Oleh. Suvi Yanti 
Ibu rumah tangga


PT Pertamina (Persero) melalui Sub Holding Commercial & Trading, PT Pertamina Patra Niaga bahwa harga gas LPG 12kg di tingkat agen naik menjadi Rp 187 ribu per tabung. Beberapa agen yang ditemui detikcom, hari Senin, (28/2/2022) mengungkap, bila dijual secara eceran, harga gas LPG 12 kg per tabung bisa mencapai Rp 200 ribu.

Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro menilai, kebijakan menaikkan harga LPG non subsidi merupakan langkah yang wajar, ia pun memastikan bahwa penyesuaian harga ini telah mempertimbangkan kondisi serta kemampuan pasar LPG non subsidi,harga sesuai dengan  Pasar internasional yang sedang meningkat signifikan.

Komaidi optimistis, kenaikan harga pada LPG non subsidi tidak serta-merta bakal mendorong pengguna LPG non subsidi untuk beralih ke LPG subsidi. Hal ini  lantaran keduanya memiliki segmen pengguna yang berbeda. Dimana konsumen LPG non subsidi  kebanyakan merupakan industri dan rumah tangga kelas menengah atas. (Tribunnews).

Seolah tak ada kata henti masyarakat kita di kejutkan oleh kenaikan harga barang kebutuhan.
Problem kelangkaan minyak goreng belum usai, disusul mahalnya harga cabai, bawang, tahu tempe, serta daging, kini giliran harus menerima keputusan  harga LPG naik, sungguh   hal ini amatlah menyakiti masyarakat. Harga baru ini tentulah makin memberatkan di tengah pandemi yang belum usai, padahal sampai detik ini kondisi masyarakat, juga pengusaha kecil sudah benar-benar kebingungan.

Berbagai alasan di kemukakan pemerintah mungkin agar dimaklumi oleh masyarakat ketika menaikkan harga LPG non Subsidi salah satunya dengan alasan menyesuaikan harga industri dan perkembangan global.

Harganya pun dianggap sebagai harga paling kompetitif dan sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat. Dengan anggapan bahwa patokan  harganya dibandingkan dengan negara ASEAN masih jauh lebih murah.

Seolah untuk lebih memperkuat alibi, mereka membawa bawa situasi krisis di Ukraina,yang disebut-sebut akan berdampak kenaikan harga internasional LPG hingga alurnya bisa dibaca untuk ke depan rakyat harus siap-siap dengan kejutan kenaikan harga lagi.selain itu pihak Pertamina juga berusaha meyakinkan bahwa kebijakan ini tidak akan berpengaruh signifikan terhadap kondisi ekonomi masyarakat . karena pada 2022 ini pengguna gas nonsubsidi hanya ada sekira 7% dari total pengguna LPG nasional, sedangkan 93% menggunakan gas subsidi, bagaimana bisa tidak berpengaruh terhadap kondisi ekonomi sekalipun pengguna gas nonsubsidi hanya 7% mereka adalah pelaku industri, jika mereka menaikkan harga produknya bagaimana bisa dikatakan tidak berpengaruh terhadap ekonomi?

Belum lagi kita di perlihatkan kondisi dimana ternyata negeri tercinta indonesia ini, yang pada faktanya memiliki kekayaan migas nilai impor LPG  mencapai 80% dari total kebutuhan, yakni sekitar 6—7 juta ton per tahunnya.

Nilai impor ini dipastikan menjadi akar problem kisruh LPG. Jika bergantung pada impor tentulah menyebabkan harga LPG  tidak terkendali. Sementara, harga barang impor tentu bergantung pada kondisi pasar dan situasi internasional. 

Dampak memberatkan rakyat tidak menjadi prioritas perhatian pemerintah, karena sejak awal UU merestui liberalisasi migas, sebagai konsekuensi diberlakukannya kebijakan kapitalis sehingga di tangan merekalah segala kebijakan diberlakukan. Meski negeri ini memiliki sendiri kekayaan migas, namun rakyat tak bisa menikmati pemanfaatannya dengan murah bahkan gratis karena  justru negara menyerahkan pengelolaan dan memberikan keuntungan terbesarnya pada swasta.

Karena kebijakan pemerintah bergantung dengan para kapitalis untuk mencari solusi permasalahan yang membelit negeri pun nampak tidak serius  Kalau pun ada, biasanya lama di wacana saja, semisal  penggunaan gas bumi sebagai pengganti LPG juga tampak tidak serius untuk segera diwujudkan. Pada 2021 lalu saja, infrastruktur jaringan gas kota yang berhasil dibangun baru mencapai 127 ribu sambungan rumah. Padahal, potensi sumber daya gas bumi jelas sangat besar sehingga besarnya kebutuhan masyarakat terhadap energi bisa dipenuhi dengan biaya yang sangat murah.

Kenapa tak segera diwujudkan ada kemungkinan penggunaan gas bumi sebagai pengganti LPG di arena bisnis tidak begitu besar perolehannya sebab paradigma kepemimpinan kita hari ini adalah kapitalisme sekularisme neolib dimana pemerintah harus berlepas tangan dari pengurusannya terhadap pemenuhan hajat hidup rakyat, pemerintah tidak lebih hanya berfungsi sebagai regulator, pembuat aturan bagi agenda korporasi. Kalau pun pemerintah mengurusi kelompok masyarakat miskin biasanya dengan standar pelayanan minimalis yang beraroma lips service.

Dalam kepemimpinan Islam kemaslahatan umat menjadi hal yang utama, sebab Islam berpandangan kesehatan, pendidikan, sandang, pangan perumahan, air bersih juga energi serta transportasi adalah aspek dasar masyarakat bukan komuditas. Rasulullah bersabda yang artinya, "Siapa saja yang ketika memasuki pagi merasakan aman pada kelompoknya, sehat badannya dan tersedia bahan makanan pada hari itu, maka seolah olah dia telah memiliki dunia semuanya." (HR. Bukhari).

Bersamaan dengan itu hubungan pemerintah terhadap rakyat didasarkan pada dua fungsi penting negara pertama fungsi "raain", pengurus urusan rakyat, termasuk pengurusan hajat hidup publik sesuai tuntunan syara'. Ditegaskan Rasulullah SAW: "Imam (khalifah) raa'in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Ahmad, Bukhari).

Kedua fungsi "junnah", pelindung sekaligus sebagai pembebas manusia dari berbagai bentuk dan agenda penjajahan.Ditegaskan Rasulullah SAW, artinya "Imam adalah perisai, orang-orang berperang di belakangnya dan berlindung kepadanya"(HR Muslim).

Sungguh jelas bagaimana harusnya negara memudahkan urusan rakyat. Kesempurnaan pengurusan negara terhadap rakyatnya hanya bisa diwujudkan ketika umat Islam menjadikan sistem Islam sebagai aturan kehidupan. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama