Oleh: Rohmawati 
Aktivis Dakwah Remaja Islam Cilegon


Penerapan sistem demokrasi menjadi titik awal dari problematika kehidupan negeri kaum muslim, termasuk Indonesia. Dalam sistem demokrasi pengharaman terhadap minol atau minuman beralkohol tak lagi diberlakukan, selagi masih menghasilkan pundi-pundi materi. Demokrasi merupakan salah satu jalan menuju penjajahan generasi kaum muslim. Penjajahannya dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan gaya hidup yang mengacu 3F (Food, Fun, dan Fashion). Semua itu mengacu karena demokrasi mempunyai tujuan menjauhkan Islam dari kehidupan kaum muslimin. 

Penjajahan generasi melalui makanan dan minuman. Salah satunya melalui minuman fermentasi dari ragi dan madu liar. Minuman fermentasi yang dibuat oleh madu dan ragi liar ini merupakan minuman yang dibuat oleh Bangsa Romawi. Mereka biasanya mengkonsumsinya ketika mengadakan tradisi ritual seperti acara adat, perayaan keagamaan, dan lain sebagainya. Bahkan minuman tersebut menjadi populer di negara Eropa seperti Italia, Spanyol, dan Prancis. 

Kehidupan demokrasi yang serba bebas ini, mulai diterapkan di negeri-negeri kaum muslim saat sistem  khilafah diruntuhkan oleh seorang penghianat, Mustafa Kemal attaruk pada 1924. Seperti yang terjadi di negeri ini, peredaran minuman beralkohol menjadi bebas karena adanya RUU Minol.

Rancangan Undang-Undang minol tersebut dibuat dengan dalih menghormati agama. Karena Indonesia merupakan negara yang beragam dari sisi agama. Selain itu juga undang-undang tersebut dibuat dengan harapan dapat mengurangi angka kejahatan kriminal yang disebabkan oleh minuman beralkohol. Namun sayangnya, Minol tersebut diperbolehkan mengkonsumsinya  dalam ranah khusus seperti acara keagamaan, di tempat pariwisata, dan lain sebagainya. 

Rancangan Undang-Undang Minol yang berisi tentang pelarangan mengkonsumsi atau mengedarkan minuman tersebut menuai kontroversi di tengah masyarakat. Baik yang mendukung maupun yang menolak RUU tersebut. Fraksi Golkar dan PDI Perjuangan mengisyaratkan menolak Rancangan Undang-Undang atau RUU minuman beralkohol. Ketua Kelompak Fraksi Golkar di Baleg (Firman Soebagyo) mengatakan, RUU larangan minuman beralkohol ini telah di bahas sejak DPR periode 2014 - 2019. Namun pembahasannya mentok lantaran perbedaan pendapat DPR dan Pemerintah. (tempo.com, 13/11/20)

Menurut kriminolog, peningkatan angka kejahatan kriminal tidak dapat dikaitkan dengan minuman beralkohol. Sehingga Undang-Undang tersebut dinilai tidak sesuai dengan keadaan Indonesia yang memiliki berbagai macam budaya dan agama. Disamping itu, menurut Stevanus minuman beralkohol merupakan salah satu minuman yang dapat menumbuhkan perekonomian negara dari sektor parawisata. Sehingga pelarangan terhadap minuman tersebut tak dapat dihentikan di negara Indonesia. Padahal seharusnya negara dapat mengutamakan keselamatan rakyatnya. Karena negara merupakan junnah yang berkewajiban menjaga kesehatan seluruh rakyat yang dipimpinnya baik jasmani maupun rohaninya.  Sebagaimana halnya yang telah dicontohkan oleh sahabat Nabi Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar Bin Khattab, dan lain sebagainya dalam menjamin keselamatan rakyatnya. 

Islam merupakan agama yang sempurna yang mengatur segala urusan manusia. Diantaranya mengatur urusan makanan yang halal dan baik. Dalam pandangan Islam, minuman yang memabukkan baik sedikit maupun banyak adalah haram. Karena minuman tersebut banyak menimbulkan kemudharatan yang akan merusak organ tubuh manusia. Dan hal tersebut sudah jelas diharamkan. 

Sebagaimana Allah berfirman yang artinya: 
"Hai orang-orang beriman. Sesungguhnya (minuman) khamr, berjudi (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka  jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapatkan keberuntungan." (QS Al-Maidah: 90) 

Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda yang artinya:
"Semua minuman memabukkan adalah haram dan semua khamr adalah haram." (HR. Muslim) 

Penerapan sistem demokrasi yang berasaskan hak kebebasan membuat rakyat bebas tanpa aturan karena hukum dalam demokrasi tidak dapat memberikan saksi yang kuat untuk membuat para pelaku kejahatan termasuk peminum minuman beralkohol berhenti melakukan perbuatannya. Padahal 
dalam sistem Islam, peminum maupun penjual khamr dapat dijatuhi hukuman. Karena hal tersebut melanggar aturan Allah. Hukuman yang diberikan tersebut sesuai dengan syariat Islam. Yakni dengan hukuman cambuk 80 kali dibagian punggung yang dilakukan oleh negara, dengan disaksikan oleh seluruh umat Islam. Dengan begitu maka zawajir dan jawabir dapat terwujud. Yakni memberikan efek jera kepada para pelaku kejahatan agar tidak mengulangi perbuatan tersebut.serta sebagai penebus atas segala kesalahannya.

Upaya penyelesaian masalah dalam sistem demokrasi lagi-lagi tidak dapat menyelesaikan masalah secara sempurna. Karena undang-undang yang ada dalam sistem demokrasi dibuat bukan berdasarkan kepentingan rakyat melainkan hanya kepentingan individu. Dengan adanya undang-undang tersebut memberikan bukti bahwa sistem ini hanya berasaskan materi. Sekaligus menjadi bukti nyata bahwa hanya aturan Islam yang dapat menyelesaikan problematika kehidupan manusia termasuk dalam memberantas khamr dan para pelakunya. Karena hukum yang dibuat dalam Islam hanya berstandar kepada dua hal yakni halal dan haram yang bersumber kepada Al-Qur'an dan As Sunnah. 
Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama