Oleh: Shinta Putri
Aktivis Dakwah Muslimah


Presiden Joko Widodo meminta masyarakat tetap waspada terhadap penyebaran virus corona. Ia mengingatkan bahwa pandemi Covid-19 masih nyata ada di Indonesia.

"Kita harus tetap benar-benar waspada. Tetap tidak boleh lengah, tidak boleh menyepelekan yang namanya Covid-19," kata Jokowi dalam tayangan YouTube Sekretariat Presiden, Minggu (2/5/2021).

Himbauan bapak presiden terasa kontradiktif dengan kebijakan-kebijakan yang diterapkan selama ini. Masyarakat dituntut untuk taat protokol kesehatan sedangkan beliau sendiri mengabaikan protokol kesehatan. Kerumunan yang disebabkan kehadiran Bapak Jokowi  seperti yang terjadi di NTT dan kehadiran Bapak Jokowi saat pernikahan youtuber terkenal Atta Halilintar.

Kebijakan mana yang harus ditaati rakyat sedangkan sang pembuat kebijakan melanggar aturan sendiri. Aturan yang selama ini ada kesannya hanya sebuah informasi yang tidak ada pengaruhnya kepada rakyat, tak heran Pasar Tanah Abang pengunjung membludak pada saat menjelang hari raya. Hal ini sangat dikhawatirkan oleh menteri kesehatan akan adanya klaster baru penyebaran Covid-19.

Kebijakan Setengah Hati

Himbauan pemerintah untuk selalu taat protokol kesehatan seperti memakai masker, selalu mencuci tangan, menjaga jarak baik yang sudah divaksin maupun yang belum meskipun berada di zona merah, kuning, maupun hijau semua harus melaksanakan protokol kesehatan yang benar.

Lagi-lagi himbauan itu hanya sekedar informasi, meskipun rakyat sudah melaksanakan protokol kesehatan dengan baik jika pemerintah malah mengizinkan WNA asal India dan Cina masuk ke Indonesia, sedangkan mereka berisiko besar membawa virus Covid-19 varian baru tentunya tidak akan mengurangi efek penyebaran virus.

Kebijakan yang setengah hati diterapkan pemerintah pada saat rakyat sendiri dilarang mudik malah memasukkan warga negara asing yang jelas sangat berisiko membawa virus sungguh memilukan. Rakyat untuk saat ini membutuhkan kebijakan mandiri yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat bukan memburu keuntungan demi kepentingan penguasa sendiri.

Buruknya Kapitalisme 

Inilah buruknya pemimpin dalam landasan sistem kapitalisme, tidak murni mengedepankan kepentingan rakyat melainkan lebih memperhitungkan untung dan rugi. Dilihat dari pernyataan Jokowi bahwa kemampuan Indonesia dalam menekan penyebaran virus sudah mulai menggerakkan aktivitas ekonomi di daerah. Yang dipikirkan oleh penguasa hanya pada sektor ekonomi, bukan masalah kesehatan rakyat. Padahal kalau dilihat dampak dari wabah Covid-19 ini yang belum berakhir sangat banyak sekali.

Tentunya dampak dari berbagai sektor bukan hanya ekonomi harusnya diperhatikan juga oleh pemerintah. Sayangnya kebijakan selama ini lebih banyak diambil dari rekomendasi global yang nyatanya tidak bisa mengendalikan penyebaran virus Covid-19. Sistem kapitalisme telah gagal dalam mengatasi wabah, sudah setahun lebih tidak ada tanda-tanda wabah akan berakhir.

Rekomendasi global gagal karena dasar kapitalisme dalam mengatasi masalah, lebih mengutamakan keuntungan sehingga kebijakan yang diterapkan seakan abai dengan kesehatan dan keselamatan rakyat. Sektor ekonomi masih dibuka kalau bisa jangan terhenti sehingga kebijakan lockdown di ganti dengan PSBB, yang akhirnya seperti sekarang ini kasus Covid-19 belum berakhir.

Negeri ini harusnya memiliki kebijakan-kebijakan mandiri yang lebih mengedepankan urusan umat, tidak selalu mengikuti kebijakan global yang merugikan, yang menghasilkan penyelesaian secara parsial saja. Tidak hanya masalah wabah Covid-19, kapitalisme menyelesaikan semua masalah tidak menyentuh sampai ke akar hanya cukup dicabang saja sehingga tak heran berbagai masalah datang silih berganti.

Sungguh sangat memilukan untuk kondisi genting saat ini, negara masih abai dengan kondisi keselamatan rakyatnya, berkacalah pada kasus "badai" Covid-19 yang terjadi di India jangan sampai Indonesia mengalami hal yang sama dengan India.

Islam dan Solusi Wabah

Untuk saat ini kita butuh menyelesaikan wabah dengan apa yang telah dicontohkan negara yang menerapkan sistem Islam yaitu khilafah.

Pada masa pemerintahan Umar bin Khattab berhasil menyelesaikan wabah sesuai tuntunan syariat Islam. Pertama, yang Umar lakukan sebagai pemimpin adalah dengan melakukan kebijakan lockdown syar'i sesuai dengan dalil as sunnah yaitu:

"Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu." (HR Bukhari) 

Untuk memisahkan yang sakit dengan yang sehat sehingga akan lebih bisa mengobati dan mengisolasi orang yang terkena wabah sehingga tidak menular ke orang yang sehat. 

Kemudian mengumpulkan para tenaga ahli untuk mencari vaksinnya dan menyediakan sarana dan prasarana penelitian para ahli tersebut. Memberi jaminan layanan dan fasilitas kesehatan memadai, serta memberi makanan yang bergizi guna untuk meningkatkan imunitas tubuh rakyatnya dan layanan.

Semua hal ini diberikan khalifah dengan gratis kepada seluruh warga negaranya baik kaum muslim maupun non muslim. Tidak ada perbedaan dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok yang mendasar. Hanya dalam sistem khilafah, seorang pemimpin benar-benar hadir menjaga dan melindungi rakyatnya meskipun taruhannya nyawa pemimpin itu sendiri. Kepemimpinan yang seperti ini berlandaskan kepada keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. 

Untuk kondisi saat ini, yang kita butuhkan untuk penyelesaian wabah  hanyalah dengan khilafah yang bisa membuat kebijakan mandiri yang benar sesuai dengan syariat Islam, bukan kebijakan ala kapitalisme yang cenderung individual. Syariat Islam dari Allah SWT dalam bingkai khilafah tentunya semua untuk kemaslahatan umat di seluruh dunia tanpa memandang ras, kelompok atau golongan, dan agama tertentu saja. Semua sama diriayah oleh khilafah tanpa pilih kasih. Sistem seperti inilah yang selama ini kita rindukan sebagai umat Islam.
Wallahu a'lam bishshawwab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama