Oleh Triana Amalia, S.Pd.
Aktivis Muslimah 


Seorang anak manusia akan belajar berinteraksi, dengan orang yang lebih tua di sekolah. Para orang tua dengan ikhlas, memberikan amanah kepada guru agar mendidik anaknya cara bermasyarakat dan memanfaatkan ilmu yang dipelajari. 

Amanah seorang guru amat besar, moral dan intelektual puluhan anak didiknya berada di tangannya. Berat memang tugas seorang guru, sering juga membuat mereka lelah secara mental. Namun, dunia menyadari beban seorang guru hingga diperingati Hari Guru Sedunia. 

Sejarah Singkat Peringatan Hari Guru Sedunia

Menurut artikel yang dipublikasi kompas.com – Peringatan Hari Guru Sedunia lahir pada tahun 1994 dalam rangka memperingati penandatanganan Rekomendasi UNESCO/ILO 1966 tentang Status Guru. World’s Teacher Day diperingati setiap tanggal 5 Oktober. Konferensi UNESCO yang membahas hak serta tanggung jawab guru menurut standar internasional, diadakan di Paris tanggal 21 September hingga 5 Oktober 1994. 

Ada 76 perwakilan negara dan 35 organisasi Internasional yang terlibat. 
UNESCO menganggap pendidikan berperan penting untuk mengubah kehidupan agar tercapai perdamaian, memberantas kemiskinan, dan mendorong pembangunan berkelanjutan. Agar peran tersebut terwujud, maka UNESCO ingin mengapresiasi kinerja para guru melalui peringatan ini. (5/10/2022)

Keadaan Moral Guru di Indonesia Kini 

Betapa besarnya harapan dunia kepada seorang guru, mengikis rasa sabar pada beberapa oknum yang menemukan murid tak bisa diatur. Dikutip dari laman tirto.id – Seorang guru menghukum murid dikarenakan sulit menghafal ayat di kitab suci. Kejadian tersebut berada di SMP Negeri 1 STM Hilir. Murid berinisial RSS dihukum dengan cara melakukan squat jump sebanyak 100 kali. Hukuman olahraga berlebihan itu tidak bisa ditahan tubuh korban hingga meninggal. 

Adapun kejadian lainnya, yaitu seorang ustaz yang melempar balok kayu kepada santri yang tidak bergegas mandi. Di balok yang dilempar itu terdapat paku sampai menancap di kepala santri. Korban dilaporkan meninggal dunia setelah sempat dilarikan ke rumah sakit. Itulah dua perkara turunnya moral seorang guru di Indonesia. 

Iman Zanatul Haeri selaku Kepala Bidang Advokasi Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai bahwa guru yang menghukum murid menggunakan kekerasan perlu mendapat kecaman agar jera. (2/10/2024)

Permendikbud Nomor 46/2023 Benarkah Bisa menjadi Solusi?

Kekerasan yang dilakukan oknum guru dinilai bisa menjadi contoh bagi murid lain. Para murid akan memvalidasi bahwa meluapkan amarah seakan-akan boleh menggunakan kekerasan. Oleh karena itu, Permendikbud Nomor 46/2023 mengamanatkan sekolah untuk membentuk Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) serta Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Satuan Pendidikan (PPKSP). 

Meski peraturan tersebut membawa angin segar, Iman memperkirakan banyak sekolah tidak terlalu aktif menyosialisasikan dan menjalankan isinya. Padahal menciptakan lingkungan sekolah yang aman dari kekerasan merupakan kewajiban seluruh warga sekolah, para guru juga murid. Kekerasan yang timbul di sekolah bukan hanya fisik. Kekerasan verbal dan seksual pun kerap terjadi. Hal ini membuat hubungan guru dan murid tidak harmonis di sekolah. 

Sekularisme Penyebab Utama Krisis Moral Guru

Seseorang yang menjadi guru merupakan kehormatan untuk mendidik generasi muda. Namun, saat ini, para guru dihadapkan pada teknologi yang melengahkan murid-murid sampai tidak mementingkan sekolah. 

Tindakan tidak disiplin, perundungan, dan pergaulan bebas menjadi potret buruk peserta didik di Indonesia. Masalah ini sering membuat para guru stres, sudah gaji tidak seberapa, belum lagi beban administrasi untuk akreditasi sekolah sampai berakhir mengabaikan ketenteraman murid-muridnya. 

Pemahaman sekularisme berperan dalam kehidupan guru dan murid yang tidak selaras ini. Sekularisme lahir dari sistem kehidupan yang hanya memandang materi, yakni kapitalisme. Solusi yang diberikan hanya aturan, tentu tidak cukup, penghapusan berbagai jenis kekerasan di sekolah perlu menjangkau akar permasalahan. 

Islam Solusi Hakiki Bagi Krisis Moral Guru 

Apabila UNESCO yang lahir dari kapitalisme hanya mampu memberikan hari peringatan bagi guru maka Islam dapat menjadi penjaga kewarasannya. Kini, pemahaman Islam di persekolahan hanya dijadikan pelajaran selama dua jam. 

Solusi yang menjangkau permasalahan yakni apabila Islam dijadikan sistem pendidikan. Sistem pendidikan Islam bisa diterapkan apabila sistem pemerintahannya Islam juga. Sistem pemerintahan ini pemimpinnya disebut khalifah. Sistem inilah yang akan menyejahterakan guru dan membina peserta didik supaya menjelma generasi gemilang. 

Sistem pendidikan Islam berlandaskan akidah Islam. Kurikulum dan proses pembelajarannya bersumber dari Islam. Dengan begini maka adab akan lebih diutamakan sebelum menambah ilmu. Seorang murid yang beradab pasti akan menghormati gurunya. 

Islam mengajarkan pentingnya menghargai dan memuliakan guru. 
Rasulullah saw. bersabda dalam riwayat Ahmad, "Bukan dari golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih tua, tidak menyayangi yang lebih muda, dan tidak mengetahui hak ulama kita."

Sistem pendidikan Islam juga akan melahirkan guru berkepribadian (syakhshiyyah) Islam. Mereka tidak akan menghukum murid-muridnya dengan kekerasan. Sehingga tercipta lingkungan sekolah yang harmonis. 

Seorang guru di sistem pemerintahan Islam akan digaji dengan fantastis, seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab, memberi gaji 15 dinar (1 dinar = 4,25 gram emas; 15 dinar = 63.75 gram emas). Jika saat ini harga per gram emas Rp900 ribu, lebih rincinya, gaji guru kala itu setiap bulannya sebesar Rp57.375.000. Gaji sebanyak inilah yang membuat guru fokus mendidik, bukan mencari uang tambahan yang membuat lelah dan melampiaskannya pada murid. 

Kesejahteraan guru berkaitan erat dengan kualitas pendidikan. Apabila kebutuhan seorang guru terpenuhi, maka tidak akan melampiaskan amarahnya kepada murid. Solusi ini hanya ada ketika Islam berdiri sebagai sistem kehidupan. 

Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

أحدث أقدم