Oleh Suci Halimatussadiah 
Ibu Pemerhati Sosial


May day atau yang sering kita sebut sebagai Hari Buruh yang jatuh pada 1 Mei selalu menyisakan tanya, kapan buruh menjadi sejahtera? Aksi yang selalu dilakukan para buruh untuk menyampaikan aspirasi pun seolah hanya menjadi peristiwa biasa tanpa mendapatkan perhatian apalagi adanya perubahan nasib yang mereka harapkan menjadi nyata. Sejahtera tentu menjadi impian setiap buruh di dunia, tak terkecuali buruh Indonesia. Namun, harapan tak seindah kenyataan, hidup sejahtera untuk para buruh adalah sebuah hal yang teramat sulit direalisasikan. Sungguh, untuk mencapai kata sejahtera di negeri ini, seolah hanya sebuah ilusi.

Dikutip dari media online cnnIndonesia.com, (01/05/2024), Said Iqbal selaku Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI mengatakan, pihaknya akan menyerukan empat tuntutan dalam peringatan Hari Buruh atau May Day 2024 yang selalu diperingati setiap 1 Mei. Adapun empat tuntutan tersebut.
 
Pertama, meminta mencabut klaster ketenagakerjaan Omnibus Law Undang- Undang Ciptakerja. Kedua, permintaan untuk menghapus outsourcing. Ketiga, tolak upah murah dan keempat meminta perlindungan buruh migran.

Dalam peringatan hari buruh, isu kesejahteraan para buruh selalu diangkat. Isu tersebut selalu menjadi polemik karena nasib buruh Indonesia dari tahun ke tahun masih sangat jauh dari kata sejahtera. Ada beberapa hal yang menyebabkan kesejahteraan buruh di dalam negeri masih rendah, salah satunya karena selalu dibayangi dengan kenaikan harga bahan pokok, meskipun upah buruh naik.

Akibat kondisi tersebut, kenaikan upah sama sekali tidak berpotensi meningkatkan kesejahteraan. Oleh karenanya, mau tidak mau, para buruh akhirnya turun ke jalan menuntut pemerintah membuat regulasi yang tidak membebani terkait dengan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk sektor pekerja.
Namun nyatanya, program tersebut belum bisa sepenuhnya dirasakan kaum buruh.

Ini dikarenakan dalam UU JKN, iuran yang digunakan untuk program tersebut diambil dari upah buruh sebesar 0,5 persen. Pemerintah seolah berusaha membodohi para buruh. Mereka membuat program seolah-olah ingin menyejahterakan, nyatanya kian menyengsarakan.
Kemudian adanya sistem outsourcing yang sangat menguntungkan perusahaan, tetapi tidak menguntungkan karyawan karena status kerjanya tidak jelas, kontrak kerjanya bisa diputus kapan pun sesuka hati perusahaan. 

Tentu saja hal ini menjadi satu kelemahan sistem outsourcing karena mengakibatkan tidak adanya loyalitas pekerja terhadap perusahaan yang mempekerjakannya. Sebab, ikatan kerja yang terjalin di antara keduanya hanya bersifat sementara, sedangkan dari sisi pekerja outsourcing, mereka merasa bukan bagian dari perusahaan sehingga hal ini dapat melemahkan motivasinya dalam bekerja.

Sejatinya, dalam sistem kapitalisme yang diadopsi oleh mayoritas negara di dunia saat ini, termasuk Indonesia, tidak akan pernah ada kebijakan yang menguntungkan rakyat. Seluruh kebijakan hanya akan menguntungkan para pemilik modal. Mirisnya, negara hanya bertindak sebagai regulator dan segala sesuatunya sudah dimonopoli oleh segelintir orang yang memiliki kepentingan dan menjadi penentu kebijakan. 

Inilah fakta yang terjadi saat ini. Sayangnya, tidak semua masyarakat menyadarinya. Mereka terlalu sibuk memikirkan laparnya perut sehingga bercokolnya para penjajah yang makin menancapkan cengkeraman, sama sekali tidak mereka sadari. Rakyat seolah dininabobokan dengan bantuan-bantuan sosial yang jumlahnya tidak seberapa, bahkan tidak merata.

Sementara di dalam Islam, hak-hak pekerja atau para buruh begitu diperhatikan dan dijamin. Islam memiliki konsep yang jauh berbeda dengan sistem kapitalisme dalam memperlakukan para buruh. Ya, dalam kapitalisme, buruh dianggap tenaga kerja yang hanya sebatas perspektif material, bahkan buruh diposisikan sebagai faktor produksi.

Dalam pandangan Islam, kaum buruh juga merupakan bagian dari rakyat yang pengurusannya menjadi tanggung jawab negara. Negara di dalam sistem Islam bertanggung jawab sepenuhnya dan memastikan kesejahteraan bagi setiap warganya, termasuk para buruh.

Nabi Saw. bersabda mengenai tugas seorang pemimpin rakyat, “Ketahuilah, setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Penguasa yang memimpin rakyat banyak, dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Bukhari)

Sesungguhnya, tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat (termasuk buruh) sejatinya adalah tugas negara, bukan perusahaan. Negara harus bekerja keras guna memenuhi kebutuhan rakyatnya secara orang per orang sehingga pada akhirnya kesejahteraan dapat dirasakan secara menyeluruh. Negara juga akan melakukan fungsi pengawasan untuk memastikan tidak ada rakyat yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.

Ada beberapa mekanisme yang bisa dilakukan negara untuk memenuhi kebutuhan mendasar rakyatnya, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Adapun mekanisme secara langsung, khalifah atau penguasa menyediakan layanan pendidikan, kesehatan, serta keamanan secara gratis sehingga rakyat tidak perlu repot-repot mengeluarkan biaya untuk mengaksesnya.

Sementara itu, mekanisme tidak langsung adalah negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk rakyat, khususnya bagi laki-laki yang sudah balig agar dapat bekerja mencari nafkah untuk keluarganya. Lapangan kerja tersebut bisa berupa kesempatan bekerja menjadi buruh, membuka usaha tertentu, menjadi petani, bisnis dagang, jasa, industri, dan masih banyak lagi. 

Lebih lanjut, mengenai hubungan buruh dan perusahaan, negara bertanggung jawab dan menjamin nasib buruh. Begitu pula keberlangsungan perusahaan dengan cara penerapan Islam kafah dalam seluruh bidang kehidupan. Sehingga semua pihak, baik buruh maupun perusahaan, tidak ada yang dirugikan, melainkan sama-sama diuntungkan. Negara wajib memastikan bahwa di antara buruh dan perusahaan ada akad yang jelas dan syar’i terkait deskripsi pekerjaan, upah, jam kerja, fasilitas, dan keselamatan kerja. Dengan begitu, kedua belah pihak akan sama-sama rida.

Negara juga harus memastikan kedua pihak menjalankan kewajibannya dan memperoleh haknya secara makruf. Jika terjadi perselisihan di antara keduanya, negara tampil sebagai hakim atau penengah yang mampu memberikan keputusan secara adil berdasarkan syariat Islam. 

Mengenai upah, Islam menentukan upah dalam akad kerja berdasarkan rida antara kedua belah pihak (antaradhin). Standar upah dalam Islam ditentukan oleh para ahli (khubara) sesuai manfaat yang diberikan oleh pekerja, lama bekerja, jenis pekerjaan, risiko, dan lainnya. Dengan demikian, bisa dipastikan, semua pihak merasa senang, aman, dan nyaman. Perusahaan senang karena mendapatkan manfaat yang baik dari karyawannya, sedangkan para buruh pun senang karena mendapatkan upah yang makruf dari hasil kerjanya.

Buruh sejahtera karena negara hadir mengurusi. Negara dan rakyat sama-sama senang karena produk perusahaan bisa memasok kebutuhan masyarakat. Ekonomi pun berputar dengan sehat. Sistem bernegara seperti inilah yang kita dambakan kehadirannya di tengah masyarakat. Hanya dengan penerapan Islam secara kafah kesejahteraan bisa terwujud nyata untuk semuanya termasuk juga kaum buruh.

 Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

أحدث أقدم