Oleh : Rita Rosita
Ibu Rumah Tangga
Belum berhenti tentang hutang negeri ini, tidak akan lami lagi kali wacana untuk vaksin Corona gratis pun akan berbuah hutang. Berhutang sepertinya solusi tunggal yang kerap diambil pemerintah.
Hal ini diwacanakan setelah Presiden Jokowi akhirnya memutuskan untuk menggratiskan vaksin Corona bagi seluruh masyarakat. Ia juga meminta Sri Mulyani untuk memfokuskan anggaran dan realokasi belanja demi vaksinasi gratis. (Kumparan.com)
Meski demikian, dalam APBN 2021 total anggaran terkait vaksin Corona hanya sebesar Rp 23 triliun. Anggaran untuk pengadaan vaksin sebesar Rp18 triliun,program vaksinasi 3,7 triliun dan pengadaan sarana dan prasarana penunjang sebesar Rp 1,3 triliun. Anggaran itu dengan asumsi awal pemerintah, yaitu ada vaksin Covid-19 yang berbayar bagi masyarakat, artinya jika vaksinasi digratiskan untuk seluruh masyarakat, anggaran yang dibutuhkan harus lebih besar lagi.
Direktur jenderal anggaran kementerian keuangan, Askolani mengatakan hingga saat ini pemerintah masih melakukan perhitungan terkait dengan anggaran vaksin di tahun 2021. Menurutnya, kalaupun anggaran semula itu tidak cukup, pemerintah tak akan menutup mata untuk melakukan realokasi belanja lain APBN 2021.
Direktur Riset Core Indonesia, Piter Abdullah mengatakan dengan perkiraan biaya vaksin Sinovac Rp 400-500 ribu perorang untuk dua kali vaksin, maka biaya perkiraan vaksinasi gratis mencapai 500triliun. Inipun baru perkiraan anggaran vaksinasi saja, belum disertai anggaran sarana dan prasarana penunjang lainnya. Sehingga menurutnya, realokasi anggaran saja tidak akan cukup. Pemerintah perlu menambah anggaran lagi untuk vaksinasi gratis.
Dalam menangani Corona langkah pemerintah menangani wabah Covid-19 sejak awal telah menuai sejumlah kontrovensi. Para ahli pun tak sedikit yang angkat bicara mengenai pola penanganan wabah. Sejak kasus pertama ditemukan, pemerintah bahkan terkesan menyepelekan permasalahan wabah, langkah-langkah yang ditempuh untuk memadukan wabah pun tak terarah.
Dalam upaya penanganan wabah, vaksinasi jelas memiliki peran yang sangat penting. Jika merujuk pada pendapat Leavel and Clark, mengenai lima tingkat pencegahan penyakit, vaksinasi termasuk pelindungan khusus yang dilakukan untuk melindungi diri dari serangan virus. Hanya saja vaksin membutuhkan kajian dan wajib melalui tahapan uji klinis. Dibawah arahan para ahli, hingga vaksin benar-benar dapat dilakukan.
Disayangkan, pemerintah terkesan terburu-buru dalam masalah vaksin. Disaat negara - negara lain masih menunggu selesainya tahap uji klinis beberapa kandidat vaksin, Indonesia justru sudah melakukan pre order vaksin Sinovac. Bahkan meski tiga kandidat vaksin Covid-19 yang akan dipakai yakni Sinovac, sinopham, dan Cansino, telah melewati uji klinis, tak lantas begitu saja vaksin ini bisa dikatakan efektif dan aman untuk digunakan.
Disaat pemerintah disibukkan dengan vaksin, perilaku tak sesuai dengan protokol kesehatan justru kian marak. Padahal perilaku 3M memiliki kontribusi untuk meminimalisasi kasus, imbauan pemerintah dalam menggalakan 3M makin buyar ketika pemerintah ngotot menggelar pilkada ditengah pandemi.
Padahal pola penanganan wabah pada dasarnya berpusat pada perilaku masyarakat, jika perilaku yang sesuai Prokes ini dapat dikendalikan dengan cerdas tanpa pandang bulu oleh pemerintah, niscaya dapat berkontribusi dalam menurunkan angka pasien Covid-19.
Belum lagi solusi karantina wilayah yang sejak awal dipilih pemerintah dengan setengah hati. Alasan ekonomi pada akhirnya membuat penanganan wabah yang sejak awal telah kacau, semakin buyar. Buka tutup PSBB alih-alih meredam prevalensi, masyarakat justru harus menerima kenyataan hadirnya istilah-istilah baru dalam era new normal, mau tak mau hidup damai berdampingan dengan virus akhirnya dijalani masyarakat. Alhasil masyarakat Indonesia harus menerima kenyataan bahwa pasien terkonfirmasi positif terus bertambah hingga menyentuh angka setengah juta orang.
Masalah kesehatan seharusnya menuntut hadirnya sistem yang sehat dan mampu serta pemimpin yang terpercaya dalam memadamkan wabah sekaligus memadamkan keresahan masyarakat akan wabah.
Penanganan wabah berbasis hutang yang ditempuh pemerintah kian menunjukkan tabiat asli pemerintah yang kapitalistik. Hutang adalah sumber utama pendapatan negara yang mengadopsi kapitalisme setia pajak.
Pelayanan kesehatan termasuk di dalamnya vaksinasi memang sudah selayaknya digratiskan, tapi bukan berarti sumber pembiayaan nya berbasis utang, tetap saja rakyat yang akan membayar lewat berbagai regulasi dan pajak yang pastinya kian melangit. Lebih jauh lagi, selain gratis vaksin yang akan digunakan pun harus bisa dipastikan efektivitas dan keamanannya, ini akan menuntut pemerintah untuk melibatkan para ahli dalam setiap tahapan uji klinis vaksin hingga keamanannya dapat dipastikan secara ilmiah.
Dalam Islam, pemerintah menyadari betul peran strategis nya dalam menentukan sehat dan sakitnya masyarakat, kebijakan kesehatan dalam Islam memperhatikan terealisasinya perilaku sehat. Di sisi lain pemerintah memaksimalkan aspek kuratif, rehabilitatif seraya mengutamakan pelayan kesehatan yang gratis kepada rakyat dengan tidak membeda-bedakan.
Dalam Islam untuk pendanaan kesehatan, pendidikan dan fasilitas umum lainnya di ambil dari harta kepemilikan umum seperti emas, barang tambang dan sebagainya yang dikelola oleh negara kemudian hasilnya digunakan untuk memenuhi segala kebutuhan umum masyarakat.
Posting Komentar