Oleh. Bu Hermin Setyoningsih
Praktisi Kesehatan


Tahun ini, Hari Anak Nasional 2022 mengambil tema, yaitu 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju'. Ternyata tema tersebut bukanlah tema baru, sebab sudah digunakan sejak dua tahun yang lalu pada Hari Anak Nasional tahun 2020. Pada tahun 2020, Indonesia terkena imbas pandemi COVID-19 yang menyerang berbagai kalangan, termasuk anak-anak. 

Tema 'Anak Terlindungi, Indonesia Maju' diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat akan kesehatan anak-anak. Karena anak-anak seperti kita adalah harapan masa depan bangsa, menjaga kesehatan anak-anak juga berperan penting pada masa depan Indonesia. Berdasarkan Konvensi Hak Anak (KHA) yang disahkan dan disetujui ke dalam Keputusan Presiden No 36 Tahun 1997.

Berikut ini dua dari 5 hak anak yang disampaikan dalam Keppres tersebut, yakni di bidang Kesehatan dasar dan kesejahteraan, yang mengatur 3 (tiga) hal penting yaitu: memastikan setiap anak sehat dan bergizi baik, anak tumbuh dan berkembang dalam kondisi kesejahteraan diri, keluarga, dan masyarakat di sekitarnya yang sejahtera, menyediakan pelayanan ramah anak di lembaga-lembaga penyedia layanan kesehatan, terutama di Rumah Sakit dan Puskesmas.

Sementara dalam bidang Pendidikan, pemanfaatan waktu luang dan kegiatan budaya, yang meliputi 2 (dua) hal penting, yaitu: semua anak harus sekolah, sejalan dengan program Wajib Belajar 12 Tahun, disertai dengan perwujudan Sekolah Ramah Anak (SRA) serta penyediaan Rute Aman dan Selamat ke/dari Sekolah (RASS); pemanfaatan waktu luang yang diperlukan anak karena anak juga harus beristirahat dan mengisi hari-harinya dengan hal-hal yang memang diminati dan positif, termasuk kegiatan budaya melalui pembentukan Ruang Kreatifitas Anak.

Namun bagaimana dengan fakta riil yang terjadi pada anak-anak Indonesia pada dua bidang tersebut? Prevalensi stunting di Indonesia  30,8 persen pada 2018 dan menurun menjadi 24,4 persen pada 2022 berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia. Angka tersebut masih sangat tinggi jika dibandingkan dengan ambang batas yang ditetapkan WHO yaitu 20%.

Miris bukan, kenyataan yang terjadi masih jauh dari harapan sebagaimana yang tertuang dam Keppres, pun demikian dalam bidang pendidikan, menurut BPS pada tahun 2021 ada 21,47% anak yang tidak sekolah pada jenjang SMA, tentu ini angka yang menyedihkan, dimana standar Keppres no 36 tahun 1997 yang menyatakan semua anak harus sekolah wajar 12 tahun yang berarti setara dengan lulus SMA.

Tentu semua ini tak lepas dari sebuah keniscayaan yang akan terus terjadi, ketika negara ini tetap menerapkan sistem kapitalisme sekuler. Sebab, sistem ini menjadikan negara hanya sebagai regulator dalam pelayanan kesehatan dan pendidikan yang tak akan mungkin bisa bahkan mustahil meraih harapan sesuai Keppres tersebut. Karena, ketika pendidikan tidak dijamin diperoleh secara gratis bagi seluruh masyarakat, maka bagaimana bisa meraih prosentase 100% anak  sekolah dengan pendidikan wajar 12 tahun, apalagi dengan dampak covid 19 yang memukul perekonomian rakyat.

Pemerintah menetapkan kebijakan pemberian bantuan dana BOS tidak pada semua sekolah, pemberian langsung melalui KIP juga tidak merata pada semua siswa,  sehingga memunculkan angka putus sekolah, bahkan mencukupkan sekolah hanya setingkat SD/SMP saja karena keterbatasan biaya.

Demikian juga dengan penanganan kesehatan, ketika negara tidak memberikan jaminan layanan kesehatan secara gratis malah sebaliknya dalam sistem negara kita yg kapitalisme ini, justru di komersialisasi, maka mustahil terwujud semua anak mendapatkan kesehatannya dan gizi baik akan terealisasi. 

Lihat saja, negara kita saat ini masih menetapkan kebijakan pengalihan penjaminan kesehatan kepada BPJS yang notabene merupakan perusahan asuransi dengan model profit oriented, terbukti dari pembatasan layanan kesehatan yang menuai kontra bahkan dikalangan petugas medis sebagai pemberi layanan, sehingga banyak didapati kasus kematian akibat lambat pennaganan karena adanya diagnosa yang tidak ditanggung pembiayaannya oleh BPJS.

Karenanya, agar tema Hari Anak Nasional tahun ini bukan sekedar slogan, maka butuh kebijakan negara yang akan menjamin kebutuhan anak sesuai dengan konvensi hak anak yang tertuang dalam Keppres no 36 tahun 1997. Namun, jika aturan yang diberlakukan di negara ini tetap kapitalisme sekuler, harapan itu hanya akan bagai pungguk merindukan bulan, tak akan terwujud secara nyata. Karena sekali lagi, sistem ini meniscayakan negara hanya sebagai regulator, bukan pelayan, maka wajar jika pendidikan dan  kesehatan dikomersialisasikan.

Fakta yang dapat kita amati di lapangan memperlihatkan lembaga-lembaga pendidikan tinggi dengan status PTN-BH harus rela dimasuki oleh korporasi, sehingga terjadi peningkatan biaya kuliah di PTN BH. Demikian pula bukti negara dalam sistem kapitalisme sekuler saat ini hanya sebagai regulator dalam bidang kesehatan adalah pelimpahan wewenang layanan kepada BPJS kesehatan. BPJS adalah sistem berwatak profit sebagai upaya infiltrasi kapital secara soft yang dilakukan dengan simbolisasi slogan “gotong royong”.

Berbeda keadaannya jika negara kita mau beralih pada sistem islam dalam mengelola negaranya, maka bukan hanya 2 hak anak yang menjadi contoh diatas yang akan teraih, tapi semua hak dalam konvensi hak anak nasional akan dijamin terealisasi, bagaimana wujud nyatanya?
Di dalam Kitab al-Iqtishadiyyah al-Mutsla disebutkan bahwa jaminan atas pemenuhan kebutuhan dasar (hajah asasiyyah) bagi seluruh rakyat seperti pendidikan, keamanan dan kesehatan, berada di tangan negara.

Ketentuan ini didasarkan pada sabda Nabi Saw : Imam itu adalah pemimpin dan ia akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinannya(HR al-Bukhari). Atas dasar itu, Khilafah(bentuk sistem pemerintahan dalam islam) harus menjamin setiap warga negara dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya dengan mudah.

Dalam konteks pendidikan, di antara nash-nash syariah yang menetapkan pendidikan sebagai hajah asasiyyah adalah sabda Nabi Saw :
Permisalan hidayah dan ilmu yang Allah SWT sampaikan kepada diriku bagaikan air hujan yang menimpa sebidang tanah. Di antara tanah itu ada tanah baik yang mampu menyerap air dan menumbuhkan rerumputan serta  pepohonan yang sangat banyak. Di antara tanah itu ada pula tanah liat yang mampu menahan air sehingga Allah SWT memberikan manfaat kepada manusia dengan tanah tersebut, manusia bisa meminum air darinya, mengairi kebun-kebunnya dan memberi minum hewan-hewan ternaknya.  Air hujan itu juga menimpa tanah jenis lain, yaitu tanah datar lagi keras yang tidak bisa menahan air dan menumbuhkan rerumputan.

Demikian-lah, ini adalah perumpamaan orang yang faqih terhadap agama Allah, dan orang yang bisa mengambil manfaat dari apa-apa yang telah Allah sampaikan kepada diriku sehingga ia bisa belajar dan mengajarkan (ilmu tersebut kepada orang lain). Ini juga perumpamaan orang yang menolak hidayah dan ilmu dan tidak mau menerima hidayah Allah SWT yang dengan itulah aku diutus (HR al-Bukhari dan Muslim).

Jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi seluruh warga negara bisa  diwujudkan dengan cara menyediakan pendidikan gratis bagi rakyat. Negara Khilafah juga wajib menyediakan fasilitas dan infrastruktur pendidikan yang cukup dan memadai seperti gedung-gedung sekolah, laboratorium, balai-balai penelitian, buku-buku pelajaran, dan lain sebagainya. 

Negara Khilafah juga berkewajiban menyediakan tenaga-tenaga pengajar yang ahli di bidangnya, sekaligus memberikan gaji yang cukup bagi guru dan pegawai yang bekerja di kantor pendidikan. Dengan demikian, jangankan hanya wajar dikdas 12 tahun atau setara SMA yang akan terjamin pada seluruh lapisan masyarakat, bahkan mereka bisa menikmati pendidikan sarjana semua level dengan gratis, inilah bentuk pemastian negara khilafah pada pendidikan rakyatnya.

Demikian pula playanan Kesehatan telah ditetapkan Allah SWT sebagai kebutuhan pokok publik yaitu sebagaimana ditegaskan Rasulullah SWT, yang artinya, “Siapa saja yang ketika memasuki pagi hari mendapati keadaan aman kelompoknya,sehat badannya, memiliki bahan makanan untuk hari itu, maka seolah-olah dunia telah menjadi miliknya.” (HR Bukhari).

Negara telah diamanahkan Allah SWT sebagai pihak yang bertanggungjawab penuh menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat. Diberikan secara cuma-cuma dengan kualitas terbaik bagi setiap individu masyarakat, tidak hanya bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya. Tentang tugas penting dan mulia ini telah ditegaskan Rasulullah dalam tuturnya, yang artinya, “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap urusan rakyatnya.”(HR AL- Bukhari). 

Dengan kebijakan ini, maka jaminan kesehatan gratis akan membawa semua rakyat termasuk anak terlindungi, meski tengah dalam wabah pandemi yang lama seperti saat ini. Apakah mampu Khilafah menjamin kesemua itu dengan gratis, tentu saja,  karena khilafah ditopang oleh sistem APBN yang tahan krisis dan surplus dalam baitul malnya. Ada enam sumber pemasukan yang dikelola Baitul Mal alias rumah harta. Pertama berasal dari zakat mal yang mencapai 2,5 persen dari penghasilan. 

Sumber pemasukan itu hanya dihimpun dari umat Muslim saja. Kedua, berasal dari jizyah yakni pajak perlindungan yang ditarik dari non Muslim yang tinggal di wilayah Muslim. Meski begitu, non-Muslim yang sakit, miskin, wanita, anak-anak, orangtua, pendeta serta biarawan dibebaskan dari jizyah. Ketiga, bersumber dari ushr yakni pajak tanah yang khusus diberlakukan bagi perusahaan-perusahaan besar.

Nilainya mencapai satu per sepuluh dari produksi. Keempat, berasal dari khiraj, yakni pajak tanah. Kelima, bersumber dari ghanimah, yakni satu per lima dari hasil rampasan perang. Keenam, berasal dari pajak yang dipungut dari saudagar atau pengusaha non-Muslim, karena mereka tak membayar zakat.

Dengan mekanisme baitul mal seperti itu, maka bisa dipastikan APBN Khilafah melalui baitul malnya akan mampu mewujudkan tema Hari Anak Nasional tahun ini, bahkan semua rakyatnya akan terlindungi. Sebagaimana firman Allah, Surat Al-A’raf Ayat 96 Artinya: Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. Tidakkah kita merindukan negeri berkah yang dijanjikan Allah, Sang Maha menepati janji.
Wallahu a'lam bissawab. 

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama