Oleh : Kusmiyati

Di saat Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, beredar video masuknya tenaga kerja asing (TKA) Cina melalui Bandara Sultan Hasanudin, Makassar, Sulawesi Selatan. Justru rakyat sendiri diminta mengurangi dan membatasi mobilitas keluar rumah, tetapi TKA dibiarkan berdatangan dengan alasan pengerjaan proyek strategis.

Sejauh ini, total tercatat 46 TKA asal Cina telah memasuki Sulawesi Utara, termasuk 20 orang yang datang pada Sabtu (3/7) tersebut, sembilan orang pada 29 Juni, dan 17 orang pada 1 Juli. (Detik, 5/7/2021)

Keseriusan pemerintah layak dipertanyakan akibat inkonsistensi kebijakan. Dalam beberapa pekan terakhir, kasus Covid-19 di Indonesia makin mengerikan. Memecah angka rekor berulang kali. Jumlah pasien meninggal juga bertambah sebanyak 728 orang.

Sudah beberapa kali rezim ini menetapkan kebijakan yang membingungkan dan maju mundur tanpa kepastian. Kebijakan gas-rem yang diterapkan, terbukti tidak efektif menekan laju penularan Covid-19. Saat kasus positif Covid berkurang, kegiatan ekonomi dan sejumlah kerumunan digas dan dilonggarkan. Saat kasus meningkat seperti saat ini, kebijakan tarik rem darurat diberlakukan.

Belum lagi gonta-ganti istilah untuk mengganti opsi lockdown atau karantina wilayah. Pemerintah tetap ngeyel tak mau karantina atau lockdown meski kasus positif Covid-19 makin menggila. Sebab, jika opsi lockdown atau karantina wilayah yang dipilih, negara harus menanggung risiko untuk menghidupi rakyat selama masa karantina tersebut, sebagaimana amanat dalam UU Karantina Wilayah. Oleh karenanya, dipilihlah jalan yang dianggap moderat, yaitu PPKM Darurat.

Ironisnya, ketika masyarakat diketatkan dengan aturan PPKM, TKA masih bisa melenggang dengan mudah keluar masuk Indonesia. Pelonggaran terhadap TKA ini kontradiktif dengan penerapan PPKM darurat.

Percuma rakyat dipasung mobilitasnya, sementara warga asing dibiarkan bebas hilir mudik Indonesia. Bagaimana mau berhasil mengendalikan pandemi jika pemerintah terus saja membuat kebijakan tidak tegas seperti ini?

Sikap penguasa yang tetap membiarkan TKA masuk, sangat melukai hati rakyat. Kebijakan inkonsisten ini pula yang membuat kepercayaan publik terhadap pemerintah hilang. Ketika penguasanya sudah tidak dipercaya, kebijakan seketat apa pun bahkan jika benar sekalipun akan sangat sulit dipercaya lagi oleh rakyat.

Sudah banyak diketahui, Corona bukanlah virus endemik yang berasal dari Indonesia. Virus ini dibawa dari mobilitas orang dan perjalanan internasional. Saat Indonesia menjadi salah satu negara yang terinfeksi Corona paling akhir, pengetatan mobilitas warga asing baik di darat, laut, maupun udara tidak segera dilakukan. Pemerintah malah menanggapinya dengan guyonan yang tak pantas.

Saat negara lain memperketat perjalanan internasional dari dan ke luar negeri, Indonesia tetap santai saja. Indonesia justru menjadi negara destinasi keenam di dunia yang menerima penumpang terbanyak dari Wuhan. Sikap abai dan meremehkan inilah awal mula malapetaka pandemi menggila di Indonesia.

Derasnya TKA yang masuk Indonesia tidak terlepas dari perjanjian regional Indonesia dengan negara lain. Mudahnya perizinan bagi TKA bekerja di dalam negeri adalah wujud penerapan ekonomi liberal kapitalistik yang diterapkan negeri ini. Ditambah dukungan UU Cipta Kerja. Lengkap sudah. 

Meski pihak imigrasi mengklaim kedatangan TKA sudah sesuai dengan prosedur dan pemeriksaan kesehatan yang ketat, tetap saja tak ada yang menjamin di antara warga asing itu tidak membawa virus dengan varian baru. Buktinya, Indonesia kebobolan dengan varian Delta yang terdeteksi pada 28 warga Kudus beberapa bulan yang lalu.

Inilah akibat terlalu membebek dan bergantung pada ideologi kapitalisme. Negara tidak mandiri menetapkan kebijakan. Karakter kapitalistik ini pula yang membawa pada kebijakan yang tidak memprioritaskan rakyat. Pengurusan terhadap rakyat dinomorsekiankan. Urusan kapitalis dan korporasi asing lebih diutamakan.

Ketidakpercayaan lahir dari buruknya pengurusan penguasa pada rakyat. Dan buruknya pengurusan penguasa tak bisa dilepaskan dari tata kelola negaranya yang bersistemkan demokrasi. Demokrasi lah yang menghilangkan peran Pencipta untuk mengatur kehidupan bernegara. Demokrasi pula lah yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan penguasa korup dan kebijakan yang menzalimi.

Sungguh, kunci terselesaikannya pandemi saat ini adalah mengembalikan kepercayaan umat pada penguasa. Agar penguasa dan umat bahu membahu bekerjasama dalam menyelesaikan pandemi. Namun penguasa yang cinta pada rakyatnya, bekerja hanya untuk melayani rakyatnya, hanya akan kita temui dalam masyarakat Islam yang kehidupannya dinaungi sistem buatan illahi, Khilafah Islamiyah.
Wallahu'alam bishshawab.

Post a Comment

أحدث أقدم