Oleh. Ukhti Fia
Aktivis Muslimah Sukabumi
Masyarakat Indonesia dihebohkan oleh berita kasus seorang perempuan yang bernama Novia Widyasari (23), bunuh diri dengan meneguk racun. Hal ini karena dipaksa untuk melakukan aborsi oleh kekasihnya yang merupakan seorang anggota polisi yang bertugas di Polres Pasuruan. Wakapolda Jawa Timur Bridjen Pol Slamet Hadi Suprptoyo menyampaikan bahwa Novi telah melakukan aborsi sebanyak dua kali hingga akhirnya nekat melakukan bunuh diri. (Okezone.com, 05/12/21).
Kasus lain yang baru saja muncul adalah pemerkosaan 12 santri (16-17 tahun), 7 di antaranya telah melahirkan 9 bayi. Mirisnya mereka diperkosa oleh guru mereka sendiri, Herry Wirawan (36). Kejahatan itu meninggalkan trauma berat bagi para korban. Korban tidak bisa melupakan kejadian yang menimpanya. Bahkan ketika ingat akan hal tersebut, korban tiba-tiba menangis histeris. (Makassar.id, 11/12/21).
Keluarga sebut korban pemerkosaan pimpinan pesantren Bandung masih trauma berat, "Suka nangis tiba-tiba histeris." Kasus ini secara langsung akan mencoreng lembaga pendidikan agama Islam, yang seharusnya melahirkan santri-santri berkualitas dengan bimbingan guru-guru teladan dan paham akan syariat Islam.
Pada sistem saat ini pacaran, kekerasan, zina, aborsi, dan bunuh diri merupakan permasalahan yang umum dan sangat sering dijumpai. Kasus di atas hanyalah salah satu dari ratusan ribu kasus kekerasan terhadap perempuan yang terjadi di negara ini. Pada catatan tahunan Komnas Perempuan, kasus kekerasan terhadap perempuan di indonesia mencapai 299.911. (Tribunnews, 26/11/21).
Kasus kekerasan ini akhirnya bisa berpotensi untuk menghantarkan perempuan ke puncak depresinya, hingga akhirnya memilih solusi untuk bunuh diri. Kasus-kasus ini tentu saja tidak cukup hanya dikawal sampai dengan penangkapan saja, bahkan hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku kekerasan pun tidak membuat jera dan tidak berat. Oleh karena itu, kita harus bisa mendorong negeri ini beserta hukum-hukum yang diterapkan ke sebuah perubahan yang nyata.
Seperti yang kita tahu, langkah yang diambil pemerintah untuk menanggapi masalah kekerasan terhadap perempuan adalah dengan pengesahan Permen PPKS dan rencana pengesahan RUU TPKS. Langkah/solusi yang bersifat liberal itu justru akan memperparah keadaan.
Permen PPKS ataupun RUU TPKS keduanya lebih mengutamakan nilai-nilai kebebasan seksual yang mengabaikan nilai-nilai Islam. Ini merupakan sebuah ancaman yang pasti akan menghasilkan lebih banyak masalah baru. Maka, untuk terwujudnya sebuah tata pergaulan yang baik dan menumpas habis bibit-bibit perzinaan dan kekerasan terhadap perempuan, diperlukan solusi sistemik yaitu penerapan Islam secara kafah atau penerapan sistem Islam di bawah naungan daulah Islam.
Dengan adanya penerapan sistem Islam, ketakwaan warga negara akan terkuatkan. Pergaulan warga negara akan tertata dengan baik sesuai syariat Islam, tayangan yang disuguhkan kepada masyarakat juga akan difilter. Tujuannya agar tidak menayangkan konten-konten yang dapat merusak masyarakat. Selain itu dunia pendidikan selalu dipantau agar menghasilkan individu yang memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami.
Hukuman yang akan diberikan kepada pelanggar, tentu akan disesuaikan dengan hukum yang ada dalam Islam tentunya memberikan efek jera pada pelaku, sehingga warga negara tidak akan ada yang berani melakukan tindak kekerasan seksual. Sudah terbukti sejak dulu bahwa sistem Islam menghasilkan peradaban yang luar biasa, karena sesungguhnya Allah paling tahu yang terbaik untuk umat-Nya.
Wallahu a'lam bishshawab.
Posting Komentar