Oleh. Rosmita


Ramadhan adalah bulan istimewa karena terdapat berbagai keutamaan di dalamnya. Di antaranya, di bulan Ramadhan Umat Islam diwajibkan berpuasa, semua amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya, bulan mustajab untuk berdoa, bulan diturunkannya Al-Qur'an dan terdapat malam lailatul qadar yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Sepuluh hari pertama di bulan Ramadhan berkah, sepuluh hari kedua ampunan, sepuluh hari ketiga dibuka pintu surga dan ditutup pintu neraka. Masya Allah. 

Maka wajar bila umat Islam begitu bersuka cita menyambut kedatangan Bulan Ramadhan. Menjelang Bulan Ramadhan Umat Islam melakukan berbagai persiapan. Bukan hanya persiapan fisik dan materi semata, tetapi juga persiapan ruhiyah. 


Persiapan Rasulullah dan Para Sahabat Menjelang Bulan Ramadhan

Rasulullah saw. sebagai suri tauladan bagi Umat Islam telah mengajarkan bagaimana seharusnya seorang muslim mempersiapkan diri menjelang Bulan Suci Ramadhan. Yaitu dengan melakukan  taubat nasuha memohon ampun atas segala dosa. Kemudian menyibukan diri dengan amal shalih dan berdoa agar berjumpa dengan Bulan Ramadhan. 

Allâhumma bârik lanâ fî Rajaba wa Sya‘bâna wa ballighnâ Ramadhânâ. 

Artinya, “Ya Allah, berkatilah kami pada Bulan Rajab dan Bulan Sya’ban. Sampaikan kami dengan Bulan Ramadhan.”

Kemudian Rasulullah dan para sahabat menjalani ibadah di bulan Ramadhan sepenuh hati dan berusaha menjaga ketaatan setelah Ramadhan pergi. 

Berbeda dengan kondisi umat Islam saat ini yang hanya menjadikan Ramadhan sebagai seremonial ibadah ritual saja tanpa mau memahami makna Ramadhan secara hakiki. Sehingga setelah Ramadhan berlalu tidak membawa perubahan yang signifikan atas kondisi umat saat ini. Ramadhan seolah tak membekas sama sekali. 

Selama Ramadhan Umat Islam meningkatkan amal ibadahnya, masjid-masjid ramai, tayangan televisi berbau religi. Namun, setelah Ramadhan berlalu mereka kembali kepada kehidupannya semula, sibuk dengan urusan dunianya, masjid-masjid kembali sepi, tayangan televisi kembali menayangkan kekerasan dan pornografi. Miris. 


Puasa dan Khilafah adalah Perisai
 
Sejatinya puasa adalah perisai yang dapat membentengi seorang muslim dari perbuatan dosa dan siksa neraka. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: 
"Puasa adalah perisai, jika salah seorang dari kalian sedang berpuasa maka janganlah berkata keji dan berteriak-teriak, jika ada orang yang mencerca dan memeranginya, maka ucapkanlah aku sedang berpuasa." (HR. Bukhari dan Muslim) 

Kemudian dalam hadis lain dikatakan: "Tidaklah seorang hamba berpuasa di jalan Allah kecuali akan Allah jauhkan dia dari neraka sejauh 70 musim." (HR. Bukhari dan Muslim) 

Seorang muslim yang telah menjalani ibadah puasa selama sebulan penuh seharusnya bisa membentengi diri dari segala perbuatan maksiat karena puasa adalah perisai. Apalagi tujuan Allah memerintahkan puasa adalah supaya umat Islam menjadi umat yang bertakwa. Sebagaimana firman Allah Swt.:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah:183) 

Namun, sayangnya akibat sistem sekuler yang diterapkan oleh negeri-negeri Islam, telah merusak pemikiran umat. Membuat Umat Islam memisahkan agama dari kehidupan. Mereka tetap menjalankan ibadah mahdha seperti shalat dan puasa, tetapi dalam urusan dunia tidak boleh bawa-bawa agama. 

Inilah pentingnya khilafah, agar Umat Islam totalitas dalam menjalankan ketaatan tidak setengah-setengah. Karena syariat Islam bukan hanya mengatur soal ibadah saja, tetapi juga mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dari mulai bangun tidur hingga bangun negara. 

Khilafah juga yang akan melindungi darah, harta dan kehormatan kaum muslimin. Maka pantaslah bila khilafah disebut sebagai perisai umat. 

Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya seorang imam itu [laksana] perisai. Dia akan dijadikan perisai, dimana orang akan berperang di belakangnya, dan digunakan sebagai tameng. Jika dia memerintahkan takwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan adil, maka dengannya, dia akan mendapatkan pahala. Tetapi, jika dia memerintahkan yang lain, maka dia juga akan mendapatkan dosa/azab karenanya.” (HR. Bukhari dan Muslim) 

Kata imam, khalifah dan amirul mukminin memiliki konotasi yang sama yaitu pemimpin dalam daulah Islam. Sedangkan sistem pemerintahannya disebut khilafah. 


Ramadhan Kelabu Tanpa Khilafah

Ketiadaan khilafah membuat umat kehilangan perisainya. Umat Islam terpuruk dalam segala aspek kehidupan. Dari aspek pendidikan, ekonomi, moral generasi, dan masih banyak lagi. Runtuhnya khilafah membuat umat Islam terpecah-belah dalam sekat negara-negara kecil. Sehingga Umat Islam mudah dijajah oleh  orang-orang kafir. Di Suriah, Palestina, Myanmar, Cina, India dan masih banyak lagi umat Islam dibantai secara keji. Jumlah umat Islam yang banyak seolah tidak memiliki kekuatan bagai buih di lautan. 

Ditambah sistem Kapitalisme yang diterapkan di negeri-negeri Islam menjadikan pemimpin di negeri tersebut sebagai boneka perpanjangan tangan para kapitalis, sehingga dengan mudah orang-orang kafir menguasai harta kekayaan milik umat. Kebijakan-kebijakan yang dibuat selalu disetir oleh asing sehingga negara Islam hilang kedaulatan. Untung rugi menjadi standar dalam mengurus rakyat, sehingga kebijakan yang lahir pun selalu berpihak kepada para pengusaha dan menyengsarakan rakyat. Harga-harga melangit dan pajak semakin mencekik. Pendidikan dan kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara malah diserahkan kepada pihak swasta. Rakyat dipaksa mandiri seolah tidak memiliki pemimpin. 

Tak cukup sampai disitu, Umat Islam juga dijauhkan dari nilai-nilai Islam. Bila ada umat Islam yang berpegang teguh terhadap ajaran Islam akan dilabeli dengan teroris atau radikal. Ajaran Islam dikebiri dengan dalih moderasi beragama. Ulama-ulama dan para aktivis dakwah dikriminalisasi. Bahkan penistaan agama seolah dibiarkan. 

Inilah yang menyebabkan penderitaan umat semakin berkepanjangan, Ramadhan demi Ramadhan yang dilalui umat semakin sulit. Lantas sampai kapan umat akan terus terlelap dalam keterpurukan tanpa ada kesadaran untuk bangkit dan menata kembali tatanan kehidupan yang rusak? 


Ramadhan Bulan Perjuangan dan Kemenangan

Seharusnya umat Islam menjadikan Ramadhan sebagai momentum kebangkitan umat. Ramadhan sebagai bulan perjuangan dan kemenangan harus menjadi spirit untuk berjuang menegakkan khilafah agar syariat Islam dapat diterapkan secara keseluruhan dan umat kembali kepada kehidupan Islam. Sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur'an surat Al-Baqarah:208.

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا ادْخُلُوْا فِى السِّلْمِ كَاۤفَّةً ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sungguh, ia musuh yang nyata bagimu."

Karena sejatinya ketakwaan tidak hanya semusim, umat Islam diperintahkan untuk terus berada dalam ketaatan sepanjang hayat. Taat artinya menjalani segala perintah Allah, menjauhi segala larangan-Nya, dan berjuang menerapkan Islam kaffah dalam naungan khilafah. 

Allah Swt. berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ حَقَّ تُقٰىتِهٖ وَلَا تَمُوْتُنَّ اِلَّا وَاَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim." (QS. Ali Imran:102) []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama