Oleh. Yusriani Rini Lapeo, S. Pd
Aktivis Muslimah dan Pemerhati Sosial


Di awal April 2022, masyarakat kembali dikejutkan dengan melambungnya harga tiket pesawat. Sampai saat ini  harga kenaikan tiket pesawat mencapai empat kali lipat dari harga sebelumnya. Menyikapi hal tersebut, pemerintah menghimbau agar rakyat tidak terlalu berlebih-lebihan dalam menanggapi kondisi tersebut. 

Walaupun sebelumnya Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyayangkan serta turut perihatin atas kenaikan tiket pesawat yang cukup mahal itu. Ia juga sempat meminta pihak maskapai khususnya Lion Air untuk menurunkan harga tiket pesawat. Namun pada akhirnya, ia justru meminta masyarakat untuk bisa mentoleransi hal tersebut.

Selain harga tiket pesawat yang berlipat, bagasi barang yang ditetapkan oleh maskapai penerbangan mulai berbayar. Tentu saja, kebijakan ini membuat calon penumpang ekonomi menengah harus berpikir panjang sebelum memesan tiket pesawat terbang.

Mengapa Harga Berlipat?

Mengenai harga tiket yang melambung, jika ditinjau dari segi ekonomi kapitalis, semua yang menyangkut badan usaha apa pun, harus terikat kepada pemilik modal yang berkepentingan dan memiliki andil yang besar didalamnya. Tak terkecuali, dalam masalah kebijakan tarif tiket pesawat yang cukup mahal.

Menanggapi hal ini, tentunya pemerintah memiliki andil besar. Pasalnya, ketika mengambil sebuah keputusan dalam sebuah kebijakan tak jarang pemerintah tak memikirkan kondisi masyarakat mampu atau tidak mampu. Yang terpenting dalam mengambil setiap kebijakan cenderung harus mendapatkan keuntungan besar.

Sejumlah pihak menilai bahwa alasan kenaikan harga tarif tiket pesawat dikarenakan bahan bakar yang digunakan pesawat cukup mahal. Padahal, kebijakan atas kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) diputuskan oleh pemerintah juga. Dalam hukum ekonomi kapitalis, kenaikan suatu barang produksi, maka akan mempengaruhi kenaikan harga barang produksi lainnya. Walhasil, persaingan yang tidak sehat antar maskapai pun terjadi yaitu dengan perang harga.

Di sisi lain juga didukung dengan keputusan Menteri Perhubungan No.142/2022 tentang Besaran Biaya Tambahan (Surcharge) Yang Disebabkan Adanya Fluktuasi Bahan Bakar Tarif Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri dan sudah berlaku mulai 4 Agustus 2022.

Sementara itu pada tahun 2019, pihak INACA (Indonesia National Air Carrier), sebuah asosiasi maskapai mengklaim pelemahan nilai tukar rupiah atas dolar Amerika Serikat memicu kenaikan biaya operasional yang berdampak harga tiket pesawat melambung. Ia juga menyebutkan bahwa ini adalah dampak paling besar dikarenakan menggunakan mata uang dolar AS.

“Jadi memang ada pemicunya soal kurs rupiah melemah. Ini membuat kenaikan variabel harga tiket mulai avtur, kurs rupiah terhadap dollar AS sampai dan suku bunga pinjaman,” kata Ketua Inaca, Ari Ashkara di kawasan SCBD, Jakarta Selatan (Tirto.id, 13/01/2019).

Hal senada, diungkapkan oleh wakil Presiden Jusuf Kalla. “Mestinya begini, tarif itu memang dinikmati konsumen. Tapi kita juga mengetahui mereka itu membayar dengan dolar beli pesawat dengan dolar, membeli avtur dengan dolar tapi tarifnya rupiah,” kata JK dalam Seminar dan Dialog Nasional Kesiapan Tenaga Kerja Indonesia di Jakarta (CNNIndonesia.com, 14/01/2019).

padahal harga avtur saat ini terpantau turun. Dan sudah membentuk tren penurunan sejak awal bulan Agustus 2022. Dikutip dari One Solution Pertamina, harga patokan avtur terbaru periode 15-31 Agustus 2022 mengalami penurunan.19 Agustus 2022.

Hal ini menunjukkan bahwa dolar menjadi cadangan devisa primer di sebagian besar negara di dunia. Penggunaan dolar secara masif juga berarti pasar masih percaya dengan nilai mata uang Amerika Serikat itu. Hingga kini, dolar masih menjadi standar nilai tukar di seluruh belahan dunia. Ini tak lepas dari penggunaan dolar yang semakin meluas. Hingga sekarang, dolar menjadi mata uang untuk transaksi perdagangan di seluruh dunia. 

Sistem ekonomi neoliberalisme didominasi oleh mata uang asing, salah satunya dolar AS. Di saat kebutuhan dan permintaan dolar di dalam negeri makin tinggi dan tidak dibarengi pasokan dolar, membuat nilai tukar rupiah jatuh. Akibatnya, tingginya harga tiket ini pasti akan berdampak pada menurunnya minat masyarakat menggunakan moda transportasi udara. Lebih jauh, penurunan minat ini akan membawa imbas yang juga serius pada sektor-sektor lainnya.

Islam Memandang

Islam merupakan agama yang dirahmati Allah dimana ia mempunyai seperangkat aturan yang paripurna. Menjadi satu-satunya solusi bagi semua problem kehidupan. Dalam berbagai masalah yang menimpa masyarakat, tentunya Islam menjadi terdepan dalam menyelesaikannya. Terutama sikap penguasa terhadap rakyatnya, termasuk dalam memutuskan suatu kebijakan yang benar-benar tidak merugikan masyarakat atau pihak lain.

Begitu pun masalah melambungnya harga tiket pesawat ini, Islam memiliki solusi tuntas. Salah satu solusinya adalah mengganti alat tukar rupiah dengan dinar. Karena emas dipercaya dapat meminimalkan risiko moneter dibandingkan pada fiat money, juga sangat memenuhi persyaratan ideal sebagai uang.

Setidaknya ada beberapa karakteristik dinar sehingga layak sebagai pengganti terhadap dollar yaitu, pertama, emas memiliki nilai intrinsik yang nilainya tidak diragukan. Artinya, dapat diperjualbelikan apabila ia tidak digunakan sebagai uang. Berdasarkan hukum Islam, satu dinar setara dengan 4,22 gram (0,135 ons) emas murni atau 1 spesial drawing right (SDR). Sehingga, wajar bila semua negara sangat menginginkan untuk menimbun emas sebanyak mungkin.

Kedua, emas tidak dapat diciptakan dan dirusak. Artinya emas tidak dapat dicetak dan berkurang nilainya sekehendak manusia sebab ia memerlukan proses dan bernilai intrinsik. Dengan demikian perekonomian secara otomatis akan terjaga dari percetakan uang tanpa dasar atau jaminan barang yang jelas.

Ketiga, penyimpanan nilai yang aman dan tidak mudah rusak bahkan tahan lama walaupun telah ditransaksikan berulang kali.

Keempat, keberadaanya langka, sehingga ia tidak mudah untuk diperoleh dan digandakan oleh sejumlah pihak. Dalam sistem emas dan perak, negara tidak mungkin mencetak uang lagi, selama uang yang beredar dapat ditukar dengan emas dan perak pada tingkat harga tertentu. Karena negara khawatir tidak akan mampu melayani penukaran tersebut (Zallum, 2004: 226).

Terpenting, sistem emas dan perak mempunyai kurs yang stabil antar negara. Standar emas-perak akan mengurangi masalah perdagangan internasional akibat ketidakstabilan kurs mata uang. Sebab, mata uang negara ditentukan oleh nilai emas dan perak itu sendiri, tidak bergantung pada kekuatan ekonomi dan politik suatu negara. Wallahu a’lam.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama