Oleh. Hermin Setyoningsih
Praktisi Kesehatan


Suhu politik menuju Pemilu 2024 terus mengalami eskalasi. Memang, pemungutan suara baru akan digelar 14 Februari 2024. Namun, persaingan satu tokoh politik dengan lainnya sudah mulai kentara. Antara satu partai dengan lainnya saling melirik, menimbang partai mana yang paling menguntungkan jika dijadikan rekan koalisi.

Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) gerak cepat. Ketiganya menjadi yang pertama mengumumkan lahirnya koalisi partai yang mereka namakan Indonesia Bersatu. Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menggelar acara Milad ke 20 di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (29/5). 

Sejumlah elite parpol hadir dalam acara tersebut di antaranya PKB, PPP, Demokrat dan Golkar. Saat Sekjen PKS Habib Aboe Bakar Alhabsyi berpidato, ia berbicara kemungkinan berjodoh dengan parpol lain untuk Pilpres 2024. PKS masih mengamati tokoh mana paling menarik untuk dipinang sebagai capres. 

Dalam Pemilu 2024 mendatang, kata Aboe Bakar, PKS akan mengusung pasangan capres-cawapres yang potensial menang. Hal ini karena PKS ingin agar periode berikutnya berada di dalam pemerintahan. "Kami sudah tak mau lagi di luar pemerintahan. Kita akan rebut dengan kemenangan. Kita ingin mengusung bukan lagi mendukung," tandas Aboe Bakar. (Merdeka.com, 29 Mei 2022). 

Dalam era sistem kapitalisme, koalisi partai adalah bagian upaya penting untuk menyatukan kepentingan demi satu kemenangan, tak peduli apakah beda visi misi dalam AD ART partai. Karena kemenangan dalam mengusung calon presiden/pemimpin akan mejadi tujuan utama sekaligus menjadi penjamin keberlangsungan kesejahteraan para elit partai.

Maka tak heran,  saat menjabat nuansa oligharki akan sangat kental dalam setiap kebijakan yang diambil oleh presiden mulai dari pemilihan para pembantu/menterinya, kebijakan pembangunan infrastruktur dan sebagainya akan menjadi ajang bagi-bagi kue kekuasaan untuk balas budi koalisi saat proses kontestasi (pemenangan), karena itulah sejatinya tujuan koalisi partai. 

Tak ayal, saat kontestasi kawan bisa jadi lawan, karena yang abadi adalah kepentingan. Kesejahteraan rakyat, hanya akan jadi simbol penarik simpati saat kampanye. Karenanya menjadi oposisi atau diluar pemerintahan merupakan posisi yang tidak menguntungkan,  sehingga parpol lebih memilih berkoalisi dengan pemerintah/pemenang kontestasi demi tercapai bagian kue kekuasaan untuk melanggengkan kesejahteraan para elit partai dan koleganya. 

Itulah kiprah  parpol dalam sistem kapitalisme, tak lebih hanya merupakan jalan untuk meraih kekuasaan. Selain itu, terbentuknya koalisi partai sesungguhnya menunjukkan kelemahan ideologi partai. Setiap parpol sejatinya punya tujuan, visi dan misi yang diraih, namun saat berkoalisi maka fungsi kontrol partai terhadap kebijakan penguasa akan melemah dan cenderung tak berdaya, sehingga parpol akan lebih bersikap pragmatis. 

Seiring dengan berjalannya waktu,  idealisme partai akan bisa luntur karena target posisi kedudukan dan jabatan. Apalagi dalam sistem kapitalisme, parpol juga berfungsi sebagai legislasi yakni pembuat hukum, yang akan bisa disalah gunakan saat parpol itu berkoalisi.

Penyumbang suara terbesar akan di manfaatkan sebagai suara mayoritas demi legislasi suatu UU untuk melanggengkan kekuasaan. Dalam kitab Takattul Hizby karangan Syekh Taqiyuddin an-Nabhani, telah dipaparkan salah satu syarat tercapainya keberhasilan partai mewujudkan cita-citanya adalah adanya kejelasan dan kesahihan ideologi (ideologi Islam, pen.) yang diemban oleh partai dan dijadikan sebagai asas dalam seluruh perjuangannya.

Apalagi, keberadaan partai politik di tengah umat merupakan kewajiban sebagaimana firman Allah dalam QS. Ali Imran ayat 104: "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” 

Keberadaan partai politik adalah sebagai kiyan fikriy (institusi pemikiran) yang akan melakukan edukasi politik kepada umat, menyampaikan aspirasi rakyat kepada pemerintah, dan melakukan fungsi agregasi (pengumpulan). Peran penting partai politik adalah fungsi aspirasi yang dapat menjadi mandul jika terjebak dalam koalisi demi kekuasaan.

Fungsi ini juga akan mengawal pelaksanaan pemerintahan berada dalam koridor hukum Allah Swt.
Keberadaan partai dalam sistem Islam—multipartai sekalipun—semua terikat dengan aturan Allah, dan bersama menjaga penerapan syariat Allah secara kafah. Sebab, sesungguhnya kedaulatan hanyalah di tangan syara', sehingga tidak ada tempat bagi manusia untuk membuat aturan berdasarkan akal manusia.

Sehingga tak ada fungsi legislasi dalam parpol islam, karena sumber dari aturan yang dibuat hanyalah berasal dari Al-Qur'an dan As-sunnah bukan dari suara mayoritas anggota Partai yang berkoalisi.  Dengan demikian, koalisi yang terbentuk pun semata demi menjaga tegaknya aturan Allah dan terpenuhinya hak rakyat, sebagaimana yang ditetapkan oleh Allah Swt. 

Partai politik dalam sistem Islam tidak disyaratkan hanya satu, boleh lebih dari satu sesuai penunjukkan dalil, akan tetapi partai yang banyak tersebut memiliki asas yang sama yakni aqidah islam. Juga memiliki tujuan yang sama yaitu menjaga pengaturan urusan umat sesuai syariat Allah, partai akan menjalankan fungsinya dengan optimal, menjaga tegaknya hukum Allah secara kafah (menyeluruh), menjadi alat penyampai aspirasi umat, juga membangun kesadaran politik umat. 

Tak akan ada perbedaan asas dan tujuan partai sebagaimana yang terjadi pada sistem demokrasi kapitalisme. Semua partai bekerjasama dalam kebaikan dan taqwa untuk mewujudkan pemerintahan dan penguasa yang senantiasa menjalankan hukum Allah dan masyarakat yang taqwa sehingga terwujud negeri yang baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur (negeri yang baik dengan Rabb yang maha pengampun)  yang akan menjadi sebuah keniscayaan,  itulah negara Khilafah Islamiah.

Maka ketika saat ini umat berada dalam kubangan sistem demokrasi sekuler, salah satu tugas partai adalah membina umat agar terikat dengan syariat Islam sehingga umat akan memilih pemimpin yang hanya akan menerapkan syariat islam. Partai yang ada akan berkoalisi dalam rangka fastabiqul khairat demi terwujudnya pemimpin umat yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT.

Umat ini butuh dibimbing agar mereka kembali menjadi umat terbaik. Inilah tugas partai Islam untuk mewujudkan kembali kehidupan Islam dalam naungan Khilafah Islamiah ala manhaj kenabian bersama umat.

Wallahu a'lam bissawab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama