Oleh : Kusmiyati
Meskipun masih dalam kondisi pandemi, kita sampai juga pada penghujung Ramadhan. Ramadhan akan segera berakhir dan Idul Fitri akan segera hadir. Seharusnya Idul Fitri tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, kita bisa berbahagia. Dapat berkumpul bersama keluarga, orangtua dan saudara. Menyambung tali silaturahmi. Namun, wabah Corona yang tak jelas rimbanya, menjadikan kita tak bisa ke mana-mana. Kita hanya bisa menyapa orangtua, keluarga dan saudara melalui telepon genggam. Sebagian lagi hanya bisa berdoa dan meneteskan air mata karena tak bisa lagi bertemu dengan mereka yang sudah pergi untuk selamanya.
Sebentar lagi kita merayakan Idul Fitri, Hari Kemenangan. Menang karena kemampuan dan kemauan kita mengalahkan hawa nafsu. Meninggalkan hal-hal yang sebenarnya dihalalkan pada waktu siang. Tak berani berbuka sebelum waktunya karena merasa diawasi oleh Zat Yang Maha Mengawasi.
Sebagaimana disampaikan oleh Imam Ali radhiyalLahu ‘anhu, adalah:
لَيْسَ الْعِيْدُ لـِمَنْ لَبِسَ الـْجَدِيْدَ، وَإِنَّمَا الْعِيْدُ لـِمَنْ أَمِنَ الوَعِيْدَ؛
لَيْسَ الْعِيْدُ لـِمَنْ لَبِسَ الـْجَدِيْدَ، إِنَّـمَا الْعِيْدُ لـِمَنْ طَاعَاتُهُ تَزِيْدُ؛
لَيْسَ الْعِيْدُ لـِمَنْ تـَجَمَّلَ بِالِّلبَاسِ وَالرُّكُوْبِ، إِنـَّمَا الْعِيْدُ لـِمَنْ غُفِرَتْ لَهُ الذُّنُوْبُ. (لطائف المعارف، 277)
Idul Fitri bukanlah bagi orang yang memakai pakaian baru.
Idul Fitri adalah bagi orang yang aman dari ancaman (neraka).
Idul Fitri bukanlah bagi orang yang memakai pakaian baru.
Idul Fitri adalah bagi orang yang ketaatannya bertambah.
Idul Fitri bukanlah bagi orang yang bagus pakaian dan kendaraannya.
Idul Fitri adalah bagi orang yang diampuni dosa-dosanya.
Manusia yang bebas dari ancaman neraka, yang ketaatannya bertambah dan yang diampuni dosa-dosanya hanyalah mereka yang bertakwa.
Kata “taqwa” berasal dari kata “waqâ”. Artinya, melindungi. Maknanya, melindungi diri dari murka dan azab Allah SWT. Wujudnya dengan menjalankan semua perintah Allah SWT dan menjauhi segala larangan-Nya. Yang halal dilakukan, yang haram ditinggalkan. Taat dalam seluruh aspek kehidupan. Tak ada rasa keberatan sedikit pun terhadap aturan Allah dan keputusan Rasulullah saw.
Karena itu sebagai manusia yang insya Allah lulus dari medan Ramadhan, tak layak kita mengabaikan dan mencampakkan Al-Qur'an. Al-Qur'an rutin dibaca, tetapi tak berbekas pada jiwa. Al-Qur'an bahkan dilombakan, tetapi tak dipahami dan diamalkan. Peristiwa turunnya Al-Qur'an diperingati, tetapi isinya tak diikuti. Al-Qur'an disakralkan, tetapi hukum-hukumnya tak dijadikan aturan kehidupan. Fisik Al-Qur'an dijaga dari pemalsuan, tetapi kandungannya tak dijaga dari penyimpangan. Al-Qur'an diklaim sebagai pedoman, tetapi tak dijadikan sebagai aturan kehidupan. Al-Qur'an dijadikan sebagai penenang hati dengan lantunan yang mengalun, tetapi tak dijadikan sebagai sumber hukum. Yang menyedihkan, Al-Qur'an mulia dianggap oleh negara sebagai hukum negatif yang harus diabaikan.
Jika demikian, berhati-hatilah! Seperti yang dikatakan oleh Anas bin Malik, yang ditulis oleh Imam al-Ghazali, dalam kitab Al-Mursyid al-Amin, halaman 65:
رُبَّ قَارِئٍ لِلْقُرْآنِ وَاْلقُرْآنُ يَلْعَنُهُ
Banyak orang yang membaca Al-Qur'an, tetapi Al-Qur'an justru melaknat dirinya.
Mengapa? Karena mereka mencampakkan Al-Qur'an. Apalagi para penguasa yang diberi kesempatan untuk menerapkan seluruh isi Al-Qur'an, tetapi mereka tidak menerapkan Al-Qur'an, padahal mereka punya kekuasaan.
Tanpa berpegang teguh pada Al-Qur'an, negara berantakan. Ini karena hawa nafsu dikedepankan. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dikebelakangkan. Jangan heran jika Islam malah dituduh sebagai sumber perpecahan, ancaman persatuan, bahkan dituding menginspirasi radikalisme dan ekstremisme.
Inilah kezaliman nyata di depan mata kita. Yang benar dianggap salah. Yang salah dianggap benar. Yang berkuasa bertindak seenaknya. Yang lemah diinjak-injak seperti sampah tak berguna. Hilang kasih sayang. Yang muncul nafsu kekuasaan.
Padahal Islam ya’lu wala yu’la. Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi dari Islam. Islam diturunkan oleh Zat Yang Maha Mulia, melalui malaikat yang paling mulia, Jibril ‘alaihissalam, kepada manusia paling mulia, Rasulullah Muhammad saw. Bagaimana mungkin Islam menyebabkan kerusakan, kehancuran dan keterbelakangan?
Justru dengan Islam, kaum Muslimin akan menjadi umat terbaik, khayru ummah. Islam dengan sistemnya, Khilafah akan mengangkat derajat manusia dari kezaliman, keterpurukan, keterbelakangan, ketertindasan menuju peradaban agung yang diridhai Allah SWT.
Karena itulah Idul Fitri harus menjadi momentum kita semua untuk berubah. Menjadi manusia baru. Laksana kupu-kupu yang indah mempesona, yang baru melewati masa kepompong selama Ramadhan. Taat kepada Allah dan Rasul-Nya secara totalitas, tanpa batas.
Mari bergandeng tangan. Eratkan ukhuwah dan kesampingkan perbedaan furu’iyyah. Perjuangkan syariah. Tegakkan sistem hidup berdasarkan Al-Qur'an dan As-Sunnah. Hidup mulia dengan Islam.
Waallahu'alam bishawab.
Posting Komentar