Oleh. Shinta Putri
Aktivis Muslimah Peradaban


Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Satrio Manggala menilai, penangkapan 40 anggota Perkumpulan Petani Pejuang Bumi Sejahtera (PPPBS) Kecamatan Malin Deman, Mukomuko, Bengkulu, merupakan cermin tidak adanya keseriusan pemerintah dalam menyelesaikan konflik agraria.

Penangkapan ini terjadi pada Kamis (12/5/2022) dibarengi dengan dugaan pemukulan jumlah anggota Brimob terhadap para petani.

"Tidak ada itikad serius pemerintah menyelesaikan konflik agraria di tataran basis. Beberapa tempat mengalami kasus dan kekerasan yang sama," kata Satrio dalam jumpa pers bersama sejumlah lembaga sipil, Selasa (17/5/2022).

Konflik agraria sering terjadi di negeri ini, untuk konflik kali ini terjadi antara warga setempat dengan pengusaha. Pemerintah tidak mengatasi konflik agraria dengan serius, demi keamanan mengerahkan Brimob untuk mengintimidasi warga. 40 petani diperlakukan tidak manusiawi oleh brimob ditangkap, ditelanjangi setengah badan dan diikat tangannya.

Padahal petani tersebut merasa bahwa mereka mau memanen tandan sawit hasil dari jerih payah menanam  sawit dilahan yang masih sengketa antar warga dengan PT Daria Dharma Pratama (DDP). Lahan ini sudah lama terbengkalai. Ada ceritanya kenapa lahan ini menjadi sengketa dan belum jelas penyelesaian masalahnya.

Di Mukomuko, konflik berawal dari kepemilikan lahan yang semula ditanami para petani dengan berbagai hasil bumi seperti jengkol, padi, kopi, dan lainnya, yang diambil oleh sebuah perusahaan bernama PT Bina Bumi Sejahtera (BBS) seluas 1.889 hektar pada 1995 lalu.

Namun, pihak perusahaan hanya melakukan aktivitas penanaman komoditas kakao seluas 350 hektar. Setelahnya, terjadi penelantaran lahan berstatus hak guna usaha (HGU) itu sejak 1997 atau selama 25 tahun hingga sekarang.Warga yang mengaku tidak mendapatkan ganti rugi berinisiatif untuk kembali menanami lahan telantar yang masih produktif itu.

Pada tahun 2005, lahan PT BBS yang telah dikelola oleh masyarakat tersebut diambil alih oleh PT Daria Dharma Pratama (DDP) melalui keterangan akta pinjam pakai antara PT DDP dan PT BBS ( Kompas.com ). Dari sejarah diatas jelas bahwa kasus diatas adalah konflik agraria bukan pidana atau pencurian.

Pemerintah saat ini terbukti abai dalam menyelesaikan urusan rakyat, terkesan tidak serius bahkan malah lebih membela pengusaha daripada rakyat jelata. Rakyat dibuat sengsara untuk mencari sesuap nasi dibutuhkan perjuangan yang luar biasa, pemerintah tidak peduli jika rakyatnya mati kelaparan sekalipun.

Tak heran beginilah jika negara diatur dengan sistem demokrasi kapitalis peran negara hanya sebagai penyalur saja bukan sebagai periayah urusan umat. Lahan yang dibiarkan terbengkalai selama 25 tahun tanpa kejelasan kepemilikan tidak diurusi, begitu ada yang menggarap malah ditangkap.

Apakah seperti ini sikap pemerintah yang baik katanya semua dari rakyat, untuk rakyat dan kembali kepada rakyat. Slogan dari sistem demokrasi ini ternyata hanya omong kosong, rakyat menderita, sengsara sulit mendapatkan keadilan di negeri sendiri. Beban rakyat semakin bertambah dengan kedzoliman yang dilakukan pihak aparat.

Semua masalah konflik agraria yang bisa menyelesaikan dengan tuntas hanya dengan sistem pemerintahan Islam yang disebut Khilafah. Negara jelas memberi status kepemilikan tanah apakah milik individu, negara, dan milik umum. Tujuan dari pengklasifikasian kepimilikan untuk meminimalisir konflik.

Lahan jika sudah lebih dari 3 tahun tidak diurus maka lahan tersebut ditarik oleh negara dan diberikan kepada siapa saja yang bisa mengelola tanah itu sehingga menghasilkan produksi bahan pangan yang bisa meningkatkan perekonomian rakyat. Serta menjaga kestabilitas pangan.

Jadi semua kebijakan yang dilakukan oleh negara khilafah adalah untuk kemaslahatan rakyat seluruhnya bukan untuk kepentingan pribadi, golongan bahkan swasta dalam negeri atau asing. Negara dan aparat di sistem Islam wajib tunduk patuh dengan hukum syariat Islam yang sudah ditetapkan dalam Al qur'an dan As sunnah. Dan tidak mengambil untung dari proses melayani rakyat.

Semua murni karena ketaatan kepada Allah SWT yang mengajarkan sebagai seorang pemimpin harus melakukan tugasnya dengan amanah dan tanggung jawab semua itu akan ditanyakan di Yaumil akhir kelak atas perbuatan yang mereka lakukan jika dzolim maka tempatnya di neraka, jika amanah maka ditempatkan di surga. Hanya dalam khilafah lah kita bisa menemukan para pemimpin yang amanah dan takut kepada Allah SWT.
Wallahu a'lam bissawab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama