Oleh Diah Setyarini
Aktivis Muslimah 


Sebanyak enam orang warga di Distrik Agandugume dan Lambewi Kabupaten Puncak Papua Tengah dilaporkan meninggal dunia karena kelaparan. Kelaparan terjadi akibat musim kemarau panjang yang terjadi di daerah tersebut sejak bulan Juni 2023. Korban meninggal dalam kondisi lemas, mereka terkena diare, panas dalam, sariawan, dan sakit kepala. 

Badan Meteorologi dan Geofisika menjelaskan kondisi kekeringan di perkirakan akan terjadi sampai dua bulan ke depan. Sementara itu menurut data kementrian sosial ada 7.500 jiwa yang berdampak kekeringan. Imbasnya mereka mengalami kelaparan dan gagal panen.

"Diperkirakan musim kemarau terjadi hingga September. Ini karena intensitas hujan rendah." Kata kepala stasiun klimatologi Jayapura Sulaiman. (Kompas.com, 28/07/2023)

Dia mengklaim telah memberitahu pada pemerintah mengenai hal ini, supaya pemerintah daerah bisa mengantisipasi dampak dari terjadinya kekeringan.

"Para korban meninggal dunia Karena tidak ada makanan dampak dari musim kemarau. Bahkan makanan tidak dapat di distribusikan lantaran maskapai penerbangan tidak mau terbang ke daerah tsb, karena gangguan Keamanan dari Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB)." Jelas Bupati Willem dalam keterangan persnya kepada wartawan. (Viva.co.id, 30/7/2023)

Menyoroti hal di atas Direktur Pamong Institute Drs. Wahyudi Al-Maroky, M.si mengatakan visi negara melindungi rakyat gagal. Menurutnya apapun alasannya sulit diterima bagi orang beradab, melihat situasi di era modern ini orang mati karena kelaparan. "Begitu banyak alat transportasi dan sumber makanan di negri ini, apa yang menjadi hambatan sebenarnya bisa diantisipasi, negara tidak boleh kalah gara gara gangguan keamanan" cetusnya. 

Sungguh sangat menyedihkan ketika sebuah negara yang dikenal dengan gunung emas, ternyata masyarakatnya tidak bisa memenuhi kebutuhan hidupnya hanya untuk makan saja tidak terpenuhi.
Wilayah Papua tidak hanya memiliki emas saja tapi penghasil bahan tambang lainnya, seperti batubara, besi, minyak bumi dan gas alam.
Ini semua terjadi karena sistem ekonomi sekuler kapitalisme, yang memisahkan urusan agama dengan kehidupan.

Menurut Syekh Taqiyuddin An Nabani, kapitalisme dalam kitab Nizhamul Islam bab Qiyadah Fikriyah menjelaskan bahwa kapitalisme hanya menjamin kesejahteraan individu bukan masyarakat. Sehingga penguasa dalam kapitalis hanya mencukupkan kebutuhan pokok warga berdasarkan angka produksi pangan secara nasional.

Negara seolah-olah abai akan tanggung jawabnya dalam memenuhi seluruh hak rakyatnya. Demikian juga dengan kebijakan yang dikeluarkan, hanya manis di depan saja, agar terlihat seolah-olah negara benar-benar telah memenuhi tanggung jawabnya dalam mengurus rakyat.

Di dalam Islam, negara merupakan penanggung jawab dalam mengurusi hajat rakyatnya yaitu sebagai raa’in (pelayan/pengurus) dan junnah (pelindung). Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Imam (khalifah) raa’in (pengurus hajat hidup rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Muslim dan Ahmad) 

Tidak seperti sistem saat ini, khilafah tidak akan memiliki mental pencitraan. Sebab, mereka paham, bahwa kekuasaan yang dibebankan kepada mereka adalah sebuah amanah dalam mengurus kebutuhan rakyat dengan menjalankan syariat Islam.

Pemimpin dalam pandangan Islam adalah pelayan. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw. “Seorang imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Semua itu tidak akan pernah terjamin selain diterapkannya syariat, meski membutuhkan perjuangan. Namun ini satu-satunya jalan yang Rasulullah wariskan, menjalani thariqah hingga terwujud wadah tersebut atas pertolongan Allah Swt. Islam solusi tuntas atasi masalah umat seluruh dunia. 
Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

أحدث أقدم