Oleh. Yusriani Rini Lapeo, S.Pd.
Pemerhati Sosial dan Anggota Muslimah Media Jakarta


Dahulu dimana Kitabullah telah mengisahkan kepada kita, bahwasanya istri Nabi Luth AS diazab dan dihinakan Allah bersama kaum sodom bukan karena ia pelaku demikian, namun karena ia menjadi pendukung para pelaku maksiat kepada Allah yang akhirnya mengandung murka Allah, dan tidak satu pun makhluk di dunia ini yang mampu menghentikan azab yang ditimpakan kepada para pelaku sodom.

Belum lama ini penayangan dan wawancara langsung terhadap kedua pasangan gay, di salah satu acara podcast milik Deddy Corbuzier tengah menuai kritik dari berbagai pihak. Meski demikian, tidak ada sanksi hukum yang dikenakan kepadanya padahal hal tersebut sudah beberapa kali ditayangkan dengan konten yang sama.

Menko Polhukam Mahfud MD pun berkomentar mengenai ini. Menurutnya, khusus penayangan dan yang menayangkan konten LGBT khususnya di Indonesia belum ada larangan dan legalitas hukum yang berlaku atas perkara demikian. Dirinya juga mengklaim bahwa pada tahun 2017, dirinya pernah mendorong DPR agar melarang praktik LGBT dan zina.

Di sisi lain secara terang-terangan di gedung Kedubes Inggris pun berani mengibarkan bendera LGBT, sayangnya Ketua Umum NU Yahya Cholil Staquf, menilai pengibaran bendera LGBT adalah hak Kedutaan dan bukan urusan kita. Artinya hal demikian dianggap sesuatu yang biasa dan tidak perlu untuk di besar-besarkan.

Kacamata Demokrasi

Demokrasi adalah kebebasan yang tentunya tidak terlepas dari perspektif pandangan manusia, cara menilai, dan berperilaku. Selain sebagai simbol pemerintahan, demokrasi ini juga dianggap seakan sebagai juru selamat dalam sebuah bangsa. Dari sana kita akan banyak menemukan perbedaan dan penyimpangan karena akal kita dikendalikan oleh hawa nafsu.

Setuju kita bahwa tidak satu pun agama di dunia ini yang membolehkan sex menyimpang seperti LGBT. Analoginya, "seanjing-anjingnya anjing" belum pernah kemudian kita menemukan sesama anjing jantan atau sesama anjing betina yang melakukan hubungan sex menyimpang, tetapi dengan adanya sistem demokrasi ini justru menjadikan manusia berperilaku layaknya lebih dari binatang hina.

Selain itu dalam kacamata demokrasi, LGBT dianggap sebagai hak asasi manusia yang harus dilindungi. Hal ini terbukti dengan adanya statement dari beberapa pihak yang menanggapi positif atas perbuatan tercela itu. Tentu saja jika perspektif yang kita gunakan adalah perspektif demokrasi, maka standarnya adalah hawa nafsu.

Sebagai contoh, klaim yang dilontarkan oleh beberapa pasangan gay bahwa mereka juga manusia yang punya hak untuk mencintai. Permasalahannya bukan pada cintanya tetapi pada akalnya yang rusak, yang membuat cinta mereka melampaui batas dari kodratnya dengan dalil hak asasi manusia yang perlu dilindungi. Inilah salah satu kerusakan akal yang diciptakan demokrasi.

Selain itu lemahnya hukum sekuler tidak mampu mempidanakan perilaku LGBT karena dianggap akan melanggar privasi individu dan hak asasi manusia dalam berperilaku. Prinsip kebebasan yang ada di sistem demokrasi memberi angin segar dalam mempertahankan perilaku menyimpangnya.

Hukum sekuler selalu bertentangan dengan hukum Islam. Dalam hal ini bahwa agama tidak boleh turut campur dalam mengatur kehidupan bermasyarakat dan bernegara, yang artinya manusialah pembuat dan pengatur hukum itu sendiri, dan munculnya konsep LGBT dari negara Barat adalah tidak lain untuk mensekulerkan kaum muslimin.

Islam Memandang

Allah menciptakan manusia sesuai dengan kodratnya dan porsinya. Hal ini sesuai firman allah yang artinya, "Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)." (QS. Az Zariyat: 49). Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, Allah SWT menciptakan semua makhluk dengan berpasang-pasangan.

Berpasang-pasangan dalam arti sederhananya bahwa laki-laki pasangannya adalah perempuan, dan dengan demikian kemudian akan lahir keturunan, karena sesungguhnya tidak akan pernah lahir keturunan dari perkawinan sejenis yang sama, dan meski Allah menciptakan cinta pada hati manusia, tetapi jangan lupa bahwa Allah menciptakan akal untuk manusia juga.

Lalu bagaimana hukum bagi para pelaku LGBT dalam pandangan Islam? Tentunya jauh sebelum kita diciptakan Allah telah mengatur syariatnya dalam kitabullah. Baik itu pelaku zina ataupun pelaku sesama jenis. Pertama, bagi pelaku biseksual adalah perbuatan zina, jika dilakukan sesama perempuan maka sanksi yang diberlakukan adalah sanksi untuk lesbian, jika dilakukan antara laki-laki dan perempuan maka berlaku hukum zina, apabilah keduanya telah menikah maka hukumannya adalah tajam, dan apabila belum menikah maka keduanya akan dicambuk seratus kali.

Kedua, pelaku lesbi tidak seperti hukuman zina tetapi hukuman takdir, yaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh sebuah sash khusus yang kadar hukumannya diserahkan kepada jadi (hakim), yang bentuknya berupa hukuman cambuk, publikasi, penjara, dan lain-lain.

Ketiga, gay atau homoseksual. Semua ulama semua ulama sepakat dan tidak ada khilafiyah dalam hal ini, bahwa pelaku homoseksual dijatuhi hukuman mati dengan dijatuhkan dari tempat yang berketinggian kemudian dilempar sampai mati.

Sedangkan, bagi pelaku transgender Islam telah mengharamkan perbuatan tersebut, laki-laki atau perempuan yang berpakaian atau bersolek menyerupai yang bukan kodratnya maka akan diusir dari tempat tinggalnya, tetapi jika mereka melakukan hubungan zina maka akan berlaku hukuman sesuai fakta perbuatannya.

Hal ini juga berdasarkan dalil tentangnya, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu anhuma, dia berkata: “Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Al-Bukhâri, no. 5885; Abu Dawud, no. 4097; Tirmidzi, no. 2991)

Lalu bagaimana dengan sebagian orang yang mendukung atau melindungi perbuatan tersebut? Sesungguhnya kita telah banyak mendengar dan mengetahui umat Nabi Luth yang mempraktikkan LGBT disebut dalam Al-Qur'an sebagai orang yang melewati batas atau fasik. Dengan penyebutan itu, mereka yang mempraktikkan LGBT menerima konsekuensi atas perbuatannya.

Dalam Al-Qur'an dijelaskan, Allah mengazab umat Nabi Luth yang membangkang dan suka sesama jenis serta melakukan perbuatan seks menyimpang dengan cara menjatuhkan batu-batu besar dari langit dan menjungkir balikan kota tersebut. Dalam kisah tersebut, istri Nabi Luth pun ikut mendapatkan azab yang pedih dari Allah, hal ini bukan karena ia pelaku namun karena ia membangkang dan menjadi pendukung para pelaku homoseksual. Naudzubillah.

Oleh karena itu, kita wajib menolak dan menghentikan kampanye LGBT dimana-mana. Menundukkan kesombongan kita untuk tunduk terhadap wahyu Allah, karena ketika tidak ada al-Qur'an dan wahyu yang kita gunakan maka tidak ada yang mampu membimbing akal kita. Dengan tidak menunda dan mampu bergerak dalam mencegah perbuatan maksiat tersebut, agar negeri kita terhindar dari azab Allah sehingga menjadi negeri yang dirahmati Allah. 
Wallahu'alam bishawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama