Oleh Alfaqir Nuuihya 
Ibu Pemerhati Masyarakat


Rasulullah saw., ketika menggambarkan ibu dalam setiap hadis, merupakan sosok yang memiliki kedudukan sangat mulia dan penting. Salah satunya bahwa ibu merupakan madrasah pertama bagi anaknya sehingga memiliki kewajiban memberikan pendidikan terbaik. Juga di tangan ibulah, keturunan yang memiliki syakhsiyyah (kepribadian) Islam dan akidah Islam yang kuat akan terwujud. 

Selain sebagai madrasah pertama untuk anak-anak, ibu juga memiliki peran yang tak kalah strategis dalam sebuah rumah tangga yaitu sebagai warabbatul bait. Dalam hal ini ibu berperan sebagai pengatur rumah tangga dalam seluruh aspek, termasuk memberikan perlindungan untuk anak-anaknya. 

Begitu penting dan mulianya kedudukan seorang ibu, bahkan saat Rasulullah ditanya oleh salah satu sahabat tentang kewajiban perlakuan baik anak terhadap ibu, Rasulullah memberikan jawaban dengan mengulang tiga kali dibanding terhadap ayah yang memikul tanggung jawab dunia akhirat terhadap seluruh anggota keluarga. 

Dari Abu Hurairah, dia berkata, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah saw. dan bertanya: ''Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakuan dengan baik?'' Rasulullah pun menjawab: "ibumu." " Lalu siapa lagi?" "ibumu." " Siapa lagi?" "ibumu." " siapa lagi?" "ayahmu."

Namun, apa jadinya jika sosok ibu sebagai madrasah pertama untuk anaknya justru menjadi mimpi buruk? Seperti kisah balita yang mendapat perlakuan asusila dari ibu kandungnya sendiri. Ibu menjadi pelaku pencabulan terhadap darah dagingnya. 

Seperti dikutip dari cnnIndonesia.com (3/6/24), Polda Metro Jaya membeberkan kronologi kasus ibu berinisial R (22) di Tangerang Selatan yang tega mencabuli anak kandung. Bahkan pelecehan tersebut beredar dalam video di Tiktok hingga aplikasi X (Twitter). Setelah ditelusuri, ibu muda yang bernama Raihany berani membuat video viral tersebut lantaran diiming-imingi uang sebesar Rp15 juta oleh teman Facebooknya. 

Tak hanya satu kasus tersebut, bergeser ke Tambelang, Kabupaten Bekasi, seorang ibu berinisial AK (26) juga tega melakukan hal serupa terhadap anaknya yang baru berusia sepuluh tahun. Meskipun video tersebut direkam pada Desember 2023 dan menjadi viral di media sosial akhir-akhir ini, ternyata pelaku memiliki alasan yang sama, diiming-imingi uang oleh teman Facebook. (Liputan6.com, 8/6/24)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia pun turut menyoroti kasus ini. Komisioner Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Dian Sasmita menyatakan, KPAI sangat prihatin dengan kedua kasus kekerasan seksual dan psikis terhadap anak ini, di mana pelakunya adalah ibu kandungnya sendiri. 

Pihaknya menyayangkan bahwa ibu yang seharusnya mampu optimal menjaga anak, justru menjadi ancaman menghancurkan anak, di samping mencemari dirinya sendiri. Suatu hal yang sangat tidak masuk akal, ketika seorang ibu mampu melakukan hal keji tersebut terhadap anak kandungnya sendiri. 

Secara fitrah, seorang ibu memiliki naluri keibuan dan kasih sayang. Namun, sistem sekuler telah  menggerus habis naluri tersebut. 

Padahal memori buruk akibat kejadian yang menimpa kedua anak tersebut akan terus melekat di otak anak dan dapat mempengaruhi tumbuh kembangnya. Jelas Dian kepada kompas.com, (3/6/24).

Alasan yang membuat miris, hanya karena diiming-imingi uang sebesar Rp15 juta, seorang ibu mampu menghancurkan psikis anak. Terbukti, hidup dalam sistem kapitalisme mampu membuat seorang ibu kehilangan akal sehat dan hati nurani. 

Sekularisme yang mampu terus menggerus keimanan dan kewarasan seorang ibu sehingga mendorong kuat untuknya melakukan hal-hal yang keji meski terhadap anak kandungnya sendiri. 

Seorang ibu yang tidak berpikir panjang dalam berperilaku, mengabaikan norma agama, melupakan standar halal dan haram dalam mencari setiap solusi problematika kehidupannya. Sungguh, telah nyata bahwa sekularisme adalah akar dari masalah ini. Sekuler liberal membuat orang hidup makin liar tidak terkendali akibat tontonan yang tidak disaring oleh sistem sekuler. 

Umat Islam telah kehilangan gambaran kehidupan Islam yang sebenarnya.Di dalam Islam, keluarga memiliki fungsi sebagai sekolah utama. Ayah dan ibu harus mampu bersinergi dalam mendidik, mengasuh dan menjaga anak-anak dalam basis keimanan kepada Allah taala. Dengan posisi ayah sebagai qawwam atau pemimpin dalam keluarga, sosok ayah harus mampu melindungi keluarga di samping memiliki kewajiban dalam mencukupi kebutuhan ekonomi. 

Masyarakat pun memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh kembang generasi. Masyarakat memiliki fungsi sebagai pengontrol perilaku, mampu beramar makruf nahi mungkar terhadap seluruh lapisan masyarakat. 

Namun yang paling penting, negaralah yang memiliki peran paling krusial dalam menjamin pemenuhan ekonomi, keamanan terhadap seluruh warga. Termasuk kesiapan ibu untuk mendidik anak-anak. Negara pula yang memiliki kewajiban dalam melindungi generasi dari perilaku buruk. 

Negaralah yang akan menjamin kesejahteraan rakyat, menjaga kewarasan dan hati nurani rakyat. Begitu pun dari segi tontonan, negara akan mampu mengontrol media dan propaganda yang mengajak terhadap kemaksiatan. 

Negara juga memiliki tugas utama dalam menciptakan generasi yang bersyakhsyiyyah islamiyyah. Maka, hanya dalam sistem Islam, para ibu akan memiliki ketakwaan dan mampu menaati syariat. Di bawah sistem Islam ibu akan mampu menyiapkan generasi taat syariat menjalankan fungsinya sesuai yang dikehendaki Allah Swt.

Wallahualam bissawab. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama