Oleh Shinta Putri
Aktivis Muslimah


Per 1 Januari 2025, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik menjadi 12%. Saat ini, PPN berlaku 11% sejak 1 April 2022.
Kenaikan PPN itu ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).


Seiring dengan kenaikan PPN, pajak untuk kegiatan membangun sendiri juga berpotensi naik. Ketentuan terkait PPN membangun sendiri, termasuk besaran persentasenya, ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.30/2022 tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri.

Pasal 3 PMK itu menyebutkan, PPN yang dihitung, dipungut, dan disetor oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri dengan besaran tertentu merupakan hasil perkalian 20% dengan tarif PPN sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat 1 UU PPN yang telah diperbarui oleh UU HPP.

Dengan demikian, saat tarif PPN saat ini sebesar 11%, besaran tarif yang berlaku ialah 2,2%. Lalu, ketika PPN naik menjadi 12%, maka tarif yang berlaku tentu bertambah menjadi 2,4%. (CNBCIndonesia, 14/09/2024)

Kebijakan terbaru yang lagi-lagi menyusahkan rakyat, kenaikan pajak meskipun tidak banyak hanya 1% tapi nanti dampaknya akan meluas ke yang lain, termasuk daya beli masyarakat akan menurun dengan tambahan pajak dari negara. Meskipun negara menyatakan bahwa ini hanya untuk masyarakat menengah keatas karena ada ketentuan tertentu yang dinaikkan pajaknya hingga 2,2%.

Namun kenaikan pajak ini akan berdampak ke rakyat menengah kebawah juga, saat ini bukan hanya pajak rumah yang naik, pajak-pajak yang lain seperti sepeda motor juga naik, sedangkan subsidi banyak yang dicabut. Inilah nanti yang akan menyebabkan rakyat semakin terbebani.

Penerapan sistem ekonomi kapitalisme membuat rakyat susah memiliki rumah. Harga rumah semakin tidak terjangkau, mahalnya harga rumah menyebabkan rakyat semakin kesulitan memiliki tempat tinggal, padahal rumah salah satu kebutuhan pokok.

Tak heran nanti akan banyak tunawisma dinegeri ini. Hanya orang yang mempunyai uang banyak bisa memiliki rumah. Sedangkan cari pekerjaan saja susah bagaimana mau menabung untuk membeli rumah jika penghasilan tak menentu. Problem umat yang menambah kesengsaraan.

Pekerjaan yang tersedia tidak memungkinkan rakyat bisa membangun rumah yang memadai. Sementara rakyat yang bisa membangun rumah yang memadai atau layak, dikenai pajak yang makin tinggi. Akhirnya rakyat membangun rumah ala kadarnya yang penting ada tempat untuk berteduh, daripada mengontrak harganya juga mahal.

Tampaklah tidak ada upaya negara untuk meringankan beban rakyat, apalagi adanya penetapan pajak rumah. Salah satu ketidakpedulian pemerintah terhadap kebutuhan papan yang harus diberikan kepada rakyat. Inilah efek dari sistem pemerintahan kapitalisme pilar ekonominya diambil dari pajak dan riba.

Besaran pajak rumah berupa nilai tertentu sebesar jumlah biaya yang dikeluarkan untuk membangun rumah dalam setiap masa pajak sampai dengan bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah sesuai dengan ketetapan negara. Ribetnya sistem pajak bukan hanya menyusahkan, tapi juga menyengsarakan.

Nyatalah negara lepas tanggung jawab dalam menjamin kebutuhan perumahan masyarakat. Penetapan pajak adalah satu keniscayaan karena sumber pendapatan negara kapitalisme berasal dari pajak. Pajak digenjot sebesar-besarnya untuk meningkatkan anggaran pendapatan negara. Negara seperti kejar setoran untuk membiayai mega proyek rezim yang belum selesai.

Dalam penerapan sistem ekonomi Islam menjamin kesejahteraan. Negara akan menyediakan pekerjaan yang layak bagi rakyat dengan gaji yang layak. Negara  menjamin kebutuhan papan/perumahan masyarakat antara lain melalui kemudahan atas akses pekerjaan dan adanya hukum tentang tanah seperti larangan penelantaran lahan, ihya al mawat, tahjir dan iqtha' (lahan yang diberikan negara kepada individu untuk dikelola).

Dalam sistem ekonomi Islam ada larangan mengambil pajak dalilnya dari Abu Khair Radhiyallahu ‘anhu beliau berkata; “Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkankan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit Radhiyallahu ‘anhu, maka ia berkata: ‘Sesungguhnya para penarik/pemungut pajak (diadzab) di neraka”[HR Ahmad 4/143, Abu Dawud 2930]

Perbuatan zalim jika negara melakukan pungutan berupa pajak baik kepada orang kaya maupun miskin. Negara dalam Islam memiliki sumber pendapatan negara yang berasal dari kepemilikan umum, kharaj, jizyah sehingga tidak butuh pajak. Apalagi Islam anti membebani rakyatnya dengan pajak kecuali pada kondisi tertentu sifatnya sementara dan hanya dipungut kepada orang kaya saja. Itulah gambaran kebijakan ekonomi Islam sehingga mampu mensejahterakan umat dunia dan akhirat.

Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama