Oleh: Ade Susilawati
(Aktivis Dakwah)
Sejak awal diperkenalkan BPJS kepada masyarakat, banyak masyarakat berduyun-duyun untuk mengurus bpjs dari rt setempat langsung ke Puskesmas. Semula digadang-gadang gratis alias cuma-cuma, kini para peserta bpjs mulai dikenakan bayaran. Terlebih para pengguna bpjs yang awal berbayar kini harus menelan pil pahit harus naik hingga 100%.
Sungguh itu semua di luar dugaan para pengguna bpjs. Selain itu, banyak masyarakat mengeluh dengan pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit. Dari awal pendaftaran sampai dengan pengobatan yang dilakukan oleh tim medis, semua diukur dengan kelas yang dipakai para peserta bpjs.
Ditambah, ketika mereka harus berobat dengan obat yang tidak di tanggung oleh bpjs. Mereka harus mengeluarkan dana lagi untuk membeli obat yang tidak ditanggung. persoalan terbaru pada saat ini adalah para pengguna bpjs harus membayar kenaikan premi.
Pemerintah beralasan kenaikan disinyalir karena kinerja keuangan bpjs terus merugi sejak awal 2014. Maka pemerintah akan mencairkan dana sebesar 14 trilyun rupiah. Dana tersebut untuk membayar tunggakan bpjs kepada rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya. dengan adanya kenaikan bpjs maka pemerintah akan menaikan pelayanan terhadap para peserta bpjs.
Pada tahun 2019 ini di prediksi bpjs mengalami defisit hingga 32,8 trilliun jika iuran nya tidak naik
’Jangan ragu iuran (bpjs kesehatan) naik, defisit tak tertangani, ini sudah dihitung para ahli´ujar kepala humas BPJS. namun ia yakin di tahun 2020 keuangan BPJS akan mengalami surplus. (Kompas.com)
Politisi PKB mengaku tak sepakat dengan kenaikan ini. Dia khawatir hanya digunakan untuk menutupi defisit anggaran pemerintah. Akan tetapi, pelayanan tidak ditingkatkan. Di pihak lain kenaikan ini tidak lebih dari sekadar gali lubang tutup lubang, yang artinya akan berisiko terjadinya defisit lagi di kemudian hari.
Keputusan pemerintah menaikan iuran ini tidak lebih hanya untuk menutupi defisit. Tapi di lain pihak kenaikan bpjs akan berpotensi menimbulkan persoalan baru di lapangan.
Kekhawatiran ini terutama dirasakan mereka yang terdaftar sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI). Mereka merasa khawatir karena merasa tidak mampu membayar premi yang dibebankan.
Padahal, untuk mengatasi beban pemerintah maka perlu dilakukan cleansing data golongan penerima bantuan iuran agar lebih tepat sasaran lagi.
Misalnya, dilakukan kepada pihak RT/RW setempat dan bahkan mewajibkan seluruh perusahaan agar karyawannya terdaftar sebagai peserta bpjs. dengan kata lain iuran yang dilakukan secara paksa demi menutupi anggaran yang defisit.
Melihat rentetan masalah BPJS tersebut, seharusnya kita coba uraikan supaya terlihat akar permasalahan. Sehingga tentu akan muncul pertanyaan apakah dengan menaikkan bpjs akan menyelesaikan persoalan bpjs? Ternyata tidak. Sebaliknya hanya akan memunculkan masalah baru.
Jika kita telaah lagi, banyak sekali ketimpangan-ketimpangan yang terjadi dikarenakan pengelolaan yang tidak baik bahkan terkesan seperti pemalakan terhadap rakyat yang dilegalisasikan. Bagaimana tidak? karena secara suka atau pun tidak rakyat yang bekerja di suatu perusahaan di wajibkan untuk menjadi anggota BPJS yang saat ini sedang menunggu pengesahan dalam waktu dekat untuk mengatur kenaikan besaran iuran BPJS. Lagi-lagi rakyat semakin dipaksa untuk mengikuti aturan tersebut.
Slogan dan kata-kata manis seperti gotong royong, yang kaya menolong yang miskin sejatinya adalah pemalakan terhadap rakyat. Karena dengan begitu negara telah berlepas tangan dari tanggung jawabnya terhadap rakyat.
Rakyat lagi yang kena imbas dari sistem yang carut marut ini. Yang seharusnya menyediakan pelayanan yang terbaik dan cuma-cuma malah rakyat yang membiayai sendiri. Dan menjadikannya sebagai ladang bisnis para pemilik modal.
Inilah sistem yang rusak dan merusak. Semestinya negara berfungsi mengayomi dan memberikan pelayanan terhadap rakyatnya tetapi kenyataannya jauh panggang dari api.
Kewajiban suatu negara yang harus melindungi rakyatnya serta memberi fasilitas kesehatan. Ketika rakyat banyak mengalami penurunan kesehatan maka negara yang wajib memberikan pelayanan kesehatan pada rakyatnya tanpa memandang strata rakyatnya.
Begitu pula berkaitan dengan sarana dan prasarana. Negara harus menyediakan sarana dan prasarana untuk rakyatnya dalam hal kesehatan. Begitu pula dengan obat-obatan. Negara harus menyediakan obat-obatan yang terbaik untuk rakyatnya. Pasien berhak mendapatkan pelayanan perawatan yang terbaik pula tanpa memikirkan beban apapun karena semua ditanggung oleh negara.
Itulah negara yang berdasarkan ideologi Islam dimana negara tersebut tunduk dan patuh akan ajaran ajaranNya. tidak ada dana yang dialokasikan untuk kepentingan memperkaya individu semata. akan tetapi lebih mengutamakan untuk kemaslahatan umat sebagaimana yang telah diperintahkan oleh sang khalik, pencipta alam semesta.
Maka kita harus tunduk dan patuh akan aturan-Nya. Ketika sebuah negara memakai aturan yang dibuat Allah swt maka akan tercipta sebuah negara yang menjamin kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya. Hanya dengan aturan penciptalah semua masalah bisa teratasi.
Sebagaimana yang telah dicontohkan baginda Rasulullah melindungi umat dan menjaga umat nya dalam hal urusan apapun.
Sebagaimana Rasulullah shallallahu alaihi wasalam yang bersabda "siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompok nya, sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah dunia menjadi milik nya" (HR.Bukhari)
Karena dalam Islam pemimpin adalah pelayan dan pengurus rakyatnya. Dia bertugas untuk memenuhi segala hak rakyatnya dengan menerapkan aturan Illahi.
Rasullullah saw menegaskan, " imam( khalifah) yang menjadi pemimpin manusia adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggung jawab terhadap (urusan) rakyatnya." (HR.Bukhari)
Semoga kita semua senantiasa kembali lagi ke ajaran yang telah dicontohkan oleh nabi kita yaitu mendirikan Daulah Islamiyah yang menjaga umat dari kesengsaraan dan akan membawa kita semua ke jalan yang diridhoi oleh Allah swt yaitu Khilafah 'ala minhaj nubuwah.
Posting Komentar