Oleh Ranti Nuarita, S.Sos.
Aktivis Muslimah


Berbagai bencana alam  menyapa negeri. Mulai dari banjir, gempa bumi, hingga lahar dingin datang silih berganti dalam jeda waktu yang tak lama. Banyak korban berjatuhan. Mengutip dari bbc.com (14/04/2024) Bencana banjir juga longsor di Sumatra Barat mengungkap praktik deforestasi yang semakin luas yang  terakumulasi setidaknya selama bertahun-tahun di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS).

Bahkan berdasarkan pantauan dan analisis terbaru citra satelit dari LSM Walhi Sumbar pada Agustus sampai Oktober 2023, terindikasi pembukaan lahan untuk penebangan liar terjadi di Nagari Padang Air Dingin, Kabupaten Solok Selatan, seluas 50 hektare. Selain itu temuan serupa juga berlangsung tepatnya di Nagari Sindang Lunang, Kabupaten Pesisir Selatan, seluas 16 hektare.

Selain itu, mengutip pula dari BBC Indonesia Selasa (14/5/2024) berita terbaru Sumatra Barat juga ditimpa banjir bandang juga lahar dingin Gunung Merapi.  Banjir tersebut menerjang tiga wilayah, yakni Kabupaten Agam, Kabupaten Tanah Datar, dan Kota Padang Panjang. Akibatnya, 52  orang meninggal dunia per hari Selasa.

Menurut informasi sebanyak 193 rumah di Kabupaten Agam dan 84 rumah di Tanah Datar mengalami kerusakan. Sejumlah infrastruktur, seperti jembatan dan masjid, juga rusak. Lalu lintas dari Kabupaten Tanah Datar menuju Padang dan Solok pun lumpuh total.

Kita perlu mencermati bahwa sejatinya bencana banjir  dan juga longsor di Sumbar, bukan sekadar karena tingginya tingkat curah hujan. Akan tetapi, ada hal lain yang menjadi penyebab. Yakni pembukaan lahan besar-besaran  juga penebangan liar. Pembukaan lahan besar-besaran yang punya andil besar pada peristiwa banjir ini. 

Alih fungsi lahan tersebab pembangunan masif dan tidak memperhitungkan dampak lingkungan, membuat debit air tidak tertampung secara normal. Belum lagi banyaknya sampah yang menumpuk turut memperparah kondisi ini,  lebih buruk dari itu salah satu hal yang memperparah bencana di Sumbar adalah pembangunan ilegal di Lembah Anai, Kabupaten Tanah Datar.

 Berdasarkan informasi daerah tersebut telah menjadi tempat wisata yang ramai, padahal Lembah Anai merupakan kawasan hutan lindung dan cagar alam. Sebab, daerah tersebut rawan bencana, banjir besar yang terjadi pada Sabtu lalu menyapu bersih kafe dan pemandian.Bencana pun akhirnya tidak terelakkan.

Mengingat bencana terus terjadi silih berganti, bahkan kasus banjir sudah berulang kali terjadi maka antisipasi juga mitigasi yang baik adalah faktor yang bisa diupayakan agar dampak curah hujan maupun debit air tinggi ketika musim hujan tidak meluas, hingga  menyebabkan dampak yang lebih besar bagi masyarakat.

Aktivitas manusia yang menggeser kestabilan bumi ini faktanya berakar dari keserakahan manusia. Pembangunan ala kapitalistik ini terus dikejar, sebagai turunan dari kebijakan-kebijakan kapitalistik pula. Alih fungsi lahan banyak terjadi saat materi menjadi orientasi para pemangku kebijakan.

Sudah menjadi rahasia umum, mengenai intervensi besar para pemodal di lingkar kekuasaan. Bahkan setingkat rencana tata ruang wilayah pun sangat dengan mudah diutak-atik sesuai kepentingan para pemodal. Analisis dampak lingkungan dalam pembangunan pun seakan-akan hanya formalitas, yang pada akhirnya menguap mengikuti kepentingan para kapitalis.

Sejatinya pembangunan kapitalistik bukanlah spirit pembangunan dalam Islam. Negara dalam sistem Islam sudah pasti tidak akan melakukan alih fungsi lahan juga memenuhi kepentingan segelintir orang hanya demi meraih pertumbuhan ekonomi. Bahkan dalam hal membangun pun,  negara harus mempertimbangkan prinsip-prinsip dalam hal pengelolaan lahan yang bersifat universal.

Memang tentunya, terdapat kondisi alam yang tidak dapat manusia intervensi. Jika pun terjadi secara alami, kondisinya tidak akan memengaruhi kestabilan alam. Oleh karena itu,  manusia dilarang melakukan aktivitas yang dapat mengganggu keseimbangannya. 

Sebaliknya, bencana terjadi ketika keseimbangan alam terganggu akibat aktivitas manusia. Allah Swt. berfirman yang artinya, “Telah tampak kerusakan di darat dan di lautan akibat perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka agar mereka kembali ke jalan yang benar.” (TQS. Ar-Rum: 41)

Para pemangku kebijakan  semestinya malu jika ada julukan mulai dari banjir tahunan hingga bencana alam langganan. Sebab,  itu menunjukkan sikap abai dalam hal mitigasi bencana, alih-alih mengantisipasinya. Sudah seharusnya para pemangku kebijakan atau penguasa kembali pada hakikat sebenarnya dari kekuasaan yang dimilikinya, yaitu semata demi menegakkan aturan Allah Swt. dan meneladani Rasulullah saw. dalam rangka mengurus urusan umat.

Rasulullah saw. bersabda, “Imam/khalifah adalah pengurus, dan ia bertanggung jawab terhadap rakyat diurusnya.” (HR. Muslim dan Ahmad)

Dalam Islam sebagai bentuk perwujudan dari hadis tersebut, negara  akan mewujudkan mitigasi komprehensif, yang mampu mendorong langkah antisipasif. Mitigasi komprehensif adalah sebuah ikhtiar negara agar mencegah jatuhnya banyak korban juga memperkecil dampak kerusakan pasca bencana.

Beberapa hal yang dilakukan negara yang menerapkan sistem Islam di antaranya:

Pertama, negara akan mengatur pengambilan hasil hutan agar tetap sesuai dengan rasio yang memperhatikan kelestarian lingkungan. 

Kedua,  negara akan mengoptimalkan pengawasan hutan, yang dilakukan oleh polisi, yang bertujuan agar tidak terjadi penebangan berlebihan. 

Ketiga, negara juga akan menggalakkan penanaman pohon demi tetap menjaga kelestarian hutan. 

Keempat, negara akan mengawasi kondisi sungai, sehingga dapat mencegah hal-hal yang menurunkan fungsi sungai. 

Kelima, negara tidak  akan menjadikan sektor pariwisata sebagai andalan untuk pemasukan kas negara. Adapun fasilitas wisata dibangun, sebagai bagian dari wujud layanan kepada warga negaranya. Dalam pembangunan  tempat wisata pun akan dilakukan negara berdasarkan pengkajian,  yang melibatkan pakar lintas bidang, termasuk pakar lingkungan. 

Keenam, negara akan memberi sanksi yang tegas kepada para pelanggar aturan pelestarian hutan, baik pelaku lapangan, pengusaha, hingga oknum aparat yang menjadi beking para pelaku.

Sungguh mengedepankan pembangunan yang ramah lingkungan, sudah pasti menjadi visi di dalam model pemerintahan Islam .Kekhalifahan Islam yang pernah hadir dalam sejarah peradaban,  telah berhasil membuktikan visi tersebut.

Masa memang bisa saja  berubah. Teknologi pun tentu akan terus maju dengan segala kreativitas manusia. Hanya saja, spirit pembangunan Islam yang mengedepankan prinsip ramah lingkungan hanya akan terwujud pada sosok pemimpin Islam dalam sistem kekhalifahan. Demikianlah mitigasi komprehensif Islam dalam mengentaskan permasalahan bencana pada era kapitalistik hari ini.

Wallahualam bissawab.[]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama