Oleh : Rita Rosita
Ibu Rumah Tangga


  Beberapa hari lagi Indonesia akan menyelenggarakan Pemilihan kepala daerah (Pilkada)serentak 2020 dan akan dilaksanakan dalam masa pandemi Covid-19. Mirisnya 70 calon kepala daerah terinfeksi Covid-19, 4 diantaranya meninggal dunia, 100 penyelenggara termasuk ketua KPU RI terinfeksi Covid-19 (bisnis.com, 28/11/2020)

   Covid-19 sudah menyebar tak terkendali lagi 34 provinsi di Indonesia, namun ternyata tingginya kasus Covid-19 di negeri tidak menyurutkan keinginan Pemerintah Indonesia untuk tetap mengadakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 pada Desember ini. Pilkada serentak 2020 menjadi klaster baru penyebaran Covid-19 karena bagaimanapun upaya menjalankan protokol kesehatan, ada ribuan titik kumpul massa, baik saat persiapan pra kampanye, kampanye, masa pencoblosan, dan masa perhitungan suara.

  Juru bicara satgas penanganan Covid-19 Prof Wiku Adissasmito menyebut, 45 kab/kota yang akan melaksanakan pilkada serentak di bulan Desember 2020 adalah zona merah Covid-19 tentu ini jelas berbahaya. Selain itu juga laporan kasus baru Covid-19 yang tercatat di Indonesia tersebut merupakan yang tertinggi diantara negara Asia Tenggara lainnnya (tribunnews.com, 18/9/2020).

   Beberapa kalangan telah mengusulkan agar pilkada serentak 2020 ditunda. Menanggapi usulan dan permintaan penundaan tersebut, Menko Polhukam Mahfud MD mengatakan penundaan pilkada hanya bisa dilakukan lewat UU atau perpu, untuk UU waktu sudah tidak mungkin sedangkan untuk pembuatan perpu belum tentu mendapatoan dukungan DPR. 

Wacana penundaan pilkada pernah dibahas oleh pemerintah, KPU, dan DPR, namun waktu itu kata Mahfud, diputuskan Pilkada tetap digelar 9 Desember 2020. Pemerintah dan DPR tidak mau 270 daerah di Indonesia serentak dipimpin oleh pelaksanaan tugas. Dan jika ditunda karena Covid-19, tidak ada kepastian sampai kapan Covid-19 berhenti dan tidak lagi berbahaya, karena sampai hari ini angka positif Covid-19 masih terus melonjak (beritasatu.com, 14/9/2020).

   Pertimbangan-pertimbangan ini cenderung mengesampingkan kesehatan dan keselamatan nyawa manusia. Pilkada serentak tahun ini adalah pilkada dengan jumlah daerah terbanyak 270 daerah. Pilkada menjadi momentum untuk memanaskan suasana politik menuju pemilu 2024. Sudah menjadi rahasia umum kalau pilkada dan pemilu butuh biaya mahal, menjadi bahaya jika semangat balik modal para pejabat dan pemimpin daerah menjadi yang utama. Akibatnya kepentingan rakyat dan kemaslahatan umum menjadi prioritas kesekian.

  Berbeda dengan sistem pemerintahan Islam, dalam sistem negara Islam negeri yang diperintahnya dibagi dalam beberapa bagian dan setiap bagian disebut imalah (karesidenan) pemimpin wilayah (provinsi)disebut wali (gubernur) pemimpin imalah disebut Amil atau hakim.

   Wali adalah orang yang diangkat oleh Khalifah sebagai penguasa (pejabat pemerintah) untuk suatu wilayah serta menjadi Amir (pemimpin) wilayah itu. Dengan demikian tidak akan membutuhkan biaya mahal seperti pengangkatan gubernur atau pejabat tingkat bawahnya karena proses pengangkatan wali dalam system' Islam bisa dilaksanakan secara efektif dan efisien, tanpa harus melalui proses yang panjang, melelahkan dan membutuhkan modal uang sangat besar seperti dalam sistem sekarang.

Fungsi pemimpin dalam Islam adalah mengurusi rakyat nya secara sungguh-sungguh melindungi rakyat, baik dari ancaman kelaparan, kemiskinan, termasuk penyakit (dalam hal ini kerawanan tertular virus berbahaya seperti Covid-19 ini).  Jika dibandingkan dengan sistem sekarang, sistem Islam jauh lebih hemat, efektif, dan efisien serta selalu mengutamakan keselamatan rakyat.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama