Oleh Hani Iskandar
Ibu Pemerhati Umat


Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional atau RUU Sisdiknas menjadi program    legislasi nasional (prolegnas) 2022. RUU Sisdiknas ini mendapat respons keras dari organisasi kemasyarakatan (ormas) pendidikan karena tidak mencantumkan secara eksplisit tentang tunjangan profesi guru (TPG) dan dosen seperti diatur dalam Undang-Undang Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.(Beritasatu.com, 5/9/2022)

Senada dengan hal itu, pengamat pendidikan Doni Koesuma mengatakan banyak pasal dalam Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) yang seakan mengelabui publik terutama guru. Doni menyebut poin yang paling diprotes guru saat ini ialah permainan kata dalam pasal RUU Sisdiknas terkait tunjangan profesi. Doni menyatakan ia dan mayoritas organisasi guru menolak ada perubahan UU Sisdiknas bila pasal terkait tunjangan profesi tidak dikembalikan sebagaimana versi draf RUU Sisdiknas pada April 2022 (www.medcom.id, 7/9/2022)

Untuk kesekian kalinya, lagi dan lagi, para pahlawan tanpa tanda jasa ini menerima kado pahit di awal tahun ajaran baru. RUU sisdiknas yang kembali diutak-atik oleh pihak legislatif, ditengarai tak akan membawa perubahan ke arah lebih baik, justru akan semakin mempersulit para pendidik generasi mendapatkan kesejahteraan. Pasalnya, tunjangan yang selama ini ada dan menjadi harapan satu-satunya selain honor yang sangat kecil bagi para guru, pun terancam dihapus. Di sisi lain, hal ini semakin membuktikan pada masyarakat, betapa tidak empatinya pemerintah saat ini terhadap kesempitan dan kesulitan hidup rakyat yang menjadi tanggung jawabnya, terlebih kepada guru yang menjadi pendidik generasi, sungguh sama sekali tak ada penghargaan. 

Di kala pandemi baru saja usai, perekonomian masyarakat belum pulih benar. Kebutuhan masyarakat pun semakin mahal terlebih setelah harga bahan bakar minyak (BBM) resmi dinaikkan, yang lantas memberi efek domino pada kebutuhan-kebutuhan lainnya. Sementara penghasilan rakyat semakin kecil. Dapat dipastikan tingkat kemiskinan bertambah besar.

Kesemrawutan dan kesenjangan ekonomi saat ini, telah berhasil membuat banyak pendidik mengalihkan perhatian dan orientasi hidupnya bukan lagi demi dedikasi maupun pengabdiannya sebagai pencetak generasi masa depan yang cerdas berkualitas, calon pemimpin, terlebih salih dunia dan akhirat. Mereka tersibukkan dan dibingungkan dengan banyaknya adminisrasi pendidikan serta pengajaran yang dikondisikan oleh kurikulum pendidikan yang berubah-ubah, di waktu yang sama. Mereka pun harus bergelut dan memutar otak menghidupi diri dengan penghasilan guru yang sangat tidak manusiawi. Oleh karenanya sebagian besar berjuang "mati-matian" untuk bisa lolos CPNS, PPPK, Sertifikasi agar taraf ekonominya meningkat meski harus dengan menempuh berbagai cara. Semua itu demi tujuan untuk mendapatkan keuntungan materi. 

Hal yang mengiris hati, jika tak mampu mengikuti seleksi-seleksi tersebut, tak jarang sebagian yang lain, berusaha mengais rezeki menjadi pedagang kecil, menjadi badut di lampu merah, menjadi tukang ojek online, sampai pemulung sampah untuk menutupi kebutuhan hidup di luar jam mengajar. 

Buntut panjang kesalahan sistem kapitalis sekuler dalam "mengurus" pendidikan, akhirnya melahirkan cara pandang kapitalistik di benak para pendidik serta rusaknya kualitas pendidikan. Mencari keuntungan materi menjadi tujuan utama, fokus mengajar dan memperhatikan tumbuh kembang anak didik sudah sangat jarang ditemui. Wajarlah kiranya, jika output yang dihasilkan adalah lulusan yang tidak berkualitas. Remaja dan pemuda yang seharusnya memiliki kepribadian yang kuat dan baik dari sisi agama, cerdas dalam ilmu pengetahuan, memiliki visi misi calon pemimpin masa depan pun beralih orientasi menjadi generasi "mager", tiktokers, generasi pembebek yang senang dengan gaya hidup hedonis kebarat-baratan, beraktivitas demi tujuan konten semata, lagi-lagi tujuannya materi dan kepuasan pribadi.

Memandang fenomena yang rusak ini, Islam yang merupakan satu-satunya sistem baik dan paripurna pemberian Allah Swt. memberikan penghargaan dan kedudukan yang mulia bagi setiap guru/pendidik. Saking mulianya seorang guru yang mengajarkan ilmu, Allah Swt. mengabadikan dalam Al-Qur’an, salah satunya di surat Al-Mujadalah ayat 11, yang artinya: “... niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat." 

Selain daripada itu, sejarah peradaban sistem Kekhilafahan Islam yang melahirkan banyak para ilmuwan dan cendekiawan muslim, yang karya-karyanya mendunia, tak lepas dari perhatian para khalifah kaum muslim yang sangat memperhatikan pendidikan generasi Islam dan mengayomi kesejahteraan para pendidik sehingga para pendidik dapat berkonsentrasi optimal dan berkontribusi penuh dalam mendidik putra putri kaum muslim semata-mata untuk mencapai rida Allah dan kemajuan kaum muslim tanpa terganggu dengan kesulitan ekonominya. 

Bayangkan saja, di masa Kekhalifahan Shalahuddin Al-Ayyubi, seorang guru mampu diupah sebesar 11 Dinar emas, diperkirakan setara dengan 40 juta rupiah setiap bulan (Buku Shalahuddin Al-Ayyubi, Pahlwan Islam Pembebas Baitul Maqdis). Belum lagi jika guru tersebut menghasilkan karya tulis atau buku, yang kemudian beratnya akan ditimbang dan dihargai emas setiap kilogramnya. Selain itu, tunjangan lain yang diberikan kepada guru pun tetap terpenuhi, mulai dari jaminan kesehatan, jaminan bagi keluarga, akses melanjutkan pendidikan dan karir, serta masih banyak lagi. Hal itu hanya dapat ditemukan dalam sejarah-sejarah penerapan sistem Islam, karena Islam tak hanya memperhatikan sistem pendidikan saja, tetapi berupaya agar sistem-sistem kehidupan lainnya seperti sistem ekonomi, sistem hukum, sistem politik, dan lain-lain selalu sejalan dengan syariat Islam sehingga menurunkan keberkahan  Allah Swt. dalam setiap sendi kehidupan.

Oleh karenanya, jika ingin memperbaiki kondisi saat ini, seharusnya kita mampu berkaca pada sejarah kegemilangan peradabaan Islam dan berupaya agar sejarah itu dapat kembali. Agar kesejahteraan pendidik dapat dicapai, kemuliaan seorang guru dapat diraih sehingga kualitas para generasi penerus estafet perjuangan pun berhasil dicapai dengan cara mengubah paradigma kapitalistik menjadi paradigma Islam dan bersama-sama memperjuangkan sistem Islam. 
Wallahualam bissawab.

Post a Comment

أحدث أقدم