Oleh Yuli Ummu Raihan
Penggiat Literasi


Idealnya aktivitas pembelajaran di sekolah adalah siswa-siswi fokus menyimak materi, aktif mengikuti proses belajar mengajar, dan bercengkrama dengan sesama teman. Namun, hal berbeda terjadi beberapa waktu lalu di sebuah Sekolah Menengah Atas (SMA) di Jumapalo, Karanganyar. Seorang siswi mengalami kontraksi saat jam pelajaran berlangsung. Kemudian pihak sekolah segera membawanya ke rumah sakit hingga melahirkan seorang bayi laki-laki. Ternyata pihak sekolah dan mungkin teman-temannya tidak mengetahui perihal kehamilannya. (Kompas.com, 10/09/2022) 

Mirisnya ini bukan kejadian pertama dan mungkin juga bukan yang terakhir. Sungguh ini bukti bahwa kondisi generasi kita sudah  sangat memprihatinkan. Ini adalah malapetaka bagi bangsa ini.

Menurut data BKKBN pelajar usia 15-19 tahun, 46% diantaranya pernah melakukan hubungan seks. Efeknya tidak sedikit kehamilan yang tidak diinginkan terjadi. Lebih mengerikan sekitar 2 juta wanita melakukan aborsi setiap tahun. (Solopos.com, 17/02/2022)

Belum lagi kasus HIV/AIDS yang terus meningkat hampir di seluruh wilayah Indonesia. Kasus kenakalan remaja seperti tawuran, minuman keras, narkoba, bullying, hingga kekerasan yang berujung kematian. Na'uzubillahiminzalik. 

Ketika masa sekolah malah diisi dengan berbagai kenakalan bahkan kemaksiatan, tentu harapan memiliki masa depan yang cerah sangatlah mustahil. Meski peraturan yang ada saat ini memberikan kesempatan untuk siswi yang hamil tetap bisa ikut ujian nasional demi hak pendidikan mereka.

Maraknya fenomena seperti ini terus menjadi pembahasan terkait kelayakan mereka untuk tetap bisa mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Serta kemungkinan sanksi yang akan diberikan, berupa dikeluarkan dari sekolah terus menjadi sorotan. 

Para penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) menilai sanksi mengeluarkan siswi yang hamil dari sekolah adalah bentuk pelanggaran HAM khususnya dalam pendidikan. 

Amanah UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2 serta UU Nomor 7 Tahun 1984 tentang pengesahan konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan khususnya pada Pasal 10 ayat 1 dan 3 menjadi landasan hukum siswi hamil masih bisa mengikuti ujian nasional hingga ia memperoleh kejelasan status tamat sekolah. 

Berdasarkan hal ini beberapa sekolah menerapkan beberapa kebijakan seperti membolehkan siswi tetap sekolah dengan sejumlah syarat. Memberikan opsi cuti khusus untuk melahirkan baru kemudian kembali sekolah dengan syarat mengulang kelas. Ada yang hanya membolehkan sebatas mengikuti ujian nasional dan tidak diperkenankan kembali bersekolah. Tapi ada juga yang tetap memilih mengeluarkan siswi hamil untuk menjaga nama baik sekolah. 

Apa Akar Masalah Sebenarnya? 

Saat ini kita hidup dalam aturan sistem kapitalisme. Asasnya yang sekuler membuat solusi yang ditawarkan hanya bersifat jangka pendek, tambal sulam, dan tidak menyentuh akar masalah. Akibatnya masalah demi masalah terus muncul dan masyarakat mulai terbiasa hingga menoleransi kemaksiatan demi kemaksiatan. 

Pendidikan adalah hak semua manusia baik perempuan maupun laki-laki. Muslim atau nonmuslim, kaya atau miskin. Namun menoleransi kemaksiatan yang dilakukan peserta didik dalam hal ini siswi hamil ibarat makan buah simalakama bagi sistem pendidikan kita. 

Lembaga pendidikan seharusnya adalah tempat untuk mencetak manusia yang terdidik, berkarakter, berakhlak baik, dan menguasai ilmu pengetahuan. Namun, melihat fenomena remaja hari ini tentu membuat kita mengurut dada. 

Dengan dalih HAM kemaksiatan yang mereka lakukan seolah dinafikan. Mereka tidak layak mendapatkan hukuman. Usia mereka juga belum memenuhi syarat untuk melakukan perkawinan. Kerangka berpikir seperti ini memunculkan ide agar membuat aturan khusus untuk kasus ini. Akhirnya kehamilan di luar nikah dianggap biasa, bukan dosa besar. 

Masalah pergaulan bebas ini ibarat bom waktu yang siap meledak dan menimbulkan efek luar biasa suatu saat nanti. Bayangkan apa jadinya negeri ini sepuluh atau dua puluh tahun lagi jika generasi hari ini tidak diselamatkan. 

Pemerintah justru sibuk menyuarakan moderasi beragama dan toleransi pada siswa, serta isu radikalisme dibandingkan mencari solusi permasalahan remaja hari ini. 

Otak-atik kurikulum pendidikan serta kebijakan terus dilakukan tanpa arah yang jelas. Serangan budaya liberal, tsunami informasi, dan hedonisme, terus menghampiri remaja. Sistem pergaulan yang rusak ini bersifat sistematis dan struktural. 

Generasi hari ini kehilangan jati diri dan pegangan hidup yang benar. Standar perbuatan mereka tidak lagi halal dan haram, tapi bagaimana mendapatkan pemenuhan kebutuhan jasmani dan naluri sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara. 

Generasi saat ini tidak sadar telah tenggelam dalam lumpur kemaksiatan. Mereka tidak berpikir jangka panjang apalagi berpikir tentang akhirat. 

Islam Solusi Permasalahan Remaja

Islam adalah satu-satunya sistem yang memiliki seperangkat aturan yang mampu memahami hak dan potensi generasi. Hanya sistem Islam yang mampu dan terbukti mencetak generasi gemilang. Islam sangat memahami bahwa masa muda adalah fase di mana seseorang sedang mencari jati diri. Semangat mereka sedang berkobar. Fase ini sangat rentan, karena di fase inilah remaja dituntut untuk bisa membuat pilihan. Menggunakan masa muda dengan hal-hal yang baik atau mengisinya dengan kemaksiatan. 

Islam memahami manusia memiliki naluri ketertarikan terhadap lawan jenis. Untuk itu Islam memiliki aturan bagaimana seharusnya pergaulan dalam Islam. Ada kewajiban menutup aurat, menjaga pandangan, tidak berkhalwat, tidak ikhtilat, dan tidak mendekati zina. 

Islam juga akan menghilangkan segala hal yang dapat membangkitkan naluri tersebut seperti konten porno, sistem informasi, sistem pergaulan, dan memberikan sanksi tegas. 

Ketika semua upaya preventif ini belum bisa meredam naluri tersebut, maka ada anjuran untuk menikah. Bagi yang belum siap menikah, maka Islam menjadikan puasa sebaik-baiknya solusi. 

Rasulullah saw. bersabda: "Wahai para pemuda, barang siapa di antara kalian yang mampu menikah, menikahlah. Karena menikah itu dapat menahan pandangan dan memelihara kemaluan. Barang siapa yang tidak mampu, hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menekan syahwat." (HR Bukhari)

Dengan semua aturan ini, insya Allah tidak akan ada lagi kasus siswi yang hamil dan melahirkan di sekolah dan berbagai kenakalan serta kemaksiatan yang dilakukan remaja. Jika ada, Islam akan segera mengatasinya dengan memberikan solusi yang tepat. Remaja akan lebih fokus mengisi masa muda untuk menuntut ilmu dan beramal shaleh serta menyiapkan diri untuk meneruskan perjuangan Islam. 
Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama