Oleh Siti Mukaromah
Aktivis Dakwah


Gula bukan lagi sekadar persoalan stok dan mahalnya harga. Kacaunya tata niaga gula di pasaran ternyata penyebab intervensi pemodal di tingkat kebijakan politik gula, dan menjadi persoalan sistemis yang bisa turut mempengaruhi.

Dikutip dari cnnindonesia.com. (19/4/2024), Kemendag ungkap biang kerok gula langka di ritel modern. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mengungkapkan biang kerok kelangkaan gula di ritel modern penyebab biang kerok kelangkaan gula di ritel modern belakangan ini. Direktur Perdagangan Dalam Negeri Isy Karim mengatakan, kelangkaan terjadi karena pelaku usaha kesulitan mendapatkan stok gula dari impor dan harga yang tinggi. Saat ini harga gula internasional sejatinya sudah turun namun, pasokan yang saat ini didapatkan menggunakan harga sebelum mengalami penurunan. Menurut data yang dimilikinya Isy menjelaskan, meski begitu stok gula konsumsi masih cukup bulan depan. Karena dari stoknya dari 300 ribu ton, di BUMN dan swasta lebih dari 330 ribu ton. Artinya, cukup untuk satu bulan, ketahanan stok berkisar 1,5 bulan hampir 2 bulan. Menurut Isy pemerintah dan pelaku usaha tengah membahas kelangkaan gula yang saat ini terjadi, namun memang soal ketersediaan berada pada ranah Badan Pangan Nasional.

Kelangkaan gula di sejumlah ritel modern dalam beberapa waktu terakhir, salah satunya terjadi di Indomaret di kawasan Otista, Jakarta Timur. Petugas Indomaret Ardita mengatakan, kelangkaan terjadi sejak beberapa waktu belakangan ini. Kekosongan juga terjadi di Alfamidi di kawasan yang sama. Pegawai bernama Vera mengatakan tempatnya pun pasokan gula kosong dalam beberapa hari terakhir, padahal banyak masyarakat yang mencari gula. Namun pemandangan berbeda terjadi di Alfamart Otista Raya, pasokan gula baru masuk. Harga di ketiga ritel tersebut dibanderol selanjutnya dengan harga yang sama, yakni 17.500 per kilogram. 

Kalau kita cermati gejolak harga gula ini tampak jelas adanya fenomena permainan harga. Dampak dari ketiadaan cadangan gula nasional beserta kendali di pihak pemerintah. Malah pedagang besar jadi begitu mudah menekan pemerintah dengan kata lain, lagi-lagi para kapitalis yang ternyata berperan lebih kuat mengendalikan fluktuasi harga gula di pasaran. Persoalan sistemis turut mempengaruhi tersebab intervensi kebijakan politik gula. Tidak heran, pemerintah mengambil solusi yang juga pada akhirnya memihak para pengusaha, bukan memihak rakyat luas.

Gula termasuk salah satu kebutuhan pokok masyarakat khususnya sebagai sumber kalori. Peran penting gula juga dapat dilihat dari sisi ketahanan dan keamanan pangan, luasnya keterkaitan dalam industri hilir, penyerapan investasi, industri makanan dan minuman,farmasi, particle board, dan bio energi.  Gula juga komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia.

Dalam negeri sendiri, permintaan gula terus meningkat. Dibandingkan dengan negara produsen gula dunia, Indonesia pada saat ini urutan ke-15 dari 60 negara produsen gula dunia. Tentu ini potensi menarik bagi dunia bisnis di dalam negeri sendiri.

Industri gula sejatinya adalah yang efektif dalam meningkatkan tenaga kerja dan rumah tangga di wilayah pedesaan. Terkait dengan sumber daya lokal industri gula dapat dikembangkan sebagai high value commodity bagi pemberdayaan ekonomi rakyat.

Keberadaan industri gula adalah aset ekonomi dan sekaligus sebagai aset sosial yang penting. Oleh sebab itu, realitas ini semestinya membawa konsekuensi ketersediaan gula bagi pemerintah untuk menjamin ketersediaan di pasar domestik, dengan tingkat harga yang terjangkau bagi seluruh pendapatan masyarakat.

Selain sebagai komoditas strategis, secara global gula adalah komoditas yang sarat dengan politis. Tercermin tingkat kepentingan terhadap peranan gula, dalam upaya setiap negara melindungi produksi gula domestiknya dari pengaruh internasional.

Pemerintah semestinya berandil lebih besar dibandingkan saat ini. Besarnya kemaslahatan di balik sektor pergulaan malah membuat pemerintah lebih memihak para kapitalis. 

Potensi keuntungan yang didapat dikeruk dari komoditas gula sangat tinggi dalam sistem ekonomi kapitalisme. Bagi kalangan kapitalis lain seputar impor gula juga menjadi lahan subur, yang tentu memperoleh rente impor ketika kebutuhan gula nasional mengandalkan impor.

Jelas semua ini berbeda dengan tata niaga yang diterapkan negara dalam IsIam. Negara dalam IsIam memahami bahwa gula salah satu bahan pangan pokok yang menjadikannya komoditas strategis. Pemimpin negara atau khalifah akan mengurus gula sebagai bagian dari urusan masyarakat secara keseluruhan.

Sebagaimana di jelaskan dalam sebuah hadis riwayat Muslim dan Ahmad, Rasulullah saw. bersabda, "Imam/khalifah adalah pengurus dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diutusnya".

Khalifah berperan menjamin terpenuhinya kebutuhan rakyatnya termasuk persoalan gula rakyat, menjamin ketersediaannya baik skala rumah tangga maupun industri. Khalifah memastikan pelaksanaan aspek hulu hingga hilir industri gula. Pengelolaan pertanian tanam tebu, dan pembangunan pabrik gula.

Khalifah juga memfasilitasi riset tekhnik produksi gula. Khalifah akan mendorong riset di sektor, jika memang ada tanaman tebu yang berpotensi menghasilkan gula. Begitu pula riset medis dan nutrisi, terkait konsumsi gula per individu. Penting bagi khalifah memastikan gula tidak hanya berakhir sebagai kambing hitam penyakit degeneratif, dan memastikan kecukupan stok dalam negeri pada saat harga gula mahal. Khalifah berperan mengawasi rantai pasokan, sehingga tidak ada pedagang yang berani memainkan harga. Melakukan penimbunan, memonopoli yang bisa menyebabkan mahalnya harga gula.

Khalifah memberikan subsidi kepada industri maupun rumah tangga rakyat. Agar mereka mampu membeli sesuai kebutuhan. Jika memang negara memerlukan impor gula, khalifah memastikan sifatnya sementara. Sehingga impor tidak akan menjadi basis kebutuhan gula di dalam negeri.
Wallahualam bisawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama