Oleh : Nabila As Shobiro 
Aktivis Dakwah


Informasi bertubi-tubi disampaikan oleh pemerintah untuk memangkas bahkan mencabut subsidi beberapa kebutuhan pokok masyarakat. Agaknya hal ini membuat rakyat harus menghela nafas yang panjang.  Belum lagi harga-harga barang meroket serta keadaan ekonomi yang makin tidak menentu, pemerintah malah mengumumkan hal-hal yang membuat rakyat makin susah. 

Dimulai dari pencabutan subsidi gas melon dan pembatasan dalam pembeliannya. Hal ini akan berimbas pada tingginya harga-harga barang kebutuhan. Lalu bagaimana nasib rakyat yang selama ini berkaitan erat dengan penggunaan LPG gas melon seperti distributor dan pedagang ecer LPG gas melon, serta mereka yang selama ini berjualan kuliner, dll.

Tak cukup itu, rakyat juga akan dihadapkan dengan kenyataan pahit kemungkinan kenaikan tarif listrik tahun ini. Hal ini juga jelas akan berpengaruh pada kenaikan harga-harga barang kebutuhan rakyat.

Di sisi lain, para guru honorer yang jumlahnya besar dan mereka yang sebelum pilpres bersusah payah meminta keadilan. Terpaksa siap-siap tidak menerima subsidi dari pemerintah. Padahal sejatinya angka subsidi untuk para guru honorer ini pun sangat rendah, meski hal itu akhirnya akan dihilangkan.

Generasi negeri ini juga sangat membutuhkan uluran tangan pemerintah agar mereka bisa tetap belajar dan meraih prestasi di tengah keterbatasan fisik juga terpaksa menerima kenyataan pahit untuk tak lagi menerima subsidi untuk pendidikan mereka. Siapapun yang masih mempunyai hati pastilah ikut merasakan betapa susahnya rakyat akibat kebijakan-kebijakan zalim ini.

Negara yang harusnya bertanggung jawab terhadap pemenuhan kebutuhan rakyat malah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang makin menyengsarakan rakyat. Sementara rakyat yang mewakilkan urusan dan kemaslahatannya kepada pemerintah, justru diposisikan sebagai konsumen sebagaimana dalam hal bisnis. Negara yang seharusnya pihak utama mengurusi kepentingan rakyat, malah menjadi regulator yang memuluskan kepentingan para korporasi kapitalis dalam menguasai dan mengendalikan hajat hidup rakyat. 

Kepentingan rakyat pun dikorbankan. Rezim korporatokrasi ini makin memperbanyak deret kedzalimannya. Mencabut subsidi rakyat namun malah memberi banyak insentif untuk korporasi.

Beginilah model sistem kapitalisme dalam mengatur urusan rakyat. Subsidi sebenarnya salah satu dari sekian resep kapitalisme dalam mengatasi gejolak rakyat, bukan wujud tanggung jawab negara untuk melayani dan menjamin pemenuhan kebutuhan rakyat.

Beda kapitalisme beda lagi Islam. Sungguh jauh perbedaannya bagai langit dan bumi. Dalam Islam, semua layanan publik wajib dijamin dan diatur oleh negara kepada seluruh warga tanpa diskriminasi. Baik kaya maupun miskin berhak mendapat pelayanan negara. 

Negara dalam sistem Islam juga menjamin pemenuhan kebutuhan dasar setiap individu rakyat. Islam memiliki mekanisme pemenuhannya secara sempurna. Mulai dari pemenuhan kebutuhan asasi yang wajib dipenuhi oleh seorang laki-laki yang sudah baligh dan mampu bekerja terhadap seluruh anggota keluarga yang menjadi tanggungannya dalam bentuk nafkah.

Dalam Islam, negara wajib memastikan bahwa semua laki-laki yang baligh dan mampu tersebut bisa bekerja sehingga negara wajib menciptakan lapangan pekerjaan yang halal. Jika ada laki-laki yang tidak mampu menafkahi keluarganya dikarenakan keterbatasan fisik atau meninggal, maka kewajiban nafkah dialihkan kepada laki-laki yang menjadi nasab berikutnya. Jika benar-benar sudah tidak ada lagi, maka negaralah yang bertanggung jawab langsung terhadap pemenuhan kebutuhan asasi keluarga yang tidak memiliki orang yang wajib menafkahi. Hingga kebutuhan asasi individu terjamin pemenuhannya.

Sedangkan untuk kebutuhan komunal seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, serta pelayanan-pelayanan publik lainnya akan dipenuhi negara bagi seluruh warganya tanpa pandang bulu baik kaya, miskin, bahkan muslim maupu non muslim. Pemenuhan kebutuhan komunal dalam bentuk pelayanan publik ini benar-benar ditanggung negara dan sama sekali tidak boleh diserahkan pada korporasi. Negara akan memenuhi kebutuhan publik murni sebagai pelayanan yang tidak mengharap keuntungan seperti bisnis. Karena dalam Islam, hubungan negara dengan rakyat bukan produsen kepada konsumen sebagaimana dalam negara korporatokrasi pada sistem kapitalisme. Namun hubungan seperti penggembala atau ro'in dengan gembalaannya.  

Dalam menjalankan tanggung jawab besar ini, Islam memberikan petunjuk bagi negara dalam hal harta kekayaan. Islam membagi kekayaan ada 3 yakni yang pertama kekayaan individu. Di mana masing-masing individu diberikan kebebasan dalam mendapatkan harta dan mengembangkannya dengan syarat secara halal.

Yang kedua, Kekayaan milik umum seperti air, api dan padang rumput yang disebutkan Nabi SAW dan juga semua jenis kekayaan yang berlimpah ruah. Kekayaan ini tidak boleh jatuh ke tangan individu, korporasi apalagi asing. Negara berkewajiban mengelolanya serta memberikan hasilnya kepada rakyat dalam bentuk infrastruktur dan pelayanan publik. 

Yang ketiga, adalah kekayaan negara seperti kharaj, fai', jizyah, dll. Kekayaan ini meski diistilahkan milik negara, namun peruntukkannya dikembalikan untuk kepentingan rakyat. Dari kekayaan yang besar tersebut, maka sangat memungkinkan negara mampu memenuhi semua kebutuhan atau pelayanan publik secara gratis.

Negara model seperti ini sungguh pernah terwujud dan merealisasikan kesejahteraan yang tinggi pada peradaban. Walhasil, mengambil Islam sebagai sistem tentu merupakan kebaikan yang besar. Sebaliknya, mempertahankan kapitalisme dengan rezim korporatokrasi sama dengan mempertahankan kesengsaraan rakyat. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama