Oleh Ndharie Raharjo
Aktivis Muslimah
Sepanjang tahun 2023 ini telah terjadi kasus bullying sebanyak 23 kasus yang tersebar di wilayah Indonesia, data ini dirilis oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). (detik.com, 3/10/2023). Dimana kasus tertinggi angka bullying terjadi di jenjang pendidikan SMP yaitu 50%. Sedangkan data yang dilaporkan oleh KPAI terdapat 87 kasus bullying dari Januari hingga Oktober 2023. (republika.com). Ini artinya setiap bulan dijumpai 2-7 kasus bullying yang terjadi dilingkungan sekolah.
Beragam kasus bullying yang terjadi, dari yang ringan berupa bulian verbal sampai pada cacian, melecehkan dan hinaan, yang berakibat gangguan psikis pada korban berupa rasa ketakutan. Bahkan ada kasus anak SD yang gantung diri karena tak tahan menerima bullian, berupa kekerasan fisik hingga menimbulkan korban kematian.
Komisioner KPAI Pj Kluster Kekerasan Fisik/Psikis Anak, Diyah Puspitarini mengatakan, "Meningkatnya kasus bullying yang terjadi dilingkungan pendidikan, alasannya adalah, learning loss dampak pembelajaran jarak jauh (PJJ), pengaruh game online dan media sosial yang tayangannya penuh kekerasan, dan adanya penyalahgunaan relasi kuasa pendidik."
Namun jika kita dalami lagi, ternyata faktor yang menjadi penyebab utamanya adalah kesalahan sistemik. Sebab yang berperan bukan satu pihak saja tapi sudah semua level, baik orang-orangnya maupun kurikulum yang digunakan dalam satuan sistem pendidikannya.
Meningkatnya angka bullying di lingkungan pendidikan saat ini adalah bukti sistem pendidikan yang diterapkan mengalami krisis berkepanjangan. Hal ini seharusnya bisa membuka pemikiran kita, bahwa ternyata dosa besar pendidikan ala kapitalis yang diterapkan di negeri ini menimbulkan berbagai macam problematika yang tidak terselesaikan dengan tuntas.
Mulai dari banyaknya kasus kekerasan pelajar, free sex yang terjadi dilingkungan pendidikan. Baik yang dilakukan antar pelajar ataupun dengan tenaga pengajarnya. Mutu pendidikan yang rendah dan tidak merata, serta silih bergantinya kurikulum pendidikan dan sebagainya.
Hal ini tentu tidak bisa dipandang remeh dan harus mendapatkan perhatian bersama. Mencari solusi bagaimana agar dapat memutus laju meningkatnya bullying yang ada, sehingga tidak ada lagi kasus bullying dilingkungan pendidikan. Lingkungan pendidikan harus menjadi tempat yang nyaman bagi siapapun yang terlibat didalamnya, sehingga proses pendidikan bisa berjalan dengan baik dan tujuan pendidikan tercapai.
Kesatuan lingkungan pendidikan adalah tempat untuk mencetak generasi unggulan yang memiliki karakter terdidik dan berakhlak mulia. Sayangnya, di negeri ini justru ada pengurangan mata pelajaran agama. Padahal, justru dengan aturan agama lah yang bisa mengendalikan seseorang dari perilaku bullying karena takut dosa. Atau seseorang tahan terhadap bullying karena yakin setiap kebaikan atau keburukan yang dilakukan akan kembali kepada sang pelakunya.
Maka dari itu, semua pihak harus turun tangan mengatasi situasi darurat ini. Tentu tidak bisa dibiarkan berlarut-larut yang akhirnya dapat mengakibatkan kehancuran yang makin besar. Jangan sampai kasus bullying ini makin eksis dan merajalela.
Islam tidak akan membiarkan situasi ini semakin hancur dan akhirnya kehilangan kesempatan untuk mewujudkan generasi penerus yang hebat yang akan meneruskan estafet kepemimpinan Islam. Generasi ini harus di-cut atau dipotong rantai putus asanya, dan dibangun mentalnya. Dengan kembali kepada aturan Islam dalam sendi kehidupan yang dididik oleh para pendidik/ulama yang kredibel, yang memahami realita dan memahami solusi Islam, serta mampu menumbuhkan harapan/asa ditengah keterpurukan ini.
Generasi Islam saat ini berada dalam situasi yang serba terpuruk dan lemah, karena telah meninggalkan Islamnya. Inilah saatnya generasi pemuda Islam berani mengambil perannya sebagai pendobrak, bangkit dari keterpurukan dan kegagalannya, dengan jalan kembali kepada Islam dan aturan-Nya.
Wallahualam bisawab. []
Posting Komentar