Oleh Suci Halimatussadiah 
Ibu Pemerhati Sosial


Islam menetapkan nyawa manusia sangat berharga, bahkan Rasulullah saw. bersabda, “Sungguh, lenyapnya dunia lebih ringan bagi Allah daripada pembunuhan atas seorang mukmin tanpa hak.” (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi)
 
Akan tetapi, mengapa kasus pembunuhan kini kian marak, bahkan dilakukan oleh remaja?
Sebagaimana kita ketahui, beberapa waktu lalu terjadi lagi pembunuhan yang pelakunya remaja. Pembunuhan ini terkategori sadis karena bukan hanya menelan satu nyawa, tetapi lima nyawa sekaligus.
 
Pelakunya adalah seorang pelajar SMK berinisial (J). Aksi pembunuhan tersebut terjadi di daerah Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Sebelum melakukan aksi pembunuhan, pelaku sempat mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Setelah mengambil parang dari rumahnya, pelaku melakukan aksi pembunuhan terhadap satu keluarga yang masih bertetangga dengannya. Setelah membunuh, pelaku melakukan rudapaksa terhadap jasad SW dan RJS. Pelaku juga masih sempat mencuri ponsel dan sejumlah uang tunai. (jawapos.com 8/2/2024)

Kejadian tersebut tentu membuat kita sedih. Bukan hanya sedih karena ada lima nyawa yang terbunuh, tetapi lebih sedih ketika mendapati pelakunya masih remaja, sungguh di luar nalar. Allah Swt. menciptakan manusia lengkap dengan potensi akal. Dengan menggunakan potensi akalnya, manusia harus berpikir sebelum berbuat. 

Sayang, adakalanya hawa nafsu lebih mendominasi sehingga menggiring manusia untuk berbuat bejat seperti pencurian, perkosaan, bahkan pembunuhan. Pada kasus pembunuhan di Kalimantan Timur, tampak jelas pada kasus di atas hawa nafsu lebih mendominasi. Karena pelakunya seorang pelajar maka pembelajaran di sekolah pun menjadi sorotan.

Mau tidak mau, harus kita akui bahwa pembelajaran selama di sekolah ternyata tidak berhasil menjadikannya manusia yang beradab. Terlebih kasus kriminal yang dilakukan pelajar tidak hanya satu, tetapi banyak. Bila pelakunya banyak berarti bukan kasus, tetapi masif. Hal tersebut tidak lepas dari penerapan sistem pendidikan yang berlaku. Jika ditelisik, pendidikan saat ini berlandaskan sekuler materialistik. Sehingga output dari pendidikan pun bersifat materialistik, lebih menekankan anak didik supaya berhasil secara finansial. 

Adapun adab, moral, dan agama, itu hanya nomor sekian. Berapa jam anak mendapatkan pelajaran agama selama seminggu? Adakah tambahan di rumah? Adakah peran orang tua di rumah untuk mendidik anak-anaknya? Semuanya menjadi pertanyaan yang harus dijawab dan diselesaikan apabila kita ingin output pendidikan menghasilkan manusia sesuai visi misi penciptaannya, yaitu menjadi hamba yang bertakwa.

Kita ketahui bahwa pembunuhan merupakan salah satu bentuk perusakan terhadap jiwa manusia. Sebagaimana firman Allah Swt. dalam surat Ar-Rum ayat 41, artinya,
”Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Kerusakan yang terjadi tidak hanya dalam bentuk kerusakan alam. Akan tetapi, juga kerusakan perilaku manusia. Pada faktanya, sistem hukum yang berlaku saat ini tidak bersumber dari Allah Swt. Kehidupan masyarakat di negeri ini diatur oleh sistem buatan manusia, yaitu sistem sekuler kapitalisme. Penerapan sistem kapitalisme yang notabene buatan manusia ini menuai kerusakan (al-fasaad).

Sistem sekuler kapitalisme kental dengan ide pemisahan agama dari kehidupan. Aturan agama hanya sebatas urusan individu, sedangkan urusan bermasyarakat dan bernegara diserahkan kepada manusia. Dampak nyata dari kerusakannya, penerapan sistem ini merusak tatanan kehidupan serta fitrah manusia. Manusia menjadi pribadi individualis dan tamak. 

Mereka tak peduli lagi dengan aturan halal/haram, baik dan buruk, terpuji dan tercela. Asalkan ada keuntungan, semua bisa dikompromikan, termasuk masalah nyawa bisa dianggap murah. Hal itu sangat berbeda dengan Islam. Sistem Islam bukan lahir dari kompromi manusia. 

Sistem Islam merupakan buatan Sang Pencipta manusia, yaitu Allah Swt. yang memahami potensi manusia secara detail. Tak heran pelaksanaan sistem Islam akan menuai kemaslahatan bagi manusia. Sistem ini dibangun atas tiga asas. 

Pertama, ketakwaan individu. Kedua, adanya kontrol pelaksanaan hukum oleh masyarakat. Ketiga, adanya pemerintah/negara sebagai pelaksana hukum syarak. Pelaksanaan hukum Islam sifatnya tegas, tidak pandang bulu, dan tidak berbelit-belit. Dalam perspektif Islam, hukuman untuk tindak kriminal yang dilakukan individu tidak melihat faktor umur semata. 

Ketika seorang anak laki-laki sudah mengalami mimpi basah/keluar mani dari kemaluan (ihtilaam) maka dia sudah balig dan kena beban hukum (mukallaf). Artinya, jika seorang pelaku kriminal sudah balig walau umurnya masih di bawah 18, dia sudah terkategori mukalaf dan akan dikenai sanksi hukum sesuai tindak kriminal yang dilakukannya.

Terkait hal ini Rasulullah saw. pernah bersabda, “Pena (pencatat amal) akan diangkat dari tiga orang, yaitu: dari orang tidur hingga dia bangun, dari anak-anak hingga dia balig, dan dari orang gila hingga dia sadar/ berakal.” (HR. Ibnu Majah). Jadi, pada kasus remaja yang sudah balig mereka dapat diberikan sanksi hukum sebagaimana orang dewasa. Perbuatannya jelas tercatat dosa besar di hadapan Allah Swt., serta layak dihukum mati.

Dalam sistem kapitalisme saat ini, penetapan sanksi hukum kepada individu sering kali terjegal faktor usia, padahal individu tersebut telah melakukan tindak kriminal yang keji seperti pemerkosaan bahkan pembunuhan. Akhirnya, sanksi bagi pelaku sangat ringan sehingga tidak memberi efek jera.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat kita simpulkan bahwa perilaku kejahatan remaja saat ini merupakan efek langsung dari penerapan sistem aturan yang buruk di semua lini kehidupan yaitu sistem kapitalisme sekuler. Sistem buruk buatan manusia ini harus segera kita campakkan. 

Ketika negara menerapkan sistem kapitalisme dan sekularisme di dalam kehidupan, dampak yang dirasakan adalah kerusakan. Sudah saatnya kita kembali kepada aturan Allah Swt. agar keberkahan menyertai dan dijauhkan dari fitnah akhir zaman berupa kerusakan-kerusakan. Oleh karena itu harus ada kesadaran untuk mengadakan perubahan menyeluruh di dalam sistem pendidikan, sosial, ekonomi, politik, dan negara dengan menerapkan sistem Islam kafah yang akan menjadi rahmat bagi semesta alam.

Wallahualam bisawab.[]

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama