Oleh. Rosmita

"Orang Bijak Taat Pajak"
Slogan yang selalu digembar-gemborkan oleh Dirjen Pajak dengan tujuan agar masyarakat mau membayar pajak. Sebagai negara berkembang Indonesia masih membutuhkan banyak dana untuk pembangunan negara dan infrastruktur. Dalam sistem kapitalis, pajak menjadi salah satu sumber pendapatan negara selain utang luar negeri. Maka wajar bila pemerintah terus mendorong rakyatnya untuk membayar pajak. 

Pajak pun berbagai macam bentuknya mulai dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Bea Materai (BM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Daerah yang termasuk didalamnya adalah Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air Permukaan, dan masih banyak lagi. 

Tak heran bila penerimaan pajak negara hingga Bulan April 2022 sudah mencapai 567,69 triliun rupiah. Padahal jumlah ini baru 44,88 persen saja dari target penerimaan APBN tahun ini. 

Direktur Potensi Penerimaan dan Kepatuhan Pajak Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen) Kementrian Keuangan Ihsan Priyawibawa menjelaskan, bahwa Bulan Februari menjadi bulan yang penerimaan pajaknya tertinggi, yaitu Rp245, 2 triliun. (Liputan 6.com) 

Pemerintah menjadikan pajak sebagai pilar penyangga eksistensi negara, hal ini membuat rakyat kian merana. Pasalnya, negara yang katanya kaya raya dengan berbagai sumber daya alam yang berlimpah, tapi hidup rakyatnya jauh dari kata sejahtera. Masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sudahlah sulit mendapatkan penghasilan, masih juga dipalak dengan berbagai macam pajak. 

Perbedaan Pajak dalam Sistem Islam dan Kapitalis

Pajak menurut syariat, secara etimologi berasal dari bahasa Arab yaitu dharibah yang artinya memukul, mewajibkan dan membebankan. Secara istilah pajak adalah harta yang dipungut secara wajib oleh negara. 

Dharibah bersifat temporer tidak kontinu dan hanya boleh dipungut apabila negara dalam keadaan darurat yang membutuhkan biaya untuk menanganinya seperti adanya bencana atau wabah, sedangkan baitulmal dalam kondisi kosong. Dharibah hanya dipungut dari kaum muslimin yang kaya saja. Jumlah yang dipungut harus sesuai dengan pembiayaan yang dibutuhkan tidak boleh lebih. Dharibah akan dihapuskan bila baitulmal sudah terisi kembali. 

Sedangkan pajak dalam sistem kapitalis bersifat abadi sebagai sumber utama pendapatan negara. Pajak digunakan untuk pembiayaan negara dan pembangunan infrastruktur. Pajak dipungut dari kaum muslimin maupun nonmuslim tidak memandang kaya atau miskin. Pajak beragam bentuknya dengan besaran yang sudah ditetapkan oleh negara. 

Inilah sejumlah perbedaan antara pajak dalam sistem Islam dengan pajak dalam sistem kapitalis. Oleh karena itu, pajak dalam sistem kapitalis jelas haram hukumnya karena merupakan kezaliman penguasa terhadap rakyatnya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw.: "Sesungguhnya pelaku/pemungut pajak (diazab) di neraka." (HR. Ahmad dan Abu Daud) 

Khilafah Membangun Negara tanpa Pajak dan Utang

Berbeda dengan sistem kapitalis yang menjadikan pajak dan utang sebagai penopang. Sumber pemasukan negara Islam berasal dari:

1. Zakat, yaitu zakat yang diambil setiap muslim yang memiliki harta hingga mencapai nisabnya.

2. Rikaz, yaitu harta warisan yang tidak habis dibagi maka sisanya diserahkan ke baitul maal.

4. Jizyah, harta yang diambil dari orang-orang kafir yang tinggal di negara Islam sebagai jaminan keamanannya. 

5. Ghanimah dan Fai, yaitu harta orang-orang kafir yang dikuasai oleh kaum muslimin dengan peperangan atau karena ditinggalkan. 

6. Kharaj, yaitu sewa tanah yang dibayar oleh orang-orang kafir dzimni yang menempati tanah kaum muslimin. 

7. Shadaqah tathawwu, yaitu rakyat menyumbang secara sukarela kepada negara yang digunakan untuk kepentingan bersama. 

8. Sumber daya alam yang dimiliki negara seperti hutan, lautan dan hasil tambang baik emas, perak, maupun bahan bakar minyak (BBM). 

Sumber daya alam adalah harta kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai oleh individu maupun kelompok. Rasulullah saw. bersabda: "Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara yaitu air, padang rumput dan api." (HR. Ahmad). Maka negara wajib mengelola harta kepemilikan umum tanpa menyerahkannya kepada swasta baik lokal  maupun asing. 

Apabila sumber daya alam dikelola sendiri dengan baik oleh negara, maka akan mampu membiayai seluruh operasional negara dan menyejahterakan seluruh rakyat. Apalagi bila ditambah dengan sumber pendapatan lain yang telah disebutkan di atas, sudah pasti negara akan berdikari tanpa harus memungut pajak dan mengambil utang luar negeri.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain bila ingin negara maju dan rakyat sejahtera maka harus menerapkan syariat Islam secara keseluruhan. Janji Allah apabila penduduk suatu negeri beriman, maka akan Allah limpahkan keberkahan dari langit dan bumi. Wallahu'alam bissawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama