Oleh Ranti Nuarita, S.Sos.
Aktivis Muslimah

Bencana kekeringan di beberapa daerah Indonesia semakin memprihatinkan. Situasi kekeringan tidak hanya memicu krisis air untuk memenuhi kebutuhan warga, tetapi juga berimplikasi pada sektor pertanian dan perkebunan yang membutuhkan banyak air. 

Padahal Indonesia termasuk dalam salah satu negara dengan sumber daya air yang melimpah, karena menyimpan 6% potensi air di dunia. Akan tetapi, pada tahun 2019 pemerintah sempat memprediksi kekeringan di Indonesia yang akan dialami 28 provinsi ketika musim kemarau tiba. Mengutip dari bmh.or.id, Jumat (2/9/2022). Diprediksi ketersediaan air untuk setiap penduduk di Jawa akan terus menurun hingga 476 meter kubik per tahun pada 2040, di mana awalnya setiap orang memiliki ketersediaan air sebanyak 1.169 kubik air per tahun.  

Mengapa bencana kekeringan ini terus berulang?

Wajar  pertanyaan seperti ini kerap muncul. Sejumlah dugaan pun mencuat, banyak pihak yang menuding, kejadian itu bukan murni bencana alam. Kekeringan ini juga diduga kuat akibat ulah manusia. Memang untuk Indonesia sendiri ada beberapa faktor yang mendatangkan bencana kekeringan, mulai dari faktor alamiah dan faktor antropogenik. Berdasarkan faktor alamiah, kekeringan disebabkan karena kekurangan pasokan air permukaan dan air tanah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan tanaman pada periode waktu tertentu dalam suatu wilayah yang luas. Sedangkan, berdasarkan faktor antropogenik, kekeringan disebabkan karena ketidakpatuhan pengguna terhadap pola penggunaan air yang berlebihan serta adanya kerusakan kawasan air dan sumber air. Selain dari yang disebutkan  kekeringan di Indonesia pun sangat berkaitan dengan fenomena El-Nino Southem Oscilation (ENSO). ENSO ini mengakibatkan terjadinya perubahan iklim. Dampak yang dapat terlihat dalam sektor pertanian adalah dengan bergesernya awal musim kemarau yang menyebabkan berubahnya pola tanam karena adanya kekeringan.

Bukan hanya faktor alam saja, manusia juga berkontribusi pada terjadinya kekeringan. Di mana dalam hal ini deforestasi, penggundulan juga kebakaran hutan, dan kebakaran lahan yang menyebabkan sumber-sumber air menjadi terganggu. Kebakaran hutan juga deforestasi yang dilakukan secara sengaja ini tidak terlepas dari kepentingan bisnis para kapitalis yang mengekploitasi alam hutan tanpa menimbang pengaruhnya terhadap lingkungan, bahkan terhadap penduduk yang membutuhkan sumber air.

Negara dengan sistem sekularisme kapitalisnya yang ditambah dengan sistem politik demokrasi, justru memfasilitasi dan memberi kemudahan bagi kepentingan segelintir pengusaha melakukan liberalisasi sumber daya alam (SDA). Sumber air yang seharusnya untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat justru dimonopoli oleh perusahan yang memproduksi air minum dalam kemasan, mulai dari para konglomerat juga perusahan asing.

Sungguh memilukan. Beginilah kenyataan pahit yang harus diterima sistem yang rusak ini, bahkan alam pun tak luput dari sasaran kerusakan. Padahal Seperti yang kita ketahui air merupakan kebutuhan vital semua makhluk hidup. Kebutuhan air tak bisa ditawar-tawar. Sayangnya di sistem kapitalisme ini pemerintah sebagai penguasa justru terkesan abai dan tidak hadir untuk memberikan kebutuhan dasar ini. Oleh karena itu, agar kekeringan ini tidak terulang terus-menerus, maka perlu ada upaya serius dan sungguh-sungguh, baik dari rakyat terlebih pemerintah. Pemerintah perlu mencari solusi serta membuat kebijakan-kebijakan yang tepat untuk mengatasi masalah kekeringan.

Bagaimana Solusi Islam mengatasi kekeringan?

Hanya sistem Islam yang bisa menjadi solusi terbaik  mengatasi masalah kekeringan. Negara yang menerapkan sistem Islam yang kafah  secara serius akan melakukan pembentukan Badan Metereologi, Klimatotogi dan Geofisika (BMKG) dengan tim terbaik dari seluruh dunia. Selanjutnya khalifah akan memerintahkan BMKG untuk melakukan kajian menyeluruh, cermat, dan akurat untuk melakukan pemetaan iklim, kondisi cuaca, potensi panas, termasuk dampak keduanya untuk tanaman, serta membuat rekayasa dan solusi yang dibutuhkan jika menghadapi kondisi ekstrim baik bersifat jangka pendek menengah maupun  jangka panjang. Adapun langkah-langkah yang diambil ialah;

Pertama,  negara akan mengedukasi dan melakukan penyuluhan kepada masyrakat, baik langsung mau pun tidak langsung melalui berbagai media, untuk membangun kesadaran masyarakat dan  melibatkan masyarakat dalam upaya secara sistematis dan terencana.  Kedua, negara bersama masyarakat membangun, merehabititasi, dan memelihara jaringan irigasi. Ketiga, negara bersama masyarakat membangun merehabilitasi memelihara konservasi lahan dan air melindungi hutan lindung, daerah resapan air agar tetap pada fungsinya sekaligus menindak penyalahgunaan, mengembalikan kepada fungsi asalnya. Keempat, negara akan memberikan sarana produksi kepada masyarakat. Untuk mencegah terjadinya liberalisasi SDA oleh pihak asing ataupun swasta, khalifah akan mengatasi sumber masalah ini dalam posisinya sebagai perisai dan pelindung umat, di mana negara akan mengeluarkan kebijakan pelarangan privatisasi atau swastanisasi terhadap sumber-sumber yang merupakan milik umum. Tindakan khalifah tersebut merupakan perwujudan dari hadis Rasulullah Saw. yakni, 
“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dia urus.” (HR. Bukhari dan Ahmad)

Selain daripada itu, negara yang menerapkan sistem Islam secara paripurna juga memahami bahwa ada korelasi antara bencana dan perbuatan manusia. Maka, ketika terjadi kekeringan khalifah akan mengajak umat untuk bertobat, meninggalkan segala bentuk kemaksiatan, memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala, melalui doa serta ibadah nafilah dalam salat istiska.

Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama