Oleh : Millah Al-Munawwaroh


Sejumlah klaster penyebaran Corona yang diduga dipicu pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah mulai bermunculan. Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan belajar tatap muka di sekolah tak akan disetop. Nadiem mengatakan tidak akan menghentikan belajar tatap muka meski klaster Corona di sekolah mulai bermunculan. Menurutnya, sekolah bakal ditutup sementara jika ada klaster Corona yang ditemukan. Mendikbudristek Nadiem Makarim, tetap bersikukuh pembelajaran tatap muka terbatas tetap dijalankan meski mulai bermunculan klaster sekolah. 

Berdasarkan data yang dirilis Kemendikbudristek pada Kamis (23/9/2021), ada 1.302 klaster sekolah. Klaster terbanyak di Sekolah Dasar dengan 583 klaster, diikuti PAUD (251), SMP (244), SMA (109), SMK (70), dan SLB (13). Dengan ini patut untuk mengevaluasi dan mencari solusi atas fakta sekolah menjadi klaster baru penularan Covid-19. Meski persentasenya kecil, tetap tak bisa dipandang remeh. 

Mengevaluasi PTM yang sudah berjalan tidak cukup hanya dengan mengimbau sekolah agar memperketat protokol kesehatan. Jika negara hanya memberi arahan dan pedoman tanpa memfasilitasai sarana dan prasarana yang dibutuhkan, maka tidak heran bila banyak sekolah yang belum siap memenuhi standardisasi protokol kesehatan. Negara harus benar-benar hadir memastikan terlaksananya protokol kesehatan agar PTM bisa berjalan sesuai harapan. Tatkala regulasi dibuat, maka konsekuensinya, negara tidak boleh lepas tangan dari tanggung jawab besarnya. 

Bukan pula memasrahkan sepenuhnya urusan PTM dan prokes kepada kepala daerah, dinas setempat, atau satuan pendidikan saja. Yang bisa dilakukan diantaranya yaitu melakukan sosialisasi dan edukasi dengan seluruh pihak yang terlibat dalam satuan pendidikan, validitas data pemetaan wilayah zona merah, kuning, dan hijau dari kasus penularan Covid-19, menetapkan skala prioritas anggaran negara secara maksimal dan sepenuh hati sebab memenuhi kebutuhan layanan pendidikan adalah kewajiban mutlak yang harus dipenuhi negara dalam kondisi pandemi seperti ini, serta melakukan pengawasan dan pengontrolan secara ketat. 

Dengan cara tersebutlah negara bisa dikatakan bertanggung jawab, karena jika berani menetapkan kebijakan, berarti berani pula mengambil risiko dan segala konsekuensinya. Sebab menjaga keselamatan, kesehatan,dan keberlangsungan pendidikan adalah kewajiban negara sebagai raa’in (pengurus rakyat). lambatnya respons dan lemahnya pengawasan pemerintah saat masalah PTM terbatas mendera adalah bukti pengabaian yang nyata. 

Inilah akibat jika pengurusan atas rakyat masih setengah hati. Alih-alih mengurai problem, masalah terus bertambah. Sikap abai ini biasa terjadi dalam sistem pemerintahan kapitalisme. Lain hal jika kepemimpinan berbasis Islam. Ia akan selalu berhati-hati dalam menetapkan kebijakan. Pemimpin yang penuh pertimbangan, tidak tergesa-gesa, dan tidak segan meminta pendapat ahli dan para pakar. 

Dalam sebuah hadits yang diterima dari siti Aisyah yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Nabi saw. Pernah berdoa: “Ya Allah, siapa yang menguasai sesuatu dari urusan umatku lalu mempersulit mereka, maka persulitlah baginya. Dan siapa yang mengurusi umatku dan berlemah lembut pada mereka, maka permudahlah baginya." (HR. Muslim)

Hal itu menunjukkan bahwa Allah dan Rasul-Nya sangat peduli  terhadap hambanya agar terjaga dari kezaliman para pemimpin yang kejam dan tidak bertanggung jawab.
Wallahu a'lam bishshawwab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama