Oleh Ugi Suliana Pardika
Member AMK


Tahun ini adalah tahun yang paling dinantikan oleh para pecinta kekuasaan. Seperti yang kita ketahui bahwa pada bulan Februari di tahun 2024 ini kita akan mengadakan pesta besar dalam sistem demokrasi yaitu digelarnya PEMILU (pemilihan umum), untuk memilih Presiden, Wakil Presiden dan Para Wakil Rakyat baik yang duduk di pusat maupun di daerah.

Namun, di balik bayang-bayang kemegahan pesta demokrasi tersebut ternyata terdapat sisi kelam yaitu banyaknya RS (Rumah sakit) ataupun RSJ (Rumah Sakit Jiwa) yang juga sedang bersiap menyambut efek dari pagelaran besar tersebut dengan menambah kamar rawat inap kelas I, lI, III hingga kamar berstandar VIP, menambah dokter spesialis kejiwaan dan psikiater guna menyambut calon-calon pasien baru yaitu para calon anggota dewan yang mengalami depresi akibat gagal terpilih. Seperti yang dilansir kompas.tv. Pada awal dilaksanakan PEMILU secara langsung untuk memilih para wakil rakyat pertama kali tahun 2009 tercatat 7736 caleg gagal mengalami gangguan jiwa (detik.news). Angka tersebut menggambarkan betapa banyaknya kasus gangguan jiwa yang menimpa caleg gagal setiap periode nya.

Kelemahan Mental Individu, Buah Pendidikan Kapitalisme

Banyaknya caleg yang mengalami gangguan jiwa akibat gagal terpilih membuktikan bahwa individu-individu yang dihasilkan oleh pendidikan ala kapitalisme memang bermental lemah. Mereka tidak sanggup untuk menerima kegagalan yang  adalah bagian dari ketetapan Allah SWT. Tentu saja hal ini berkaitan dengan dasar dari sistem kapitalisme itu sendiri yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Metode-metode pendidikan yang digunakan jauh dari agama, yang hanya memahamkan  bahwa kebahagiaan hidup itu hanya berdasarkan pada banyaknya harta, kekuasaan, ketenaran dan semua yang berbau materialistis saja.

Sehingga ketika mereka memutuskan untuk mencalonkan diri menjadi wakil rakyat yang duduk di pemerintahan alih-alih bertujuan untuk mensejahterakan rakyat, banyak dari mereka hanya berpikir untuk mensejahterakan diri sendiri mendapatkan keuntungan serta manfaat sebanyak-banyaknya  dari kekuasaan atau jabatan yang akan mereka pegang.

Iming-iming keuntungan tersebut membuat mereka membabi buta,  tidak sedikit dari mereka bahkan berhutang demi mendapatkan dana untuk membayar operasional kampanye, menyewa tim sukses bahkan untuk membeli suara rakyat. Bagi mereka  yang penting menang karena kemenangan itulah mereka bisa membayar hutang  dan meraup keuntungan besar. Sehingga saat tidak  terpilih, hilanglah harapan mereka, menyisakan kebangkrutan yang akhirnya membuat mereka mengalami gangguan jiwa.

Bagaimana Pandangan Generasi Islami Terhadap Kekuasaan? 

Setiap individu yang telah terdidik dengan pemahaman islam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari, mereka memandang kekuasaan sebagai amanah yang  berat, bahkan banyak dihindari karena mereka merasa tidak sanggup menanggung konsekuensinya. Seperti kesedihan Umar bin Khattab Ra, beliau  menangis tersedu-sedu ketika harus menerima jabatan yang dibebankan kepadanya yaitu menjadi Khalifah menggantikan Abu Bakar Ra.

Mereka menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin ataupun  mewakili rakyat dalam pemerintahan mempunyai tugas berat yaitu harus melayani rakyat, menjamin dan berusaha untuk mensejahterakan rakyat dengan kekuatan dan kekuasaan yang dipegangnya. Mereka pun harus memastikan bahwa setiap langkah yang ditempuh dan kebijakan yang diambil dalam rangka mewujudkan hal itu harus sesuai dengan perintah Allah SWT.

Oleh karena itu penerapan syariat Islam secara menyeluruh di setiap lini kehidupan adalah sesuatu yang mutlak harus dilakukan. Karena kesejahteraan hanya bisa terwujud dengan penerapan syariat secara menyeluruh sesuai dengan perintah Allah SWT. Bila tidak diterapkan maka mengakibatkan kesengsaraan secara global seperti yang terjadi sekarang ini.

Kesabaran dan rasa syukur yang ditanamkan dalam setiap pembelajaran yang pernah mereka dapatkan baik dari kisah-kisah yang termaktub di dalam Al Qur'an maupun Hadis Nabi Muhammad Saw, akan menjadi teladan sehingga menguatkan hati mereka, mengokohkan kaki-kaki mereka melawan godaan-godaan yang pastinya membayangi setiap saat.

Mereka akan menjaga diri dari mengambil harta yang bukan haknya, berjuang dan Istiqomah dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka karena mereka menyadari kelak akan ada ada hari dimana mereka harus mempertanggungjawabkan semua di hadapan Allah SWT, Sang Pemberi Amanah. Demikian keimanan akan menjaga jiwa-jiwa mereka dari gangguan mental. 
Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama