Oleh : Fitri Solihah


Dilansir dari liputan6.com, di tengah pandemi corona atau covid-19, tenaga medis mulai dari dokter hingga petugas kebersihan rumah sakit menjadi pejuang garda terdepan dalam menolong masyarakat. Namun, rasa takut selalu memengaruhi nurani setiap orang.

Seperti yang dialami oleh seorang dokter dan seorang perawat di RS Persahabatan, Jakarta Timur. Para medis tersebut justru mendapat perlakuan tak menyenangkan karena tiba-tiba diusir dari rumah kosnya.

Terjadi pula peristiwa penolakan pemakaman jenazah positif covid-19 seorang perawat yang bertugas di RSUP Kariadi, Semarang. Penolakan tersebut dilakukan oleh sekelompok warga di daerah Sewakui, Unggaran, Kabupaten Semarang. (9/4/2020)

Padahal sejatinya perawat dan tenaga medis adalah pahlawan kemanusiaan yang rela berkorban waktu, tenaga, dan pikiran untuk kesembuhan masyarakat yang telah positif covid-19.

Kekhawatiran dan kepanikan masyarakat semakin menyeruak karena takut tertular oleh virus covid-19. Bahkan ada sebagian orang yang meremehkan kebersihan diri dan lingkungan. Hal ini disebabkan karena minimnya edukasi dari pemerintah sehingga masyarakat melakukan upaya pencegahan mandiri sesuai apa yang mereka ketahui.

Dalam kondisi wabah seperti ini, peran pemimpin sangat dibutuhkan untuk menjadi penanggung jawab mutlak atas kebutuhan rakyat. Namun, realita yang ada semakin menegaskan bahwa pemimpin saat ini lalai mengurusi kebutuhan rakyat.

Kondisi ini terjadi tidak lain karena paham sekuler-kapitalis yang telah menjadi landasan berpikir pemimpin negeri ini. Sekularisme membuat penguasa mengacuhkan hukum syara'. Adapun kapitalisme membuat penguasa menuhankan materi.

Maka wajar saja jika kebijakan yang dikeluarkan justru memprioritaskan ekonomi, bukan edukasi dan keselamatan nyawa rakyat. Padahal jika ekonomi turun, masih bisa diperbaiki. Namun jika nyawa melayang, tidak bisa kembali.

Hal ini sangat bertolak belakang dengan hakikat kepemimpinan dalam Islam. Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanah. Siapa saja yang memegang amanah kepemimpinan pasti akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah SWT di akhirat kelak. 

Rasulullah Saw. bersabda:  

فَاْلإمَامُ رَاعٍ وَ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

"Seorang imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Hakikat kepemimpinan tercermin dalam sabda Rasulullah saw.:

سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ

"Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka." (HR Abu Nu‘aim)

Dengan demikian, seorang pemimpin (khalifah) akan memprioritaskan rakyat di atas keinginannya sendiri. Sehingga saat wabah terjadi, khalifah akan menjaga jiwa rakyatnya dengan usaha yang optimal karena rasa amanah yang begitu besar.

Seperti keputusan yang diambil oleh Abu Ubaidah dan Mu'adz bin Jabal yang merupakan pejabat Negara Khilafah untuk meninggalkan wilayah Syam yang pada saat itu terjadi tha'un (wabah). Tindakan mereka mencerminkan rasa tanggung jawab untuk mengurus warganya. Jikalau ada masyarakat yang meninggal dunia, mereka layak mendapatkan pahala syahid sebagaimana sabda Rasulullah Saw.: 

 وعن أبي هريرة رضي الله عنه، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم الشهداء خمسة المطعون والمبطون، والغريق، وصاحب الهدم، والشهيد في سبيل الله متفق عليه

Artinya, “Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah Saw. bersabda, ‘Orang yang mati syahid ada lima macam, yaitu orang yang kena tha’un (wabah), orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati karena tenggelam, orang yang mati karena tertimpa reruntuhan, dan orang yang mati syahid di jalan Allah.’” (HR Bukhari dan Muslim).

Dalam pemimpin Islam, langkah lockdown akan segera diambil sebagai upaya pencegahan penularan wabah ke daerah lainnya. Khalifah akan memastikan rakyat yang berpenyakit mendapatkan pelayanan medis yang memadai agar segera sembuh dan kebutuhan logistik yang tercukupi.

Upaya ini semata-mata untuk memutus mata rantai penyebaran wabah agar tidak semakin meluas. Sedangkan yang tidak terkena wabah akan diberi edukasi dan informasi yang akurat mengenai perkembangan dan penanganan di tempat wabah. Dengan demikian tidak ada rasa khawatir dalam diri masyarakat.

Islam sangat mendorong agar para penguasa maupun pejabat negara selalu bersikap adil. Sayang, pemimpin adil tidak mungkin lahir dari rahim sistem demokrasi-sekular yang jauh dari tuntunan Islam. Sistem zalim ini hanya bisa menghasilkan para pemimpin zalim, tidak amanah, dan jauh dari sifat adil. 

Pemimpin yang adil hanya akan lahir dari rahim sistem yang didalamnya menjunjung keadilan yang tinggi. Sistem Islam yang diterapkan dalam institusi Khilafah Islam akan menghasilkan para penguasa yang adil, bertanggung jawab, dan amanah seperti yang telah dilakukan oleh para Khalifah di masa kejayaan Islam sebelumnya.

Oleh karena itu, semakin jelas bahwasanya Khilafah mampu menangani wabah tanpa menambah permasalahan baru. Tidakkah kita merindukan kembali kehadiran sistem Islam di tengah-tengah kehidupan yang bisa melahirkan para pemimpin yang adil dan amanah?

Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama