Oleh : Rosmiani Az-Zahra
Pendidik Generasi & Member AMK


Pada saat pandemi hadir menghampiri penduduk bumi, permasalahan umat manusia bermunculan silih berganti di berbagai sektor. Menambah deretan permasalahan umat yang semakin lama kian tak menemukan solusi yang tepat untuk menyelesaikannya. Sebagian dari mereka berputus asa, menunggu kepastian kapankah masa ini akan berakhir?

Dilansir oleh Visi.news (Kamis, 17 September 2020), Kiki salah satu murid kelas 5 SD  Sukahati Cinunuk, terpaksa harus banting tulang untuk membantu orangtuanya. Caranya dengan "ngagigiwing" atau menenteng aneka buah siap santap berkeliling ke sejumlah kompleks perumahan dan daerah sekitar rumahnya di Kampung Ciguruwik RT 02/RW 12 Desa Cinunuk. Kiki harus rela bermandikan peluh terpapar panas teriknya matahari di siang bolong. Tetapi itulah yang mendorong orang-orang untuk membeli dagangannya.

Tidak dapat dipungkiri bahwa pandemi Covid-19 membawa dampak dalam berbagai sektor. Salah satunya seperti Kiki, seharusnya ia bersekolah dengan tenang bersama dengan teman-teman sebayanya. Fokus menuntut ilmu tanpa harus dibebani dengan permasalahan nafkah. 

Sesungguhnya problem seperti ini tidak hanya kali ini saja terjadi dan menimpa Kiki semata. Namun sudah ada jauh sebelum masa pandemi datang. Nasib anak yang malang harus rela banting tulang demi mencukupi kehidupan sehari-hari. 

Semua ini berkaitan erat dengan aturan yang diterapkan pemerintah sebagai pengayom umat. Dari tahun ke tahun perekonomian sebagian masyarakat terutama masyarakat kecil semakin melemah. Terlebih dalam kondisi wabah yang menerpa saat ini. Kesan mementingkan kelompok tertentu dengan kapitalnya telah membuat negara kurang optimal mengurusi urusan rakyat. Masa anak-anak yang seharusnya mendapatkan perhatian penuh dari orangtua dan juga negara untuk bisa mendapatkan hak-haknya pada akhirnya akan banyak Kiki yang lain yang mengalami hal serupa karena sistem aturan negara tak memihak semua kalangan masyarakat.

Adanya kondisi seperti yang dialami Kiki sekeluarga dan juga yang lainnya membuktikan betapa minimnya pelayanan negara terhadap umat terutama rakyat miskin. Persoalan kemiskinan menjadi alasan untuk bekerja banting tulang untuk membantu keluarga. Perlindungan penguasa terhadap rakyat miskin dirasa begitu lemah. Ini merupakan fakta bahwa sistem yang bernama demokrasi kapitalisme yang diterapkan negara telah gagal memberikan solusi terhadap persolan ekonomi salah satunya yaitu mengatasi kemiskinan.

Padahal sesungguhnya negara merupakan pengurus sekaligus pelindung dan perisai bagi rakyat. Namun, saat ini peran negara sebagai pengurus rakyat telah diamputasi oleh  kapitalisme. Maka tak heran jika terjadi ketimpangan di sana sini. Ia hanya berperan mengatur kebijakan dan aturan tapi tidak mampu melindungi dan menjamin kehidupan rakyatnya.

Semakin hari kemiskinan yang dirasakan masyarakat semakin terasa. Kemiskinan merebak baik di kota maupun di pelosok desa. Kekayaan alam yang seharusnya dinikmati dan menjadi hak rakyat, diserahkan kepengurusannya kepada asing dan aseng. Hal ini terjadi akibat diterapkannya sistem kapitalisme-liberalisme-sekularisme. Sistem inilah yang membuat kekayaan milik rakyat dikuasai dan dinikmati oleh segelintir orang saja. Jutaan rakyat terhalang untuk menikmati hak mereka atas sumber daya alam yang sejatinya adalah milik mereka. Rakyat seolah-olah dibiarkan untuk berjuang demi menghidupi diri masing-masing. 

Sungguh demikian berbeda dengan paradigma Islam memandang terkait hal ini. Dalam Islam, kemiskinan tidak diukur dari seberapa banyak pengeluaran atau pendapatan, tetapi lebih dari pemenuhan kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok tersebut mencakup sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Negara memiliki peran dalam menjamin kebutuhan pokok rakyatnya. Allah Swt. memerintahkan seorang pemimpin untuk bertanggung jawab atas urusan mereka, termasuk menjamin kebutuhan pokok dan kesejahteraannya. 

Rasulullah saw. bersabda: 
"Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang ia urus." (HR. al-Bukhari, Muslim dan Ahmad) 

Dahulu Rasulullah saw. sebagai kepala negara di Madinah senantiasa memotivasi kepala keluarga mencari nafkah sebagai kewajiban individu, sementara negara  tetap  memperhatikan kehidupan mereka agar tak satu pun yang merasa terzalimi. Pada zaman beliau ada sahabat yang tergolong dhuafa (ahlus shuffah). Mereka tinggal di masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.  

Selain itu, khalifah Umar bin Khattab memberikan santunan untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun "Dar ad-Daqiq", sebuah lembaga di bidang perekonomian yang berada pada masa pemerintahan Khalifah Umar. Lembaga ini betugas membagi tepung, mentega, kurma dan anggur yang berada di gudang yang diselenggarakan negara kepada orang-orang yang datang ke Madinah sebelum bantuan dari Mesir, Syam, dan Irak datang. (MuslimahNews.com, 7 April 2020)

Sementara Khalifah Umar bin Abdul Aziz membuat kebijakan untuk membiayai pernikahan para pemuda yang tidak memiliki uang. Juga pada masa kekhilafahan Abbasiyyah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma. (Buletin Kaffah No. 049, 14 Dzulqa'dah 1439 H/27 Juli 2018 M)

Semua hal di atas merupakan sebagian kecil upaya-upaya para pemimpin di masa pemerintahan Islam dalam menyejahterakan rakyatnya. Demikian berbeda dengan realita saat ini di bawah pengaturan sistem kapitalis sekuler yang memisahkan urusan agama dengan kehidupan dan hanya mementingkan kemaslahatan segelintir orang yang memiliki modal. Tanpa memikirkan kondisi masyarakat menengah ataupun kecil.

Maka sudah seharusnya sistem kufur yang bertentangan dengan hukum Allah Swt. dan tuntunan Rasulullah ditinggalkan karena terbukti mendatangkan masalah demi masalah, musibah demi musibah.

"Penerapan sistem kehidupan Islam bagaikan pohon yang akarnya sehat dan kuat menggantikan pohon yang akarnya rusak, yakni sistem kehidupan kapitalisme." (Dr. Rini Syafrie, pengamat kebijakan publik)

Dengan demikian hanya sistem pemerintahan Islam dengan syariahnya lah yang mampu menjamin keberkahan hidup manusia sebagaimana janji Allah dalam Al-Qur'an dengan dibukanya pintu langit dan bumi sebagai balasan atas ketakwaan manusia kepadaNya.

"Jika penduduk negeri beriman dan bertakwa, niscaya Kami membuka pintu keberkahan mereka dari langit dan bumi." (TQS. al-A'raf [7]:96) 

Wallahu a'lam bi ash-shawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama