Oleh : Ummu Diaz  
Ummu Wa Robbatul Bait & Aktivis Dakwah


Tahu tempe yang biasa dikonsumsi masyarakat kalangan bawah ini yang selalu menjadi andalan, karena harga yang terjangkau dan rasa yang sangat nikmat untuk pecinta tahu tempe.

Sedangkan tahu dan tempe merupakan makanan sumber protein yang harganya sangat terjangkau. Karena nya sangat populer sebagai sumber asupan protein, kedua produk ini memakai kedelai sebagai bahan utamanya.

Plt. Kepala Dinas ketahanan pangan, kelautan dan pertanian (DKPKP) DKI jakarta Suharini Eliawati mengatakan alasan utama harga tahu dan tempe meningkat setelah pengrajin mogok produksi adalah harga bahan baku yang semakin tinggi. (kompas.com.senin 4/1/2021).

Tapi saat ini sangat sulit di temukan yang biasanya banyak penjual di pasar sekarang jarang yang menjual tahu maupun tempe. Kenaikan harga kedelai yang semakin melambung sehingga banyak pengrajin tahu tempe yang berhenti berproduksi.

Para pengrajin tahu tempe pun mengeluh yang biasanya harga kedelai RP 7.000 per kilogram dan sekarang harga kedelai mencapai RP 9.200-9500 per kilogram sehingga para pengrajin tahu tempe pun berhenti berproduksi sementara.

Ada juga pengrajin yang masih berusaha produksi, tapi mereka mensiasati tahu tempe ukurannya diperkecil sehingga masih ada sedikit keuntungan tapi itupun malah mengurangi minat para pembeli.

"Yang naik ada dua jenis yang paling banyak di pakai para pengrajin tahu tempe, kelas besar, sedang dan kecil yaitu Grade B dan Grade C, selama dua bulan itu naik engga kira-kira." Ujar Mosadik kepada Republika di cibinong, Jum'at (1/1).

Sungguh miris negeri ini akibat naiknya harga kedelai yang semakin mahal para pengrajin tahu tempe yang kena imbasnya.
Terhitung mulai 1 hingga 3 Januari 2021 kita stop produksi. Ada sekitar 5.000 pelaku usaha kecil menengah (UKM) yang memproduksi tahu tempe sepakat untuk mogok produksi.

Masyarakat sudah semakin sulit seakan sudah terhimpit dengan keadaan yang mereka rasakan saat ini, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari pun masyarakat harus berjuang keras demi bisa mengisi perut untuk keluarganya.

Kenaikan bahan pangan bukan sekali atau dua kali tapi sering terjadi bukan hanya kedelai, harga cabe pun semakin melambung tinggi masyarakat pun tak berdaya. Inilah fakta yang sudah jelas menambah beban masyarakat.

Apalagi adanya UU Cipta Kerja yang diusulkan pemerintahan Joko Widodo dan disahkan DPR RI pada 5 Oktober lalu, berpotensi membawa Indonesia terjebak dalam kebiasaan impor produk pertanian sehingga petani pun yang kena imbasnya.

Islam memandang pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang wajib di penuhi oleh setiap individu itu sendiri. Seorang pemimpin akan diminta pertanggungjawaban kelak jika ada salah satu saja rakyatnya kesulitan hingga kelaparan.

Hanya dalam sistem Islam yang sepenuhnya memperhatikan upaya untuk meningkatkan produktivitas lahan.

Rasulullah Saw. bersabda, "Siapa saja yang menghidupkan tanah mati, maka tanah itu menjadi miliknya." (HR.Tirmidzi Abu Daud)

Syariat Islam juga menjamin terlaksananya mekanisme pasar yang baik. Negara wajib menghilangkan dan memberantas berbagai penyimpangan seperti penimbunan.

Belajar dari Rasulullah Saw. yang pada saat itu sudah sangat konsen pada persoalan akurasi data produksi. Beliau mengangkat Hudzaifah Ibn Al-Yaman sebagai pencatat hasil produksi khaibar dan hasil produksi pertanian. Sementara itu kebijakan pangendalian harga dilakukan melalui mekanisme pasar melalui Supply Demand bukan dengan pematokan harga.

Hanya Islam lah yang bisa menyelesaikan masalah pangan untuk kemaslahatan rakyatnya dan menjadi rahmatan lil Alamin bila ada institusi yang melaksanakannya. Sistem Islam yang bisa menerapkan nya yang bersumber dari Al-Qur'an, dan seorang khalifah lah yang bisa menerapkannya.

Wallahu a'lam bishawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama