Oleh Rosmita
Aktivis Muslimah


Yang kaya makin kaya. 
Yang miskin makin sengsara. 
Kata-kata di atas menggambarkan dengan jelas bagaimana kondisi riil ekonomi rakyat saat ini. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data angka kemiskinan di Indonesia pada Maret 2023 mengalami penurunan sebesar 0,21% dibandingkan pada September 2022. Saat ini angka kemiskinan mencapai 9,36% dari total populasi rakyat Indonesia. Artinya sebanyak 25,90 juta orang hidup dalam garis kemiskinan. 

Meskipun angka kemiskinan menurun, namun ketimpangan yang diukur berdasarkan gini ratio justru meningkat tajam.  

Jika rakyat Indonesia dibagi menjadi 3 kelompok maka, presentasinya adalah 20% kelompok masyarakat atas, 40% kelompok masyarakat menengah, dan 40% kelompok masyarakat bawah. Bukti terjadinya ketimpangan terlihat dari meningkatnya pengeluaran pada masyarakat kelompok atas. Sedangkan pengeluaran masyarakat kelompok menengah-bawah lebih lambat. (CNBCIndonesia, 18/7/2023) 

Hal ini sesuai dengan pernyataan presiden Jokowi bahwa peredaran uang di tengah masyarakat mengalami kekeringan karena perbankan lebih senang menghabiskan likuiditas untuk membeli surat berharga. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa peredaran uang pada Oktober 2023 hanya tumbuh 3,4%, dan ini merupakan yang terendah dalam sejarah Indonesia. 

Menurut survei konsumen yang dilakukan BI, Indeks tabungan masyarakat kelas bawah anjlok hingga 47,4%,  sedangkan indeks belanjanya naik. Kelompok bawah menghabiskan 62% konsumsinya untuk consumer goods. 

Sementara indeks tabungan kelompok menengah dan atas relatif stabil bahkan menguat. Kelompok menengah menghabiskan 61,4% untuk consumer goods, sedangkan kelompok atas menghabiskan 49,7% untuk consumer goods. Sisanya untuk hiburan dan bersenang-senang. (CNBCIndonesia, 1/12/2023) 

Miris melihat fakta di atas. Saat rakyat miskin kesulitan mendapatkan penghasilan, bahkan mengambil uang tabungan untuk sekadar makan dan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Sementara rakyat kaya pendapatan dan tabungannya terus mengalami peningkatan. Mereka juga tak segan-segan menggelontorkan uangnya untuk memenuhi hobi dan mendapatkan hiburan. 

Saat terjadi ketimpangan ekonomi, maka kesenjangan sosial akan semakin menganga lebar. Terlihat nyata bagaimana perbedaan hidup antara si miskin dan si kaya. Jika ketimpangan ekonomi tidak segera diatasi, maka akan muncul berbagai potensi masalah seperti angka kemiskinan yang semakin tinggi dan tingkat kesejahteraan yang semakin rendah. 

Penyebab Ketimpangan Ekonomi

Ada banyak faktor penyebab terjadinya ketimpangan ekonomi, mulai dari perbedaan penghasilan, perbedaan pendidikan, struktur ekonomi yang tidak merata, serta kesenjangan akses sumber daya alam. Namun faktor utama yang melatar belakangi semua itu adalah karena diterapkannya sistem kapitalisme. Dalam sistem kapitalisme, materi adalah standar kebahagiaan setiap orang. Maka tidak heran bila mereka berlomba-lomba untuk mengumpulkan materi sebanyak-banyaknya tanpa mempedulikan halal dan haram. Apalagi dalam  sistem kapitalisme tidak ada aturan yang jelas mengenai harta yang boleh dimiliki individu, harta milik umum dan harta milik negara. Sehingga siapa saja boleh memiliki apa saja tanpa ada batasan, apalagi bila dia memiliki modal dan kekuasaan. 

Sistem kapitalisme juga melahirkan kebijakan-kebijakan yang menyengsarakan rakyat. Diantaranya melegalkan pengelolaan sumber daya alam oleh pihak swasta. Maka tidak heran jika kekayaan alam di negeri ini hanya dinikmati oleh segelintir orang yaitu para pengusaha dan penguasa. Sedangkan rakyat kecil hanya bisa gigit jari. 

Sistem kapitalisme juga melahirkan manusia yang individualis dan egois, yang hanya memikirkan diri sendiri dan keluarganya. Bila dia seorang pejabat tidak peduli dengan kesulitan rakyat yang penting hidupnya dan keluarganya sejahtera, kalau bisa tujuh turunannya jangan sampai susah. Maka berbagai cara mereka lakukan agar bisa mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya, lalu mereka gunakan untuk membeli aset berharga dan foya-foya. Mereka enggan untuk berbagi dengan orang lain karena merasa hartanya adalah hasil kerja kerasnya. 

Sistem Islam Mewujudkan Kesejahteraan

Berbeda dengan sistem Islam. Islam membagi harta mejadi 3 jenis ada harta milik individu, harta milik umum dan harta milik negara. Harta milik individu adalah harta yang boleh dimiliki secara pribadi seperti rumah, tanah, perhiasan dan kendaraan. Sedangkan harta milik umum adalah harta yang tidak boleh dimiliki individu, tapi harus dikelola oleh negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat seperti air, padang rumput, dan api. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw.: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal yaitu, air, padang rumput dan api. (HR Abu Dawud) 

Sedangkan harta milik negara adalah harta yang merupakan hak seluruh kaum Muslim, namun pengeolaannya menjadi wewenang Khalifah seperti fai, kharaj, dan jizyah. 

Sistem Islam tidak membatasi kepemilikan berdasarkan kuantitasnya, melainkan berdasarkan cara perolehannya. Seorang muslim boleh memiliki harta sebanyak-banyaknya asal didapat dengan cara yang halal. 

Dalam Kitab Sistem Ekonomi Islam karya Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani dijelaskan, ada lima sebab-sebab kepemilikan harta yang dibolehkan Islam:
1. Bekerja. 
2. Pewarisan. 
3. Kebutuhan akan harta untuk menyambung hidup. 
4. Pemberian harta negara untuk rakyat. 
5. Harta yang diperoleh oleh seseorang tanpa mengeluarkan kompensasi berupa harta atau tenaga. 
Maka selain lima hal di atas tidak diperbolehkan. 

Selain itu sistem Islam akan melahirkan manusia-manusia yang bertakwa, yang menjadikan standar kebahagiaannya adalah ridha Allah. Sehingga segala aktifitasnya akan selalu terikat dengan hukum syara. Bila ingin mendapatkan harta, maka dia akan mencari dengan cara yang halal yang dibolehkan syariat. Baginya harta adalah titipan dari Allah. Bila dia memiliki harta yang berlimpah, maka akan digunakan untuk mencari ridha Allah dengan cara mengeluarkan zakat, berinfak dan sedekah. Dengan keyakinan seperti ini, maka ketimpangan ekonomi dapat diatasi. 

Apalagi bila sumber daya alam dikelola oleh negara dan hasilnya diberikan kepada rakyat, sudah pasti rakyat akan sejahtera. Terbukti pada masa kekhilafahan Umar bin Abdul Aziz, rakyat yang hidup di bawah naungan daulah hidup sejahtera sehingga tidak ada lagi yang mau menerima zakat karena sudah terpenuhi segala kebutuhan hidupnya. 
Wallahualam bisawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama