Oleh: Rita Rosita
Ibu Rumah Tangga


  Perdebatan mengenai Undang - Undang Cipta Kerja alias Omnibus Law belum berakhir juga, di akhir tahun 2019 lalu UU ini hampir disahkan, namun penolakan besar besaran dari berbagai kalangan mematahkan usaha pengesahan itu.

  Namun, pada Senin (5/10/2020) Pemerintah dan DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) cipta kerja(Ciptaker) menjadi Undang Undang dalam sidang paripurna. UU ini disahkan meski banyak penolakan, bahkan dari akhir tahun 2019 khususnya dari para buruh yang berencana menggelar aksi mogok nasional pada tanggal 6-8 Oktober 2020 ini.
 
 Di sejumlah kota hampir semua buruh turun ke jalan untuk demo untuk menentang RUU Ciptaker, semua buruh dari berbagai perusahaan/pabrik turun ke jalan mensuarakan penolakan tentang  RUU Ciptaker yang akan merugikan nasib para buruh. Karena keserakahan kapitalisme yang mengabaikan aspek keadilan pada pekerja demi memberikan keuntungan terbesar bagi para kapitalis.

  Satu-satunya tujuan pengesahan  UU ini adalah untuk menggenjot investasi. Belakangan ini kita semua mengetahui, pukulan pandemi telah melahirkan resensi. Akibatnya kondisi ekonomi beberapa negara menjadi kalang kabut dibuatnya. Jelas sudah bahwa tujuan penggodokan Omnibus Law bukan untuk rakyat. Nyatanya banyak rakyat yang protes tapi tidak ada yang digubris, hanya demi menaikkan investasi negara yang justru menguntungkan para korporasi saja.

  Padahal tugas utama negara adalah mengayomi dan mengurus keperluan rakyat. Dikala keadaan seperti ini, wabah covid-19 tak kunjung reda, korban berjatuhan dimana mana, banyak keluarga kehilangan sanak saudaranya, namun semua seakan membisu, biarlah semua terjadi masing masing sudah ada takdirnya.
Harusnya dalam kondisi seperti ini nyawa rakyat yang lebih penting, setiap kebijakan yang diambil harusnya dipertimbangkan untuk kesehatan rakyatnya, kebutuhan mereka dan kesejahteraan, bukannya mementingkan segelintir orang saja.

 Setiap kebijakan yang lahir, tentu tidak akan begitu saja selesai. Semua akan dimintai pertanggungjawaban nya, karena pemerintah adalah pelayan rakyat yang harus memikirkan keperluan rakyat, bukan keperluan sebagian orang.
 
 Persoalan ketenaga kerjaan tidak mungkin dilepaskan dari kebijakan  negara dalam bidang politik ekonomi. Masalah ketenagakerjaan yang muncul hubungan antara pengusaha dan pekerja terdapat hukum-hukum yang menyangkut ijaratul Ajil. Politik ekonomi Islam  diterapkan melalui berbagai berbagai kebijakan yang menjamin tercapainya pemenuhan semua kebutuhan pokok tiap individu masyarakat yang menyeluruh, dengan disertai adanya jaminan yang memungkinkan setiap individu memenuhi kebutuhan - kebutuhan pelengkap sesuai kemampuan yang dimiliki. 

 Kebutuhan pokok dalam pandangan Islam mencakup kebutuhan terhadap barang-barang tertentu berupa, sandang, pangan, papan. Serta kebutuhan terhadap jasa-jasa tertentu berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan. Islam menjamin tercapainya pemenuhan seluruh kebutuhan pokok (primer) untuk setiap warga negara (muslim dan non-muslim)secara menyeluruh, baik kebutuhan yang berupa barang maupun jasa.
Negara akan menciptakan lapangan kerja, memberi akses kepemilikan lahan bagi individu yang mampu mengolahnya menghidupkan tanah mati, menciptakan iklim kondusif bagi wirausaha, sebagai sarana bagi setiap kepala keluarga untuk bekerja.
 
 Oleh karena itu rakyat butuh pemimpin baru yang memperhatikan keperluan mereka, dan bertanggungjawab atas mereka. Sejahteralah dengan Islam kafah, rakyat tidak hanya butuh sosok pemimpin yang peduli dan sederhana, atau pemimpin yang sekedar hafal Al-Qur'an. Tapi rakyat butuh pemimpin yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama