Oleh : Rosmi
Aktivis Muslimah

 

Dilansir dari Liputan6.com, Ahad 08 Maret 2020, kaum feminism mperingati Hari Perempuan Internasional. Tema yang diangkat pun semakin blunder bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. PBB memilih tema “Saya Generasi Kesetaraan : Menyadari Hak Perempuan” kampanye Generasi Kesetaraan mengajak dan membawa setiap individu berkelamin perempuan berasal dari berbagai etnis, ras, agama bahkan negara untuk ikut andil dalam kampanye tersebut. Tujuan kampanye perayaan tersebut adalah untuk memobilisasi mengakhiri kekerasan yang dialami oleh kaum perempuan, keadilan ekonomi, hak otonomi tubuh dan hak seksual serta reproduksi.
 
​Dilansir dari Tempo.co Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mencatat sepanjang tahun 2019, jumlahkassuskekerasanterhadapanakperempuan (KTAP) naik 65 persen dari tahun sebelumnya (1.417 kasus menjadi 2.341 kasus). KomisionerKomnasPerempuan Mariana Amiruddin mengatakan kasus kekerasan terhadap anak perempuan yang paling banyak terjadi adalah inses, yakni sebanyak 770. Berikutnya kasus kekerasan seksual sebanyak 571 kasus dan kekerasan fisik sebanyak 536 kasus."Dominannya kasus inses dan kekerasan seksual terhadap anak perempuan menunjukkan bahwa perempuan sejak usia anak dalam situasi tidak aman, bahkan oleh orang terdekat,"
 
​Mengapa kasus-kasus seperti inses, kekerasan seksual atau kekerasan fisik masih banyak dialami kaum perempuan, bahkan dari tahun ke tahun terjadi peningkatan bukan sebaliknya. Kasus-kasus seperti ini akan selalu menimpa perempuan, jika perempuan selalu ingin disetarakan dengan laki-laki dalam aspek materi. Perempuan karena tuntutan pekerjaan mereka harus berada di luar rumah hingga larut malam, sementara pakaian yang dipakai untuk menutupi tubuhnya adalah pakaian yang sangat mengundang perhatian dan imajinasi liar laki-laki, hal ini karena wanita mengambil teori my bodi my otority.
 
Selain mengancam keselamatan hingga terjadi kekerasan seksual, keluarga yang ditinggalkan  dirumah terutama anak-anak perempuan juga tidak aman, dikarenakan kesibukan mengejar materi, mereka tidak sempat bahkan melalaikan kewajibannya sebagai seorang istri dan akhirnya terjadilah kasus yang disebut inses. Kekerasan fisik terjadi dan banyak menimpa kaum perempuan bukan semata-mata karena kesalahan dan kearoganan kaum lelaki, salah satu faktornya adalah kesombongan perempuan jika materi yang dihasilkan dari pekerjaannya melebihi apa yang diberikan oleh pasangannya, sehingga kadang-kadang kaum perempuan berbuat semaunya tanpa mendengar apa kata pasangannya yang merupakan qowam (pemimpin).
 
​Dua puluh satu tahun sudah usianya sejak deklarasi dan platform aksi Beijing atau lebih dikenal dengan istilah Konferensi Internasional Perempuan. Setiap menjelang momen ini, sayup-sayup terdengar dari berbagai belahan dunia dengan dalih “pembelaan terhadap nasib perempuan” mereka menuntut kesetaraan hak sama seperti kaum Adam. Tahun silih berganti, tema peringatan pun selalu berubah sesuai kondisi dan tuntutan, tapi ’ratapan’ nasib perjuangan mereka selalu dirayakan, namun tak kunjung merubah keadaan. Malah sebaliknya nasib wanita semakin buruk dan tidak jelas.
 
​Tuntutan dalam konverensi atau deklarasi ini tidak pernah berubah dari tahun ketahun, tuntutannya selalu samayaitu, meminta dihargai dan menuntut kesamaan hak sama seperti kaum lelaki.

Apa sebenarnya makna kesetaraan hak antara pria dan wanita serta kesuksesan bagi wanita dalam perspektifkaum LIBERAL ini? jika sukses diartikan dengan capaian materi dan posisi publik yang bersifat praktis, teknis dan tidak straegis. Atau angka belaka seperti jumlah penghasilan yang setera dengan kaumlelaki, jumlah perwakilan perempuan di lembaga politik (eksekutif, yudikatif, legislatif), jumlah intelektual perempuan dans ebagainya tanpa memasukan parameter non-materi dan unsur spiritual, maka hal ini dapat dikatakan ide atau tuntutan yang tidak masuk akal dan justru malah membuat nilai dan citra perempuan semakin rendah 
 
Bagaimana Islam Memandang Perempuan
 
​Di saat masyarakat dunia memandang rendah kaum perempuan, islam muncul dibelahan negeri arab justru untuk menhapus diskriminasi terhadap perempuan. Islam datang membawa perubahan dan tatanan pada nasip perempuan. Islam mengatakan bahwa kemulianan adalah milik laki-laki dan perempuan sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah al-Hujurat ayat 4 yang artinya:

”Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudia kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.Sesungguhnya yang paling mulia diantara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa.”
Dalam pandangan Islam, kedudukan laki-laki dan perempuan tidak dilihat menggunakan kacamata ‘feminis’, dalam aturan Islam laki-laki dan perempuan tidak dilihat secara asumtif dan subjektif, akan tetapi dilihat secara proporsional. Dari sisi insiyah (manusia) laki-laki dan perempuan sama-sama merupakan makhluk Allah SWT yang keduanya memiliki akal dan potensi hidup yang sama. Kesamaan inilah, maka keduanya diberi beban hukum yang sama. Sama-sama wajib beriman kepadaapa-apa yang wajib diimani, beribadah, menuntut ilmu, berda’wah mengembang kanharta dan lain-lain. Namun demikian ada beberapa perbedaan tugas  yang terdapat antara laki-laki dan perempuan yang dalam Islam sangat jelas, diantaranyala ki-laki yang dilengkapi dengan tubuh yang maskulin, sehingga dia harus bekerja di luar dan bertanggungjawab sebagai kepala keluarga. sehingga tugas dan perannya jug berbeda dengan perempuan. Perempuan dilengkapi dengan alat reproduksi, mengalami haid, mengandung, dan menyusuhi juga memiliki perasaan yang peka serta seringkali lebih mengandalkan perasaanya dari pada akalnya.
 
​Perbedaan-perbedaan ini tidak dipandang sebagai pengistimewaan satu dari yang lainnya, atau diskriminasi Islam terhadap kaum perempuan. Justru di sinilah letak Islam memuliakan perempuan. Karena Islam member nilai kemuliaan bukan pada jenis peran sosialnya,melainkan pada pelaksanaan peran-peran social yang ditunaikan sesuai dengan tuntutan Islam. Dengan begitu laki-laki dan perempuan dapat bekerjasama melaksanakan kewajibannya masing-masing dengan saling mengisi, berbagi dan mensupport satu sama lain, sehingga kebahagian hakiki dapat dirasakan semua pihak.
 
​Ideologi Islam tidak pernah memandang perempuan sebagai benda, melainkan sebagai sebuah kehormatan. Penjagaan Islam terhadap kaum perempuan meliputi hukum pakaian, wali, mahram, waris, segala hukum yang berkaitan dengan peran ibu dan pengatur rumah tangga (nafkah dan hadhanah) inilah yang membuat perempuan berharga dan terhormat, tentu saja jika peran ini dijalankan dengan penuh ketaqwaan kepada Allah SWT serta mengharapkan ridhoNya.

Dalam pandangan Islam perempuan yang sukses adalah perempuan yang menjalankan tugas dan fungsinya sebagai “ibu pencetak generasi dan pengatur rumah tangga” Inilah perempuan yang sukses bukan saja di dunia bahkan sampai akhirat. Selain itu islam juga tidak membatasi perempuan untuk berkiprah diluar perannya sebaga ibu yang hanya berkutit didalam rumah saja, islam memberikan peluang untuk para muslimah berkiprah sesuai dengan keahlianya, tetapi tentu saja harus selalu terikat dengan hukum syara, seperti, saat berkiprah diluar rumah, mereka wajib meminta atau mendapatkan ijin dari walinya (ayah, saudara laik-laki atau suami bagi yang sudah bersuami), jika berada di hayatul’am (tempat umum) perempuan wajib memakai jilbab dan kerudung sesuai syariat Islam bukan sesuai tren mode
 
​Pelaksanaan hukum-hukum penjagaan ini, akan lebih sempurna jika adanya peran negara. Dalam Islam Negara wajib memastikan pemenuhan segala hak perempuan dan pelaksanaan kewajibannya secara sempurna. Negara akan memberikan sanksi kepada kepala keluarga yang tidak menjalankan kewajibannya atau tidak member nafkah kepada istri dan anak-anaknya jika tidak layak. Sehingga para perempuan tidak perlu bekerja ekstra keras (mendidik anak, mengurus rumah tangga serta mencari nafkah), karena pemenuhan nafkah adalah tanggung jawab seorang laki-laki.
Wallahu a'lam bishshawwab.
 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama