Oleh : Sujilah
IRT dan Pegiat Literasi Komunitas Penulis Mustanir


Siapa yang tidak senang mendapat kuota gratis? Di masa pandemi seperti sekarang ini, online atau daring  menjadi salah satu kebutuhan utama bagi masyarakat. Khususnya terkait proses pembelajaran siswa sekolah, pasti  tidak bisa lepas dari internet, karena dari sanalah informasi bisa didapatkan

Seperti dilansir Sindonews.com, Jumat (18/9/2020), subsidi pulsa yang diberikan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) senilai total Rp7,2  triliun untuk siswa, mahasiswa, guru, dan dosen dinilai belum cukup untuk pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Terlebih faktanya masih banyak siswa yang mengalami kesulitan karena tidak memiliki perangkat Smartphone untuk pembelajaran online.

Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mengatakan, baru ada 21 juta siswa yang menyetorkan nomor telepon untuk penyaluran pulsa dari total target 45 juta penerima. Artinya setengah dari peserta itu memang tidak bisa mengikuti Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Kenapa mereka tidak setor nomor telepon karena terkendala HP  (alat) untuk input data,  "ujar   Huda ditemui di sela sosialisasi Empat Pilar MPR di Pondok Pesantren Al-Jawami, Cileunyi, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Jumat (18/9/2020).

Apa mau dikata, sejak pandemi merebak proses pendidikan sebagai bagian vital dari pembentukan generasi  berkualitas menemukan banyak kendala Pendidikan Jarak Jauh (PJJ).            

Akibatnya  metode daring pun menjadi satu pilihan yang paling rasional demi menghindarkan tersebarnya wabah  di tengah masyarakat.

Namun dalam pembelajaran jarak jauh banyak masalah yang menjadi PR bersama untuk diselesaikan. Mulai dari kendala dari sisi kuota, fasilitas teknologi berupa gawai atau komputer, penguasaan teknologi siswa dan guru, juga sinyal, problem terkait daya serap siswa, efektivitas tersampaikannya materi pelajaran hingga perumusan kurikulum yang tepat diterapkan di masa pandemi.

Kebutuhan kuota, pengadaan HP dan kendala sinyal menjadi sesuatu yang sulit untuk  diselesaikan secara tuntas meski subsidi pulsa sudah dikucurkan, namun proses pembagiannya masih memunculkan masalah sendiri. Tiang-tiang koneksi internet yang digadang-gadang mampu untuk menjawab satu di antaranya dari  segudang persoalan nyatanya hingga kini belum mampu terealisasi.

Dari sini nampak jelas terlihat betapa negara masih belum menunjukkan perannya secara utuh untuk menyelesaikan buruknya penanganan masalah pendidikan di masa pandemi. Sungguh semua keruwetan atau  problematika yang terjadi  tidak lepas dari paradigma bernegara yang diadopsi oleh negeri ini. 

Sistem kapitalis sekuler telah berhasil mencerabut kesungguhan dari pemerintah dalam mengurus hajat kehidupan dari rakyat. Kedudukan pemerintah yang ada saat ini tidak lebih sebagai penjual, sementara rakyat adalah pembeli. Demikian juga dalam masalah pendidikan, hukum rimba pun berlaku, dimana hanya yang kuat saja yang mampu bertahan, yang memiliki uang saja yang akan mendapatkan pelayanan pendidikan yang berkualitas.

Fakta penyebaran pandemi yang semakin bertambah melonjak jumlahnya di negeri ini, telah mengakibatkan efek buruk di tengah masyarakat tidak terkecuali para pelajar. Tidak sedikit di antara   mereka yang dirundung kebosanan, stress, dan problem psikologis lainnya. Miris rasanya mendapati beberapa kejadian yang menjadi imbas dari berlarutnya pandemi ini. Seperti fakta yang baru-baru ini terjadi, demi membantu sang anak belajar daring, seorang ayah (40) terpaksa mencuri HP demi untuk belajar online, juga ketika seorang ibu di Banten tega menganiaya anak hingga tewas karena kesulitan belajar online, karena anak susah diajarkan saat belajar. (Tribunnews.com, 14 September  2020)

Permasalahan pun tidak hanya berhenti  di situ. Di tengah  proses belajar di rumah tersebut, para guru terpaksa  memberikan tugas kepada siswa tanpa bimbingan. Pada satu sisi hal ini tidak begitu mendatangkan masalah karena siswa masih terbantu oleh internet dalam mencari  rujukannya. Namun hal ini berubah menjadi persoalan, ketika  tugas yang diberikan kepada siswa tidak sedikit, anak-anak menjadi terbebani sehingga akhirnya banyak orangtua yang keberatan atas tugas yang diberikan oleh para guru karena dianggap menjadi penyebab anak-anak merasa stres. 

Dari semua permasalahan efek pandemi di atas, maka perlu ada kerja sama mulai dari individu siswa, guru dengan orangtua dalam menjabarkan dan melaksanakan proses pembelajaran  di rumah dengan sebaik-baiknya. Pihak sekolah terutama para guru diharapkan bisa lebih kreatif dan profesional dalam memberikan materi pelajaran agar bisa dipahami oleh siswa.   Di samping itu peran negara pun menjadi hal penting yang harus ada dalam menjamin keberlangsungan proses pendidikan. 

Apa yang terjadi dalam sistem kapitalis  yang saat ini diberlakukan sungguh sangat jauh berbeda, dengan cara Islam dalam menangani masalah  pendidikan di masa pandemi ini. Islam sebagai agama paripurna, menjadikan akidah sebagai dasar pijakan yang kokoh dengan syariat yang terpancar demikian indah dari  Sang Pencipta.  

Sebagai mukmin, telah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengambil aturan Islam sebagai penyelesaian dari seluruh  masalah. Termasuk dalam  masalah pendidikan, Islam  telah memiliki solusi sempurna untuk menyelesaikannya.  

Pendidikan adalah hak setiap warga negara, baik miskin atau non muslim, semua tak ada bedanya. Karena ini adalah kebutuhan utama, maka Islam memberikan pendidikan gratis dan berkualitas. Apapun kesulitannya, rakyat tidak boleh dibebani, terlebih dalam suasana pandemi seperti ini.

Islam memandang bahwa perkara pengurusan rakyat adalah tanggung jawab penguasa yang kelak akan dipertanyakan pengurusannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.:

"Seorang imam (penguasa)  adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR Bukhari dan Muslim)

Pendidikan  dipandang sebagai urusan yang dibutuhkan oleh setiap individu rakyat dan menjadi perhatian negara. Islam memberikan amanah kepada para penguasa untuk memberikan akses yang mudah, maka negara akan mengupayakan menyediakan sarana pendidikan berkualitas agar dapat diperoleh secara mudah dan gratis oleh semua lapisan rakyat. Lalu, dana besar pendidikan Islam diperoleh dari mana? 

Negara akan membiayainya dari kas Baitul maal.   Manajemen harta dalam Baitul maal terdiri dari dua segmen, yakni pemasukan dan pembelanjaan.

Pemasukan  di dapat dari sumber dari hak milik, individu, umum, dan negara. Pemasukan dari kepemilikan individu berupa zakat dan shadaqoh. Sedangkan dari kepemilikan negara berasal Ghanimah, Khumus, Rikaz, Usyr, Fai', Kharaj, Jizyah dan Dharibah (pajak).

Sedangkan dari sisi kepemilikan umum, berasal dari sumber daya alam, barang tambang minyak dan gas, hutan, laut, dan  hima (milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan, semisal untuk pembiayaan terkait perkara pendidikan).

Jika dua sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi, dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif (dharar) jika ditunda pembiayaannya, maka negara wajib mencukupinya segera meski dengan cara berutang. Utang ini kemudian dilunasi oleh negara tanpa ribawi dan tidak membebani rakyat.

Dengan jaminan  biaya pendidikan yang ditetapkan bagi rakyat, tinta emas sejarah membuktikan  bahwa pada masa kejayaan Islam negara  berhasil mendirikan perguruan tinggi dan melengkapinya dengan sarana dan prasarananya seperti perpustakaan, auditorium, asrama mahasiswa, perumahan dosen dan ulama.

Sejarah mencatat bahwa di Baghdad Khalifah Al-Mustansir Billah pada abad VI Hijriyah mendirikan  Madrasah Al-Nuriyah di Damaskus, Madrasah An-Nashiriyah di Kairo, Madrasah Al-Muntashiriyah di Baghdad. Sekolah ini memiliki sebuah auditorium dan perpustakaan yang dipenuhi berbagai buku yang cukup untuk keperluan proses belajar mengajar. Selain itu madrasah ini dilengkapi juga rumah sakit dan dokter yang senantiasa siaga di tempat. (Tintasiyasi.com)

Anak didik dipahamkan akidahnya hingga akhlak mereka terbentuk menjadi seorang anak yang faqih dalam agama juga cerdas dalam pengetahuannya. Para pendidik memperoleh hak mengajar secara maksimal, sebab negara menjamin kesejahteraan para guru. Lembaga sekolah menjadi mitra negara dalam mewujudkan generasi tangguh.

Demikianlah aturan serta riayah pemimpin penerap syariat dalam mengatasi problematika umat termasuk masalah pendidikan.

Wallahu a’lam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama