Oleh : Mala Hanafie 
Aktivis Muslimah Jakarta


Lautan massa tumpah ke jalanan di berbagai kota menyusul ketukan palu DPR mengesahkan Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja , ribuan massa yang terdiri dari serikat buruh, aliansi mahasiswa hingga pelajar turun ke jalan melakukan aksi demontrasi merespon pengesahan Undang-undang Cipta Kerja (UU CK). RUU Ciptaker yang seharusnya disahkan 8 Oktober 2020 justru dilegalisasi pada 5 Oktober 2020. Pemerintah nampaknya bergerilya demi melegalkan UU Cipta Kerja ini.

Pemerintah yang diwakili Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, RUU Cipta Kerja diperlukan untuk meningkatkan efektivitas birokrasi dan memperbanyak lapangan kerja. (kompas.com/2020-10-05)

Bola panas terus bergulir, suara-suara penolakan diabaikan. Serikat buruh yang merasa tidak dilibatkan selama proses penggodogan rancangan undang-undang serta tidak terbukanya sikap pemerintah, keras menyatakan penolakan. Tuntutan pembatalan UU CK datang dari berbagai lapisan masyarakat.

Sejumlah organisasi kemasyarakatan (ormas) menolak Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja. Mereka mendesak Presiden Joko Widodo segera menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perppu untuk membatalkan UU yang dianggap kontroversial tersebut. (cnnindonesia.com/nasional/2020-10-11)

Percepatan pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja dilakukan DPR bersama Pemerintah dengan alasan pandemi. Langkah terburu-buru ini justru menyiratkan ketidakpekaan pemerintah akan kondisi yang tengah dialami rakyat. Bukan hanya tidak menjadikan penanganan kesehatan sebagai prioritas utama para pemangku tahta malah asik sendiri mempersiapkan undang-undang sapu jagat ini. Undang-undang yang lahir dari hasrat kepentingan. 



Ada Apa Dibalik Undang-undang Cipta Kerja?


Dalam pidatonya Mahfud MD selaku Mentri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) menyampaikan bahwa UU CK diambil sebagai langkah menciptakan lapangan kerja dan meregulasi sistem guna memudahkan Usaha Kecil dan Menengah (UMKM).

Meskipun digadang mampu menjadi solusi bagi tersedianya lapangan kerja, UU Cipta Kerja menyimpan sederet kebijakan kontroversial. Diantaranya yang kini disoroti buruh menyoal pengapusan UMK, juga hak-hak buruh terkait cuti, jaminan sosial serta aturan pemutusan hubungan kerja yang merugian pihak buruh. Pasal berbahaya lainnya yang juga ada di dalam UU Cipta Kerja sarat dengan keberpihakan pada koorporasi. Aturan yang meliberalisasi hak-hak para investor.

Tidak hanya itu, disahkannya UU Cipta Kerja menjadi karpet merah yang terbentang luas bagi tenaga kerja asing karena tidak adanya keharusan memiliki kemampuan berbahasa Indonesia bagi calon tenaga kerja asing. Dengan dalih menyederhanakan regulasi, UU Cipta kerja membuat gerbang bagi investor asing makin terbuka lebar, memberikan fasilitas dan kebebasan bagi pihak asing untuk menjalankan serta mengelolah sumber daya milik Negara. 

Hilangnya hak pengelolahan negara atas sumber daya alam berpotensi menghilangkan status pemerintah sebagai penyelengara negara di sektor krusial. Berpindahnya aset kekayaan milik negara menjadi aset lembaga yang bebas dikuasai investor asing adalah bentuk nyata pengkhianatan pemerintah sebagai penyelenggara tatanegara kepada seluruh rakyat. Sumber daya serta kekayaan negara yang seharusnya dipelihara negara dan diperuntukan bagi hajat hidup bangsa, lewat pengesahan Omnibus Law UU Cipta Kerja bisa dengan mudah jatuh dalam cengkraman investor asing.

Menyikapi bahaya dibalik undang-undang ini gelombang penolakan terus mengalir. Kendati tututan pembatalan vokal disampaikan berbagai elemen massa DPR dan Pemerintah bergeming. 


Bahaya Lagi Membahayakan


        "Ł„Ų§ Ų¶Ų±Ų± ŁˆŁ„Ų§ Ų¶Ų±Ų§Ų±"

“Tidak boleh (ada) bahaya dan menimbulkan bahaya.” (Hr. Ibnu Majah)

Mendatangkan mudharat atau bahaya kepada manusia dan harta kekayaan negara merupakan praktik kezaliman. Islam mendorong manusia untuk menghilangkan segala bentuk kemudharatan. Jelas bahwa Islam sebagai rahmat bagi semesta melarang sesuatu yang dapat mengundang mudharat yang darinya menjadi sebab rusaknya tatanan kehidupan.

Menyambut pekerja asing dengan tangan terbuka sementara nasib buruh dalam negeri tidak memiliki perlindungan sama sekali. UU Cipta Kerja meniscayakan aset-aset negara berada di bawah kendali kapitalis/investor asing adalah ancaman bagi negeri. Kekayaan Negara yang seharusnya dijaga, ditawar murah dengan membiarkan kapitalis/investor asing menguasainya, memegang kendali atas kaum muslimin. Peran negara sebagai penjaga rakyat kian melemah.

Lazim memang dalam ruang hidup kapitalisme yang menakar segala sesuatu dari sisi untung-rugi. Kerusakan yang datang sebab manusia merasa mampu membuat aturan. Menuhankan akal, menggantikan otoritas Allah Sang Pembuat Hukum. Terbukti undang-undang buatan tangan manusia cuma menambah kesengsaraan. Aturan berbahaya lagi membahayakan. Tak ada pilihan untuk mengangkat kemudharatan kecuali kembali pada peraturan yang bersumber dari Alquran. Keadilan yang ditawarkan sistem kapitalis nyatanya utopis. 

Wallahu'alam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama