Oleh : Aisyah Ummu Naya


Kemana perginya gambaran indah kehidupan berkeluarga dalam Islam? Sungguh kita rindu kehidupan keluarga dalam naungan Islam. Namun fakta berbicara lain. Kehidupan keluarga saat ini jauh dari gambaran yang hadir di masa tegaknya sistem Islam.

Berdasarkan data yang dikutip detikcom dari website Mahkamah Agung (MA), Rabu (3/4/2019), sebanyak sebanyak 419.268 pasangan bercerai sepanjang 2018. Dari jumlah itu, inisiatif perceraian paling banyak dari pihak perempuan yaitu 307.778 perempuan. Sedangkan dari pihak laki-laki sebanyak 111.490 orang.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan pada 2018 mencapai 406.178 kasus, meningkat 16,6% dibandingkan 2017 yang sebanyak 348.446 kasus. Data tersebut berasal dari Catahu yang dikompilasi berdasarkan data perkara yang ditangani Pengadilan Agama sebanyak 96% (392.610 kasus) dan 209 lembaga mitra pengada layanan sebanyak 3% (13.568 kasus). (katadata.co.id)
 
Akibat  maraknya kasus perceraian dan ketidakharmonisan suami-istri, keluarga pun menjadi rapuh. Kerapuhan keluarga ini berimbas pada nasib anak-anak. Berdasarkan jumlah pengaduan kasus anak yang dilaporkan ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) selama tahun 2018 tercatat sebanyak 4.885 kasus. Kasus anak berhadapan dengan hukum menduduki urutan pertama, yakni 1.434 kasus, disusul kasus terkait keluarga dan pengasuhan anak sebanyak 857 kasus. (REPUBLIKA.CO.ID)

Semua malapetaka yang menimpa keluarga muslim bermuara pada tidak dijadikannya hukum-hukum Islam sebagai pedoman dalam kehidupan keluarga-keluarga muslim. Nilai-nilai Islam ditengah keluarga sedikit demi sedikit luntur. Di sisi lain derasnya arus globalisasi yang hakekatnya adalah kapitalis dan liberalis, turut menggerus nilai-nilai Islam dalam keluarga. Akibatnya tidak bisa disangkal lagi. Dengan semakin lemahnya nilai-nilai Islam dalam keluarga muslim pun semakin parah menerpa, menggerogoti sendi-sendi keluarga.
Tak bisa dipungkiri, kehidupan sekuler kapitalistik yang mendominasi kehidupan kaum muslim saat ini telah membawa petaka di segala bidang, tidak terkecuali institusi keluarga. Ideologi yang menjauhkan agama dari kehidupan ini telah sukses mengantarkan keluarga di ambang kehancuran.

Diantara persoalan paling menonjol yang ditimbulkan kapitalisme yaitu kemiskinan. Elemen keluarga pun termasuk yang terkena imbasnya. Kapitalisme yang menghasilkan kemiskinan dan kesulitan hidup telah mengantarkan pada pelalaian tigas dan fungsi keluarga. Berganti peran dan tugas antar anggota keluarga sudah jamak dilakukan. Ibu berperan sebagai ayah yang mencari nafkah, sedang ayah berdiam diri di rumah mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Anak-anak yang seharusnya dilindungi dan diberi pendidikan sudah banyak yang dipekerjakan untuk mencari nafkah. Kapitalisme telah menghilangkan akal sehat bahkan rasa kasih sayang yang semestinya hadir diantara anggota keluarga pun turut dihancurkan. Tidak sedikit orang tua yang tega menjual anak, bahkan membunuhnya dengan alasan kemiskinan. Tidak hanya itu, orientasi yang dibangun keluarga sudah semakin keliru. 

Fungsi ekonomi menjadi orientasi utama sementara fungsi keluarga yang lainnya dikesampingkan. Apabila keluarga telah kehilangan visi dan misi yang benar dapat dipastikan peradaban yang dibangun pun bukanlah peradaban agung. 
Sungguh sudah nyata bahwa kapitalisme telah merusak dan menghancurkan bangunan keluarga. Kapitalisme dengan ide materialismenya menjadikan keluarga muslim kehilangan ukuran kebahagian hakikinya sehingga menjadikan materi sebagai satu-satunya standar bahagia dan nilai yang harus diperjuangkan. Alih-alih meraih kebahagiaan, sekulerisme dan kapitalisme malah menjauhkan Islam dari kehidupan dan telah menjadikan keluarga muslim terombang ambing oleh gelombang penghancuran.

Untuk menyelamatkan kehidupan dari buasnya kapitalisme maka perlu dilakukan perubahan mendasar dan sistemik. Perubahan tersebut harus dilakukan oleh semua pihak baik individu, masyarakat maupun negara. Diantaranya; pertama, menentukan visi dan misi keluarga yaitu mewujudkan keluarga pejuang peradaban Islam. Kedua, menjadikan taqwa sebagai landasan berkeluarga. Ketiga,menjadikan seluruh anggota keluarga terikat hukum syariah. Keempat, menjaga hak dan kewajiban. Kelima, membina keluarga dengan kepribadian Islam. Keenam, menjadikan dakwah sebagai bagian penting dari kehidupan keluarga.
“Ada empat hal yang termasuk kebahagian seseorang: istri yang shalehah, tempat tinggal yang lapang, tetangga yang baik, dan kendaraan yang nyaman. Dan empat hal yang termasuk kesengsaraan seseorang: tetangga yang jelek, istri yang jelek (tidak shalehah), kendaraan yang jelek dan tempat tinggal yang sempit.  (HR. Ibnu Hibban)

Wallahu’alam bishshawwab


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama