Oleh Ummu Hilya 
Ibu Generasi Pengubah Peradaban


Kemiskinan masih menjadi problem utama di Indonesia yang belum terselesaikan hingga kini. Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana menyebut, kemiskinan dan ketimpangan yang cukup tinggi di DIY masih menjadi pekerjaan rumah (PR) utama. Dua hal tersebut diharapkan dapat diselesaikan dan menjadi prioritas agenda kepemimpinan Gubernur/Wakil Gubernur DIY dalam lima tahun kedepan.

"Harapan kami intervensi kebijakan dan anggaran yang tepat bisa menurunkan angka kemiskinan dan ketimpangan ini," kata Huda, Selasa (11/10).

Di wilayah lain juga tak kalah jumlahnya, Dinsos Surabaya mencatat, sedikitnya 23.532 warga di wilayah setempat masuk dalam data kemiskinan ekstrem, yang diketahui dari hasil pencocokan data melalui administrasi kependudukan, yakni kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK) dengan kondisi di lapangan. (antaranews.com, 16/10/2022)

Kemiskinan terjadi karena tidak adanya kesejahteraan. Dari mulai sulitnya mencari pekerjaan, mahalnya biaya hidup untuk kesehatan, pendidikan, pelayanan publik hingga naiknya harga berbagai kebutuhan pokok di tengah kondisi pandemi.

Di sisi lain seruan pemenuhan gizi terus digalakkan. Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto mengatakan, perilaku hidup bersih dan sehat perlu ditunjang dengan pemenuhan gizi seimbang dengan nutrisi yang optimal.

Agus menjelaskan, dengan asupan bergizi seimbang diharapkan daya tahan tubuh keluarga, khususnya anak-anak akan dapat terjaga dengan baik. "Mengingat kondisi cuaca yang tidak menentu maka dikhawatirkan anak-anak mudah terserang penyakit sehingga daya tahan tubuhnya harus dijaga melalui asupan gizi seimbang," katanya dihubungi di Jakarta, Ahad (16/10/2022).

Dia menyebutkan, pemenuhan gizi keluarga perlu memperhatikan kandungan makronutrien, seperti karbohidrat, protein dan lemak, juga mikronutrien, seperti vitamin dan mineral serta air. "Dengan nutrisi yang optimal diharapkan imunitas anak terjaga dengan baik, jangan lupa untuk tetap menerapkan 3M yaitu menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan mengingat saat ini masih pandemi Covid-19," katanya.

Narasi Pemenuhan Gizi

Berbagai kebijakan dan upaya sudah dilaksanakan demi meraih kesejahteraan, bahkan negara sudah berusaha memberikan jaminan terutama kasus pemenuhan gizi di tengah-tengah masyarakat dewasa ini. Namun ternyata seruan untuk memenuhi gizi hanyalah narasi tanpa empati. Pasalnya harapan pemenuhan gizi tak bisa diraih sepenuhnya. Kalaupun ada jaminan, hanya cukup untuk membiayai kebutuhan lainnya seperti, biaya sekolah, bayar listrik, serta biaya keperluan lainnya.

Maka masyarakat tak mungkin bisa memenuhinya di tengah kesulitan hidup yang terjadi. Belum lagi masalah pelik lainnya yang harus dihadapi keluarga, terutama kaum ibu sebagai pendidik generasi di rumah dan menjaga sang buah hati. Namun mereka terpaksa bekerja di luar rumah demi pemasukan ekonomi keluarga, karena keterbatasan lapangan pekerjaan bagi kepala keluarga hingga minimnya terpenuhi kebutuhan gizi keluarga. Alhasil angka stunting pun ikut meningkat.

Di sisi lain menunjukkan ketidakpahaman akan realitas yang dihadapi rakyat, seperti pengerukan sumber daya alam besar-besaran oleh investor asing hingga minimnya pemasukan kas negara, belum lagi kasus korupsi yang menggurita.

Saat angka stunting masih sangat tinggi seharusnya negara peduli dan fokus memberi solusi atas persoalan ini. Pemerintah malah lebih mengoptimalkan dana untuk infrastruktur yang nirfaedah, seperti proyek kereta cepat dan proyek IKN daripada mendahulukan kesejahteraan rakyat. Apalagi dana tersebut juga didapat dari utang riba yang terus berbunga bahkan bisa membahayakan kedaulatan negara dan masih banyak kasus lainnya seperti halnya besarnya anggaran dana untuk pemilu mendatang.

Islam Solusi Atas Negeri

Mustahil kesejahteraan bisa diraih tatkala hukum sekuler kapitalisme diterapkan, yakni hukum yang bersumber dari manusia. Hukum tersebut bak pohon, memiliki batang, daun yang buruk, dan seharusnya ditebang bahkan dicabut hingga sampai akar-akarnya. Kalaupun ditebang batangnya saja, pohon akan tetap tumbuh tapi tak murni lagi sebagaimana bonsai. Termasuk dalam hal kebijakan terkait kesejahteraan semua serba “dibonsai”.

Sistem ini tak ubahnya seperti hukum rimba, yang berkuasa dialah pemenangnya. Tak heran kekayaan bisa diraup oleh segelintir orang melalui pengesahan segala kebijakan meskipun kebijakan itu berdampak buruk bagi masyarakat luas.

Berbeda halnya jika negeri ini menerapkan sistem Islam. Ibarat pohon, dia berakar sehat, batangnya kuat, daun yang lebat, dan berbuah ranum. Sistem ini pun berjalan atas dasar perintah Allah Swt., agama senantiasa dijadikan rujukan tatkala mengambil suatu kebijakan dan menjalankan kehidupan, mulai dari ekonomi, pendidikan, sosial, kesehatan dan lain-lain.

Semua hanya dapat diwujudkan apabila individu, masyarakat maupun negara sadar dan kembali kepada syariat Islam. Yang nantinya akan menjamin kesejahteraan setiap individu rakyat, dapat mencegah stunting, dan terpenuhi kebutuhan gizinya secara optimal.

Selain itu, negara wajib menyediakan lapangan kerja yang luas agar para kepala keluarga dapat bekerja dan menafkahi keluarganya. Dalam Islam, semua sumber daya alam strategis adalah milik umat yang dikelola negara. Dengan pemasukan yang besar dari semisal tambang, hutan, laut, dan sumber daya alam lainnya, bukan hal mustahil bagi negara untuk menciptakan lapangan kerja yang luas dan menjamin kebutuhan individu warga negaranya. Dengan mekanisme ini, penyebab stunting dari faktor ekonomi dapat terhindarkan.

Demikianlah melalui penerapan syariat Islam secara utuh, seluruh problem manusia termasuk dalam berumah tangga, akan menemukan solusi tuntas. Dengan cara seperti inilah ketahanan keluarga yang hakiki akan terwujud sehingga kebahagiaan dan kesejahteraan bukan lagi impian yang sulit diraih. Syariat Islam tegak apabila ada institusi yang menaunginya yakni sistem Khilafah 'ala minhajin nubuwah, sistem yang berdiri tegak atas metode kenabian. Wallahualam bissawab.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama