Oleh Sakinah Qalby


Pemuda adalah harapan bangsa, penerus tongkat estafet generasi selanjutnya. Tapi bagaimana bisa kita berharap lebih jika kebanyakan dari mereka sekarang tidak berpendidikan dan tidak mendapatkan pekerjaan. Menurut data, hampir 10 juta Gen Z menganggur. Badan Pusat statistik (BPS) mencatat ada 9,9 juta anak muda usia 15-24 tahun di Indonesia termasuk dalam kategori Not in Employment, Education and Training (NEET) alias pengangguran. 

Dikutip dari KumparanBISNIS, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ibu Ida Fauziah menilai bahwa tingginya angka pengangguran itu karena tidak adanya ketidaksesuaian antara pendidikan dan permintaan pasar tenaga kerja. Menurut beliau, untuk mengatasi hal itu pemerintah sebenarnya telah menerbitkan Peraturan Presiden nomor 68 tahun 2022 tentang Revitalisasi Pendidikan Vokasi dan Pelatihan Vokasi. Melalui hal itu diharapkan bisa meningkatkan partisipasi dunia usaha dan industri serta menjembatani antara output pendidikan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja.

Apakah itu benar-benar bisa menjadi solusi?
Jika kita perhatikan, pengangguran Gen Z ini terbagi pada 2 kelompok. Sebagian dari mereka terpaksa menganggur karena tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi disebabkan mahalnya biaya pendidikan. Kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dilansir menjadi salah satu penyebab, walaupun pada akhirnya kebijakan itu dibatalkan setelah terlanjur menjadi polemik di masyarakat dan ditentang oleh berbagai pihak.

Kelompok kedua adalah Gen Z yang menganggur karena susahnya mendapatkan pekerjaan, terutama bagi mereka yang baru saja lulus dan belum mempunyai pengalaman. Hal ini menunjukkan ketidakberdayaan pemerintah menyediakan lapangan kerja untuk mereka. Jangankan menyiapkan ketersediaan lapangan kerja baru, PHK besar-besaran bahkan telah terjadi sepanjang tahun 2024 ini karena ditutupnya beberapa perusahaan raksasa, akibatnya belasan juta orang kehilangan pekerjaan.

Undang-undang Cipta Kerja memudahkan investor asing dan para pekerjanya untuk masuk dan berusaha di Indonesia, termasuk dalam pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA). Padahal seharusnya SDA dikelola oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat. Masuknya para pekerja asing menambah sempit lapangan kerja, akibatnya persaingan untuk mendapatkan pekerjaan semakin sulit. Dengan tingkat SDM yang rendah, tak jarang para pekerja kita hanya menjadi buruh atau pekerja biasa. 

SDM yang rendah menunjukkan bahwa akses untuk mendapatkan pendidikan berkualitas tidaklah mudah dan tidak merata di seluruh wilayah. Akibatnya kesenjangan ekonomi semakin lebar, ini tentu saja rentan menimbulkan masalah. 

Lantas bagaimana seharusnya?
Menurut aturan Islam, kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum yang wajib dikelola oleh negara, Haram diserahkan pengelolaannya pada individu, swasta, apalagi asing dan aseng. Hasil dari SDA dimanfaatkan seluruhnya untuk kesejahteraan rakyat secara umum. 

Hal ini merujuk pada Hadis yang di riwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw. bersabda: "Kaum Muslim berserikat (memiliki hak yang sama) pada tiga hal, air, rumput dan api." Masih perawi yang sama, dalam Hadis lain Rasulullah saw. juga bersabda: "Tiga hal yang tidak boleh dimonopoli, air, rumput dan api."
 
Berdasarkan hadis tersebut, barang tambang yang jumlahnya sangat besar, baik garam maupun selain garam seperti emas, perak, batubara, minyak bumi, gas alam dan lain sebagainya, dikategorikan sebagai kepemilikan umum yang wajib dikelola negara dan tidak boleh dimonopoli oleh siapapun. Pengelolaan SDA oleh negara akan membuka lapangan pekerjaan yang besar. 

Negara bertanggung jawab dan harus menjamin ketersediaan lapangan pekerjaan bagi semua rakyatnya. Dengan hasil SDA yang melimpah, negara memberikan pendidikan berkualitas yang bisa diakses oleh semua lapisan, sehingga SDM akan meningkat dengan sendirinya. Pendidikan disesuaikan dengan kebutuhan serapan tenaga kerja tanpa melupakan tujuan utama, untuk mencetak generasi yang berilmu tinggi sebagai pembangun peradaban mulia.

Sebagai seorang muslim kita tentu berharap peraturan Islam diterapkan secara kafah dalam seluruh bidang kehidupan, agar segala permasalahan generasi apapun itu dapat  dituntaskan dan kesejahteraan bisa dirasakan oleh semua masyarakat bukan hanya segelintir orang. []

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama