Oleh Nurul Lailiya 
Pendidik Generasi


Julukan Zamrud Khatulistiwa terasa begitu membanggakan dulu. Julukan itu disematkan untuk Indonesia karena memiliki luas hutan yang luar biasa, sehingga bila dilihat dari ketinggian tertentu wilayah Indonesia tampak sebagai wilayah yang hijau karena banyaknya pepohonan yang tumbuh mirip zamrud. Hutan seluas itu tentu saja memiliki peran sebagai penyumbang oksigen yang tidak dapat dipandang sebelah mata. Seperti kita ketahui bahwa oksigen adalah unsur yang dibutuhkan manusia untuk bernapas. Bisa kita bayangkan bila jumlah oksigen itu semakin berkurang.

Selain itu keberadaan hutan juga mempengaruhi suhu udara di sekitar kita. Semakin rimbun hutan kita maka suhu udara yang ada semakin sejuk dan sebaliknya. Tentu kita tidak menginginkan tinggal dengan udara yang panas serta berdebu karena menyebabkan suasana gerah dan tidak nyaman sehingga mengganggu aktivitas, dan udara panas  juga menyebabkan berbagai penyakit. Maka kita wajib menjaga kelestarian hutan demi kelangsungan hidup manusia.

Kewajiban menjaga lingkungan ini sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS Al-A’raf ayat 56:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Lantas muncul pertanyaan, apakah bangsa ini telah melanggar larangan itu? Global Forest Review dari World Resources Institute (WRI) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang paling banyak kehilangan hutan primer tropis (humid tropical primary forest) dalam dua dekade terakhir. Adapun luas wilayah hutan yang hilang adalah sekitar 10,2 juta hektare. Luas ini menempati posisi kedua setelah Brasil yang kehilangan hutan seluas 29,5 juta hektare. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Sistem Terintegrasi Neraca Lingkungan dan Ekonomi Indonesia 2018-2022, luas hutan berkurang karena berbagai faktor di antaranya peristiwa alam, penebangan hutan, dan reklasifikasi area hutan. (Databoks Katadata, 19/01/2024)

Data tersebut telah menjelaskan bahwa ternyata bangsa ini telah melanggar aturan Allah Swt. pada QS Al A’raf ayat 56 dengan melakukan penebangan dan reklasifikasi area hutan. Penebangan hutan yang sesuai prosedur tentu tidak akan menimbulkan masalah karena telah mempertimbangkan berbagai hal. Maka penebangan yang menimbulkan hilangnya wilayah hutan primer tropis adalah penebangan yang tidak sesuai prosedur. Adanya alih fungsi hutan mengakibatkan bencana dan kesulitan hidup rakyat.

Selain itu muncul kesenjangan antara kelestarian lingkungan dan pembangunan di Indonesia. Terdapat beberapa proyek pembangunan negeri ini yang tidak memperhatikan kelestarian lingkungan. Akhirnya daerah resapan air itu hilang dan mengakibatkan bencana alam. Adapun alasan kuat dilaksanakannya pembangunan tersebut adalah adanya keuntungan yang ingin diraih sebagai tujuan utama. Para pelaku proyek tidak memedulikan akibat dari adanya kerusakan itu. Padahal rakyat kecil yang menjadi korban bencana alam tersebut.

Masalah tersebut terjadi karena negara berlepas tangan dari kewajibannya sebagai pelindung umat. Negara berlepas tangan karena dibelenggu oleh berbagai kepentingan sehingga mengeluarkan berbagai peraturan yang berpihak pada para penguasa yang dulu mendukung mereka hingga menduduki posisi sekarang.

Dalam Islam, hutan adalah milik umum yang berarti wajib dikelola negara agar terjaga kelestariannya dan tetap dapat membawa manfaat untuk umat. Islam mempunyai berbagai mekanisme untuk menjaga kepemilikan umum, termasuk hutan. Penguasa dalam Islam mengelola hutan sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya serta menyadari akan adanya pertanggungjawaban atas amanah ini. Dengan Islam, Zamrud Khatulistiwa Indonesia yang hilang itu bisa ditemukan kembali. Allahu Akbar!

Post a Comment

أحدث أقدم