Oleh Ummu Syakira 
Muslimah Peduli Negeri


Pemerintah mengurangi sasaran penerima bansos beras. Jumlah itu berkurang dari 21,3 juta menjadi 20,66 juta keluarga penerima manfaat (KPM). Terkait alasan pengurangan bansos karena penerima meninggal dunia, pindah lokasi, dan dipandang sudah mampu. Alasan ini layak dipertanyakan. Kalaupun pindah masih dalam wilayah Indonesia tentunya. Sementara jika menjadi mampu, rasanya kecil kemungkinannya apalagi dalam masa ekonomi melambat pascapandemi dan mahalnya bahan pangan. (CNN Indonesia, 30-10-2023)

Sungguh ironis, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan pada Maret 2023. Pada bulan tersebut, persentase penduduk miskin mencapai sebesar 9,36% atau mencapai 25,9 juta orang. Artinya jika bansos itu mengacu pada data kemiskinan BPS, maka seharusnya bukan dikurangi tetapi ditambah. Karena realitasnya penduduk miskin Indonesia sudah mencapai 25,9 juta orang, sementara yang mendapatkan bansos hanya hampir 21 juta orang. (Kontan, 17-7-2023)

Ditambah indikator kemiskinan yang ditetapkan oleh negara hari ini justru kontradiktif dengan kemampuan pemenuhan kebutuhan pokok yang harus terpenuhi secara minimalis pada setiap individu orang. Yakni dengan dasar perhitungan tingkat kemiskinan versi BPS adalah penduduk dengan penghasilan Rp550.458/orang/bulan dalam rumah tangga. Artinya setiap orang dengan nominal kebutuhan kurang dari Rp20.000/hari itu baru dianggap miskin, padahal ketika menilik harga sembako yang kian melambung, tentu uang Rp20.000/hari tidak akan mencukupi bahkan untuk pemenuhan kebutuhan pokok sekalipun. Belum lagi ketika harus membayar biaya pendidikan maupun pemenuhan biaya kesehatan, tentu akan makin tidak mencukupi.

Sehingga standardisasi BPS untuk menentukan kemiskinan itu sejatinya merupakan standar yang sangat minim sekali. Bahkan menteri keuangan Sri Mulyani khawatir, karena menurut Model penghitungan garis kemiskinan oleh Bank Dunia, melalui ukuran paritas daya beli atau Purchasing Power Parity (PPP), ketika garis kemiskinan adalah US$1,9 dan harus menggunakan US$3. Maka seketika 40% penduduk Indonesia menjadi miskin. (CNBC Indonesia, 11-5-2023)

Buah Kapitalisme

Sejatinya penyaluran bansos sejak lama sudah banyak masalah, mulai dari tidak semua keluarga miskin mendapatkan, tidak tepat sasaran, adanya penyunatan dana bantuan, korupsi, dan lain-lain. Dugaan manipulasi data pun tak bisa disingkirkan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat pada Maret 2023 yang lalu, terdapat sekitar 23,8 ribu penerima manfaat bekerja sebagai aparatur sipil negara (ASN), miris sekali.

Inilah buah dari penerapan sistem kapitalisme sekuler hari ini. Kapitalisme mengukur kesejahteraan hanya berdasarkan pada Gross National Product (GNP), yang merupakan nilai semu. Sehingga berimbas pada kebijakan tambal sulam yang tidak pernah menyentuh akar permasalahan kemiskinan. Kesejahteraan tidak diukur dari terpenuhinya kebutuhan pokok individu per individu rakyat. Bahkan di wilayah yang kaya akan sumber daya alam pun, rakyatnya mengalami kelaparan seperti di Papua.

Negara di dalam sistem kapitalisme sekuler ketika menyelesaikan masalah kemiskinan hanya sebagai lip service, untuk menutupi kebijakan zalimnya kepada rakyat dengan memberikan bansos. Padahal hak rakyat yang harusnya mereka dapatkan dari sumber kekayaan alam yang melimpah itu mereka kuasai sendiri bersama para oligarki. Akhirnya rakyat diam ketika melihat kebijakan zalim dari penguasa. Bahkan kekritisan para mahasiswa dan aktivis intelektual juga dibungkam dengan isu radikalisme dan program moderasi beragama yang membuat mereka lalai akan kewajibannya untuk mengkritisi penguasa yang zalim dalam memberikan kebijakan kepada rakyatnya. Lihat saja hari ini, kala harga beras hingga gula meroket, dan kenaikan BBM sekalipun tak juga membuat mereka turun lapangan untuk mengingatkan penguasa. Sungguh menyedihkan.

Jaminan Sejahtera Hakiki

Padahal Islam mewajibkan negara peduli nasib rakyat bahkan menjamin kesejahteraan rakyat individu per individu dengan berbagai mekanisme. Baik mekanisme langsung maupun tidak langsung. Mekanisme langsung, diterapkan dengan mewajibkan laki-laki untuk bekerja dengan menyediakan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi laki-laki, salah satunya dengan cara penguasaan pengelolaan kekayaan alam oleh negara sendiri. Kemudian memberikan bantuan langsung kepada individu yang tidak mampu atau lemah dan tidak memiliki wali untuk menafkahinya.

Sementara mekanisme tidak langsung, berupa jaminan biaya pendidikan gratis bagi seluruh rakyat tanpa pandang bulu, demikian pula dengan pemberian jaminan kesehatan gratis juga bagi seluruh rakyat. Tentu hal ini akan membuat para kepala keluarga hanya disibukkan untuk memenuhi kebutuhan pokok dan sekunder mereka. Dan ini dipastikan akan meringankan beban para kepala keluarga.

Selain itu, negara juga tidak akan membebani rakyatnya dengan pajak, karena negara telah memiliki anggaran masukan yang melimpah baik dari sumber pengelolaan SDA, harta fa'i, kharaj, ghanimah, ushur, zakat, dan sebagainya. Sehingga kebijakan pemberian bansos tidak akan diperlukan apalagi digunakan sebagai kebijakan untuk mengurangi kemiskinan. Karena dengan mekanisme pemenuhan kebutuhan secara langsung dan tidak langsung pada individu per individu rakyat itu secara otomatis akan menjamin kesejahteraan mereka, disamping jaminan pemberian kesehatan, pendidikan, dan keamanan gratis bagi rakyatnya.

Ini semua bukan mimpi bagi negara yang menerapkan Islam secara totalitas, yakni Khilafah Islamiah. Karena Khalifah yang merupakan pimpinan dari Khilafah adalah raain/pemimpin, yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinan pada rakyatnya kelak di Hari Akhir. Khalifah bahkan tidak akan segan-segan untuk turun tangan dalam menangani masalah kemiskinan, sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang rela memanggul gandum bagi penduduknya, seorang ibu yang anaknya kelaparan. Rasulullah pernah menyampaikan,

“Ketahuilah setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya atas yang dipimpin. Penguasa yang memimpin rakyat banyak dia akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, setiap kepala keluarga adalah pemimpin anggota keluarganya dan dia dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya, istri pemimpin terhadap keluarga rumah suaminya dan juga anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawabannya terhadap mereka, dan budak seseorang juga pemimpin terhadap harta tuannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadapnya. Ketahuilah, setiap kalian adalah bertanggung jawab atas yang dipimpinnya.” (HR Bukhari)

Karena itu Khalifah akan betul-betul bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyatnya individu per individu. Sistem Khilafah inilah jaminan hakiki bagi kesejahteraan rakyat. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama