharizatun Baqo' atau naluri untuk mempertahankan diri. Naluri ini biasanya timbul saat seseorang terkoyak harga dirinya.  

Manusia memang diciptakan oleh Allah sempurna, namun sudah merupakan sebuah sifat suatu ciptaan maka manusia tetaplah sebagai makhluk yang terbatas, tergantung pada sesuatu yang lain, lemah dan serba kurang. Berbeda dengan Allah sebagai penciptanya yang bersifat azali yaitu tidak berawal dan tidak berakhir, tidak bergantung,  serta wajibul wujud atau wajib adanya. 

Sebagai makhluk Allah yang mulia bukan berarti manusia tak pernah melakukan kesalahan ataupun bebas berkehendak sesuka hati. Manusia tetaplah harus bertindak sesuai apa-apa yang diperintahkan Allah serta menjauhi apa-apa yang dilarang oleh Allah. 

Semua perintah dan larangan ini telah diatur melalui petunjuk yang telah diberikan melalui Rasulullah dan dirangkum dalam Al Qur'an dan Hadis. Kedua sumber hukum inilah yang patut dijadikan sandaran manusia dalam melangkah menjalani kehidupannya, dalam mencari solusi atas segala permasalahan yang timbul, dalam mengatur kehidupan yang terkait dengan habluminafsi (hubungan manusia dengan dirinya), habluminallah (hubungan manusia dengan Allah), dan habluminannaas (hubungan manusia dengan manusia). 

Uqdatul Kubra

Kehidupan dunia yang gemerlap, melenakan, dan penuh senda gurau seringkali membuat manusia lalai akan asal mula dirinya diciptakan, apa tujuan dirinya diciptakan dan bahwa akan ada sebuah pertanggungjawaban atas segala amalan yang telah dilakukan sepanjang hidup di dunia. Hanya dengan pemahaman yang sahih melalui pola berpikir mustanir manusia bisa menjawab 3 pertanyaan besar (uqdatul kubra) yang kelak menjadi dasar pemikirannya untuk menjalani kehidupan di dunia, yaitu: 

1. Dari mana manusia berasal? 

2. Untuk apa diciptakan? 

3. Kemana setelah mati? 

Apabila uqdatul kubra ini sudah terjawab, maka bisa dipastikan takkan ada lagi kegalauan di hati manusia, yang ada hanyalah kepastian bahwa Allah akan selalu membersamai. Satu-satunya hal yang diharapkan hanyalah rida Allah. Semua aktifitas yang dilakukannya akan selalu mengharap rida Allah semata agar berbuah pahala dan keberkahan bagi dirinya. Rida Allah ini baginya adalah sebuah tiket menuju surga.

Setelah mengetahui semua hal tentang penciptaan manusia mulai dari tujuan penciptaan, asal mula penciptaan, dari mana dan kemana manusia akan kembali, maka manusia yang berpikir cemerlang akan menyadari siapa dirinya sebenarnya. Tak ada lagi alasan untuk menyombongkan diri, mengharap pujian dari manusia lain, berbuat zalim baik pada dirinya sendiri maupun pada orang lain. 

Mari kita saling berlomba dalam kebaikan, dalam mengejar cinta dan rida Allah semata. Menjadikan Rasulullah sebagai idola dan panutan yang mendasari segala aktifitas kita agar pahala dan rida Allah selalu tercurah untuk kita. Fastabiqul khairat! Waallahualam bissawab. [] 

Sidoarjo, 29 Juni 2023

Post a Comment

أحدث أقدم