Oleh Lindawati
Muslimah Peduli Negeri
Kehidupan ekonomi rakyat hari ini kian sulit. Semua kebutuhan hidup mengalami kenaikan. Semua hal ditarik pajak, dengan nominal semakin meninggi. Sementara itu, gelombang PHK semakin besar.
Di tengah semua kesulitan ini, sangat wajar bahwa generasi muda ramai-ramai memfokuskan pendidikan mereka pada pendidikan vokasi. Entah itu pada jenjang pendidikan SMK maupun Perguruan Tinggi, dengan harapan cepat mendapatkan pekerjaan begitu lulus sekolah atau kuliah.
Harapan tinggi nyatanya tak sejalan dengan realita. Bukannya menjadi solusi atas problematika generasi, program pendidikan vokasi ini justru menambah persoalan baru bagi masyarakat, khususnya bagi generasi muda. Menurut Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, bahwa program magang atau Praktik Kerja Lapangan (PKL) justru rentan disalahgunakan oleh beberapa perusahaan sebagai modus eksploitasi pekerja anak. Dan banyak aduan yang masuk ke KPAI soal pelanggaran dari perusahaan yang memanfaatkan program PKL di luar kapasitas mereka. (Tempo.co, 9/10/2024).
Solusi ala Kapitalisme
Program pendidikan vokasi sejatinya bisa menjadi solusi bagi masalah pengangguran saat ini. Namun, dalam sistem kapitalisme, program ini hanya akan menjadi masalah baru. Karena kerjasama antara pengusaha dan dunia pendidikan berjalan di atas dasar kerjasama yang saling menguntungkan, tetapi membawa kerugian bagi peserta didik. Perusahaan memanfaatkan posisi pelajar sebagai pekerja magang, dengan orientasi para pekerja magang ini bermanfaat untuk perusahaan.
Apalagi tidak adanya kontrak kerja, perusahaan bebas mempekerjakan mereka sesuai kehendak perusahaan, bahkan jika melebihi batas kewajaran jam kerja sekalipun. Selain itu, sangat jarang sekali pekerja magang ini diberi sekedar uang saku, apalagi jaminan keselamatan dan kesehatan. Dengan dalih memberikan banyak ilmu kepada pekerja magang, perusahaan tak jarang memberi beban pekerjaan yang tinggi, tanpa imbalan upah atau gaji.
Begitulah tabiat sistem kapitalisme. Program atau kegiatan apapun yang berjalan di dalamnya, akan selalu menimbulkan permasalahan baru, sebab asas dari pemikirannya bukanlah untuk kebaikan umat. Segala sesuatu yang terlahir darinya selalu berorientasi untung rugi. Solusi-solusi yang lahir untuk memecahkan problematika umat, hanya bersifat parsial. Solusi tambal sulam. Solusi yang menyentuh permukaan saja, tanpa menyentuh akar permasalahan serta masalah masalah lain yang dimungkinkan timbul dari permasalahan utamanya.
Pendidikan dalam Islam
Berbeda dalam sistem Islam, pendidikan diarahkan bukan untuk meraih materi sebanyak-banyaknya. Pendidikan dalam Islam ditujukan untuk mencetak generasi muda pengisi peradaban yang beriman dan bertakwa. Mencetak generasi muda sebagai agen perubahan.
Untuk mewujudkan itu, negara Islam (Khilafah) memang membutuhkan dana yang sangat besar. Dana itu salah satunya bisa didapatkan dari pengelolaan sumber daya alam yang sangat besar oleh negara. Dengan pengelolaan sumber daya alam itu, negara tidak akan bergantung pada negara atau pihak lain.
Pada akhirnya negara bisa mengatur kurikulum sistem pendidikan sesuai tujuan pendidikan Islam tanpa campur tangan dari pihak lain. Negara juga akan memiliki power untuk mencegah penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pihak mana pun terkait dengan aktivitas pendidikan.
Alhasil, penerapan syariat Islam secara menyeluruh dalam segala aspek kehidupan, akan membuat kehidupan menjadi berkah. Setiap problematika umat pun akan mudah untuk diselesaikan. Bukankah Allah Swt. akan memberikan berkah dari langit dan bumi pada negeri yang penduduknya beriman dan bertakwa? Dan salah satu bentuk keberkahan itu bisa jadi berupa kesejahteraan bagi kita.
Wallahualam bissawab. []
Posting Komentar