Oleh Hani Iskandar 
Ibu Pemerhati Umat


Islam sebagai agama yang tak sekadar berisi ajaran ritual semata, tetapi juga melingkupi segala bentuk aturan kehidupan, merupakan agama yang sempurna, dan sebuah ideologi paripurna yang mampu dipahami dengan mudah, detail hingga memuaskan akal dan menenteramkan hati karena mampu memecahkan segala persoalan kehidupan. 

Dengan sifatnya yang sempurn dan komprehensif, tentu dapat menghindarkan Islam dari penafsiran-penafsiran menyimpang yang diarahkan untuk menghancurkan Islam. Dalam hal akidah saja, Islam menjelaskan batasan seseorang dalam beriman ketika ia meyakini dan memahami dengan rukun iman beserta tata cara pengamalannya. Selain masalah akidah, Islam pun mengatur tata cara berpikir dan bertingkah laku secara jelas dan terangkum dalam hukum-hukum yang dikenal dengan istilah hukum syarak.

Meski begitu, masih saja ada kalangan atau oknum masyarakat yang berupaya untuk mendistorsi pemahaman dan hukum-hukum Islam, mendiskreditkan ajaran-ajaran Islam dengan sesuatu yang menyimpang dan bertentangan dengan Islam. Entah mereka merupakan orang-orang muslim yang dangkal pemahamannya sehingga keliru dalam mengamalkan Islam dan mau disetir oleh para pembenci Islam dengan tujuan menghancurkan islam dari dalam, atau bisa jadi bersumber dari orang-orang yang beridentitas Islam, tetapi tak menyukai dan membenci Islam, atau bahkan pembenci tersebut adalah berasal dari kalangan di luar Islam yang ingin menjelek-jelekkan Islam secara sembunyi-sembunyi atau terang-terangan. 

Apa pun itu, sejak berabad-abad silam Islam telah menghadapi begitu besar tantangan dari para pembenci Islam,  tetapi pertolongan Allah Swt. Sang Pemilik ajaran Islam tetap menjaganya sampai saat ini.

Terkait dengan meluasnya pemberitaan perihal penembakan di kantor MUI baru-baru ini, media surat kabar, televisi, dan media sosial dengan sigap memberitakan hal tersebut, dan seolah membuat opini umum bahwa telah terjadi kejahatan yang berlatar belakang ajaran Islam. Sang penembak ternyata sudah tiga kali datang minta bertemu Ketua Umum MUI dan saat kejadian pelaku melakukan kejahatan dengan mengatasnamakan dirinya sebagai wakil nabi (wow.tribunnews.com,2/5/2023)
 
Hal yang sangat tidak wajar dan menyimpang dari akidah yang benar ketika di abad ini muncul orang-orang yang mengaku nabi dan membuat teror, padahal sudah jelas dalam Al-Qur’an dan hadis bahwa nabi terakhir adalah Nabi Muhammad Saw. Peristiwa-pristiwa tersebut tentu membingungkan publik/masyarakat yang kadar keimanannya rendah karena ilmunya yang dangkal, juga menyebabkan masyarakat awam fobia dan antipati terhadap Islam, padahal Islam merupakan agama yang sangat sakral. Oleh karena itu, berpikir dan bersikap kritis menanggapi permasalahan tersebut sangat diperlukan oleh seluruh kaum muslim dan masyarakat pada umumnya.

Islam sangat menentang perbuatan meneror hingga membuat kerusakan sampai menghilangkan nyawa. Hukuman yang pantas bagi pelaku tersebut adalah qishas atau disamakan dengan qishas. Dalam surat Al-Maidah ayat 33 Allah menjelaskan bahwasannya, “Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya. Hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di bumi hanyalah dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang, atau diasingkan dari tempat kediamannya.”

Secara tegas Islam menentang perbuatan teror dan pengrusakan maka tidak dibenarkan jika ada seseorang yang mengatasnamakan Islam dalam melakukan perbuatan haram tersebut, terlebih menamakan dirinya adalah wakil nabi. Fakta yang ada justru lebih menunjukkan upaya pencitraburukan Islam, agar Islam dikenal sebagai agama teror penebar ketakutan bukan sebagai agama suci dan sakral yang menurunkan rahmat bagi semesta alam. 
Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama