Oleh Yuli Ummu Raihan
Aktivis Muslimah Tangerang


Menjadi seorang ibu merupakan fitrah dan dambaan setiap perempuan. Bisa hamil, melahirkan, menyusui hingga membersamai setiap detik tumbuh kembang sang buah hati adalah sebuah kebanggaan dan kebahagiaan. Tapi hal ini nyatanya tidak berlaku bagi seorang ibu berinisial  R  38 tahun di Desa Membalong, Kabupaten Belitung yang tega membunuh dan membuang bayi yang baru saja dia lahirkan.

Kamis 18 Januari 2024 lalu menjadi hari yang tragis bagi  bayi  yang tidak berdosa tersebut. Mirisnya suami pelaku mengaku tidak mengetahui kehamilan istrinya, bahkan istrinya melahirkan bayi seorang diri di kamar mandi lalu membuangnya di pondok kebun warga yang berjarak sekitar tiga meter. (Bangkapos.com, 23/1/2024)

Menurut pelaku motif pembunuhan dilakukan karena tidak memiliki biaya untuk membesarkannya. Wanita tersebut sudah memiliki dua anak sementara suami hanya bekerja sebagai buruh. (Kumparan.com, 24/1/2024)

Kasus R ini bukanlah yang pertama, jika kita cari di mesin pencari Google "kasus ibu membunuh anak" maka akan kita jumpai banyak sekali kasus serupa. Mayoritas kejadian ini dipicu karena masalah ekonomi. Sistem kapitalisme yang saat ini diterapkan telah nyata mematikan fitrah seorang ibu. Tidak hanya ibu, ayah pun sama. Orang yang seharusnya menjadi pelindung dan memberikan kasih sayang justru menjadi sumber derita dan penyebab kematian anaknya.

Faktor keimanan juga sangat berpengaruh dalam kasus ini. Seorang yang beriman seharusnya yakin bahwa setiap anak sudah ada jatah rezekinya, Allah SWT telah menjamin hal itu.

Allah telah tegas melarang  seseorang membunuh anaknya karena takut tidak bisa ia beri makan.  Allah SWT berfirman:

ÙˆَÙ„َا تَÙ‚ْتُÙ„ُوا Ø£َÙˆْÙ„َادَÙƒُÙ…ْ Ù…ِÙ†ْ Ø¥ِÙ…ْÙ„َاقٍ ۖ Ù†َØ­ْÙ†ُ Ù†َرْزُÙ‚ُÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ¥ِÙŠَّاهُÙ…ْ

“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al-An’am: 151)

Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Dosa apakah yang paling besar?’ Beliau menjawab, ‘Engkau menjadikan sekutu bagi Allah, padahal Dialah yang menciptakanmu.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau menjawab, ‘Engkau membunuh anakmu karena takut ia akan makan bersamamu.’ Aku bertanya lagi, ‘Kemudian apa?’ Beliau bersabda, ‘Engkau berzina dengan istri tetanggamu.’” (Muttafaqun ‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6001 dan Muslim, no. 86]

Anak itu sendiri adalah rezeki dari Allah. Betapa banyak di luar sana orang yang menunggu kehadiran buah hati, melakukan program hamil, berobat hingga melakukan prosedur bayi tabung dengan biaya yang tidak sedikit. Anak adalah amanah, ketika seseorang diberikan anak, berarti Allah percaya dia mampu.
Karena anak itu adalah amanah, maka kelak kita akan dimintai pertanggungjawaban atas pengasuhan dan pendidikan terhadap anak tersebut.

Ketahanan keluarga hari ini semakin rapuh. Keluarga hari ini telah kehilangan fungsinya, dan tidak mendukung perempuan untuk menjalankan fitrahnya. Sistem kapitalisme memaksa perempuan ikut menanggung beban ekonomi keluarga. Perempuan  yang asalnya tulang rusuk kini dipaksa menjadi tulang punggung keluarga. Kehadiran anak dianggap beban tambahan dan penghambat dalam usaha memperbaiki ekonomi. 

Sistem kapitalisme juga telah membentuk masyarakat yang individualis. Mereka sibuk memikirkan nasib masing-masing. Bahkan kerabat dekat serta tetangga tidak peduli dengan kesusahan yang dialami perempuan. Apalagi dalam kondisi hamil dan pasca melahirkan yang sangat rentan terganggu emosinya (baby blues). Bahkan banyak suami yang melalaikan tanggung jawab baik secara ekonomi maupun perhatian dengan kondisi sang istri. Istri menanggung beban berat itu sendiri. Sehingga ia merasa stres hingga depresi dan memilih membunuh anaknya atau bunuh diri.

Kondisi ini diperparah dengan abainya negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya. Penguasa hanya bisa menebar janji manis tanpa bukti. Rakyat terus saja gigit jari dan sakit hati akibat kebijakan yang tidak pro pada rakyat. Mereka sibuk beretorika tentang pertumbuhan ekonomi, Indonesia emas, investasi, digitalisasi dan lainnya. Padahal nyatanya banyak rakyatnya yang hidup dalam kemiskinan. Mereka hanya didata tanpa ada solusi berarti. Kalau pun ada bantuan tidak terlalu berpengaruh bagi kehidupan mereka. 

Ketika kasus ibu atau ayah membunuh anak terjadi, negara hanya mencatat, memberikan sanksi, tapi tidak mencarikan solusi bagi keberlangsungan hidup mereka. Seperti si ibu yang membunuh anaknya, jauh di lubuk hatinya pasti ada rasa penyesalan, sedih atas kehilangan anaknya. Ia juga harus kehilangan kebebasan karena dipenjara, sungguh kondisi yang sangat menyedihkan.

Islam Menjaga Fitrah Perempuan

Sebagai agama yang sempurna Islam memiliki serangkaian aturan yang memungkinkan fitrah seorang perempuan terjaga dan berjalan dengan baik.

Dalam Islam kedudukan seorang perempuan sangat berharga. Sebagai seorang anak, istri, dan ibu. Islam memuliakan peran wanita dengan menggambarkan betapa berat tugasnya. 

Allah SWT berfirman dalam QS. Luqman ayat 14 yang artinya: " Dan kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu."

Karena besarnya peran perempuan khususnya ketika ia menjadi ibu, maka negara menjamin kesejahteraannya dengan mekanisme penafkahan. 

Nafkah seorang perempuan ketika berstatus sebagai anak sepenuhnya tanggung jawab walinya yaitu ayahnya, saudara laki-laki, paman, dan kakeknya. Ketika ia telah berstatus seorang istri maka kewajiban nafkah beralih ke pundak suami. Dengan ini perempuan tidak harus bekerja, ia bisa optimal menjalankan tugas dan perannya. Ketika suami atau walinya tidak mampu menjalani kewajiban nafkah karena alasan syar'i, maka kewajiban ini beralih pada kerabat terdekat, jika mereka juga tidak mampu, maka negara akan mengambil alih tugas ini.

Islam juga menganjurkan umatnya agar saling tolong menolong dalam kebaikan. Maka sudah sepatutnya sesama muslim saling membantu meringankan beban saudaranya. Bantuan itu bisa berupaya perhatian, bantuan tenaga, memberikan tawaran pekerjaan bagi kepala keluarga. Memberi hadiah, sedekah atau utang ketika memang dibutuhkan. Memberikan nasehat, menjadi pendengar yang baik, serta solusi sesuai Islam.

Terakhir negara menyediakan lapangan pekerjaan agar kepala keluarga bisa mendapatkan uang untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Dalam Islam kesehatan, pendidikan, keamanan adalah hak semua rakyat dan kewajiban negara. Semua diberikan secara murah, bahkan gratis bagi semua warga negara. Kepala keluarga tidak akan sepusing hari ini karena harus menanggung semua kebutuhan hidup mulai dari makan, tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan lainnya. Belum lagi harga-harga yang semakin tinggi, pajak di sana sini, penghasilan mereka tidak akan pernah cukup untuk memenuhi itu semua.

Negara juga bisa memberikan santunan kepada warganya yang terkategori fakir atau miskin. Sistem ekonomi Islam telah mengatur hal ini. Sistem ekonomi Islam meniscayakan terwujudnya kesejahteraan bagi semua rakyatnya.

Semua ini tentu hanya akan bisa terwujud ketika aturan Islam diterapkan secara kafah dalam segala aspek kehidupan oleh sebuah institusi negara bernama Khilafah. Tapi sayangnya hari ini khilafah dinarasikan dengan buruk, padahal ketiadaan khilafah inilah yang menjadi sumber segala kesulitan dan kemaksiatan yang terjadi hari ini, termasuk matinya fitrah seorang ibu.
Wallahualam bissawab.[]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama